.


Rabu, 18 Januari 2012

Rangkaian Kolom Kluster II, 2012: Konsep Kewirausahaan

KATA PEMBUKA
Rekan-rekan sejawat, saya ingin menginformasikan bahwa di tahun 2012, rangkaian kolom-kolom yang akan saya sajikan terbagi dalam dua kluster, yakni kluster pertama berkenaan dengan aspek-aspek makro, yakni: politik, ekonomi dan bisnis, sosial dan budaya, serta iptek (PEST). Sedangkan, kluster kedua berkenaan dengan aspek mikro,yakni kewirausahaan.
Berikut ini saya sampaikan ulasan pembuka rangkaian kolom kluster kedua:

KEWIRAUSAHAAN
KONSEP DAN IMPLEMENTASI

Berbagai fenomena relevan dan aktual yang tengah dihadapi dewasa ini berkenaan dengan aspek kewirausahaan dapat dikelompokkan kedalam dua hal, yaitu:
·        Subjek kewirausahaan telah menjadi topik ilmu pengetahuan dan penelitian pada berbagai bidang akademik, dan tidak terbatas pada ilmu ekonomi saja; dan
·        Subjek kewirausahaan yang bersifat multidisiplin memiliki keterkaitan dengan aspek sosial dan ekonomi yang relatif kompleks.

Tulisan ini merupakan salah satu upaya untuk mengungkapkan atau mengidentifikasi aspek-aspek penting kewirausahaan yang dapat memberi petunjuk bagi berbagai pihak yang berkepentingan dalam  memahami fenomena, isu-isu, perdebatan, serta dalam membuat perbandingan diantara berbagai konsep kewirausahaan, berikut implementasinya dalam konteks geografis dan/ atau negara yang berbeda.
Rangkaian kolom yang akan disampaikan akan mencakup enam bagian dengan merujuk pada pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
1.      Bagaimana kewirausahaan dipahami dan dideskripsikan dalam tataran konseptual;
2.      Mengapa terdapat beberapa definisi berkenaan dengan kewirausahaan meskipun kebanyakan penelitian memfokuskan pada aspek sekitar proses perubahan (Agent  of  Change);
3.      Bagaimana pengukuran secara aktual berkenaan dengan konsep kewirausahaan yang telah dilakukan para pakar;
4.      Bagaimana menjelaskan bahwa konsep tentang kewirausahaan sebenarnya telah mengalami suatu evolusi  yang cukup lama dan cenderung semakin penting;
5.      Bagaimana hubungan antara kewirausahaan dan kinerja perekonomian à baik dalam konteks unit bisnis, wilayah, dan negara. Bagaimana pengukuran kinerja ekonomi à berkenaan dengan penciptaan pekerjaan, penyerapan angkatan kerja, pertumbuhan, inovasi, produktivitas , dan ekspor; dan
6.      Bagaimana penerapan kewirausahaan pada sektor publik, baik yang dimiliki oleh negara maupun swasta.

KONSEP KEWIRAUSAHAAN
Istilah kewirausahaan (Entrepreneurship) pada dasarnya memiliki definisi yang cukup beragam. Hal ini terutama berkaitan erat dengan perspektif pihak-pihak yang mendefinisikannya. Meskipun terjadi keragaman definisi, namun hal ini tampaknya tidak mengarah pada perdebatan yang destruktif karena masing-masing pihak mampu memberikan argumennya secara logis menurut perspektifnya masing-masing, misalnya perbedaan perspektif antara disiplin ekonomi dan manajemen. 
Dalam hubungan ini, para pakar telah mengemukakan definisi tentang  kewirausahaan  dalam rentang yang cukup luas, dan manakala dioperasionalkan, menghasilkan sejumlah langkah atau tindakan yang berbeda (Herbert dan Link, 1989). Kedua pakar tersebut telah mengidentifikasi dua tradisi intelektual yang berbeda dalam pengembangan literatur tentang kewirausahaan. Kedua tradisi ini dapat dicirikan sebagai tradisi Jerman (German Tradition), yang berlandaskan pada Von Thuenen dan Schumpeter dan tradisi Austria (Austrian Tradition) yang berlandaskan pada Von Mises, Kirzner, dan Shackle (Audtretsch, 2004).
Tradisi Shumpeterian telah memiliki dampak yang paling besar terhadap literatur kewirausahaan kontemporer. Ciri khas dari tradisi Schumpeterian, yaitu bahwa kewirausahaan dipandang sebagai suatu fenomena ketidakseimbangan kekuatan  (dis-equilibrating force). Dalam risalah klasiknya tahun 1911, Theorie der wirtschaftlichen Entwicklungen (Teori Pembangunan Ekonomi), Schumpeter mengusulkan sebuah teori tentang “creative destruction”. Teori ini menyatakan bahwa perusahaan  baru dengan spirit kewirausahaan muncul dan menggantikan perusahaan lama yang kurang inovatif. Fenomena ini selanjutnya mengarah ke tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Dalam risalah klasiknya tahun 1942, Capitalism and Democracy, Schumpeter masih memperdebatkan bahwa kubu perusahaan berskala besar cenderung resistan terhadap perubahan, dan terus memaksa para wirausahawan untuk memulai mendirikan perusahaan baru dalam mewujudkan kegiatan inovatif. Dengan demikian fungsi para usahawan adalah melakukan pembaruan atau merombak pola produksi dengan menggali suatu invensi (benar-benar baru), atau secara lebih umum, menerapkan suatu teknologi yang belum pernah digunakan untuk menghasilkan  produk baru atau  produk lama  melalui suatu cara yang baru. Pada umumnya untuk mengimplementasikan hal-hal baru  ini relatif sulit dan merupakan suatu fungsi ekonomi yang berbeda namun nyata. Pertama karena hal tersebut berada di luar tugas-tugas rutin, dan kedua melalui berbagai macam cara  lingkungan  bersifat resistan.
Meskipun paham Schumpeterian menekankan proses pendirian sebuah perusahaan sebagai awal untuk menetapkan aktivitas yang berkenaan dengan kewirausahaan, ternyata tidak terdapat suatu definisi tentang kewirausahaan yang secara umum dapat diterima di negara-negara maju (OECD, 1998). Kegagalan tidak tersepakatinya  definisi tunggal tentang kewirausahaan, mencerminkan kenyataan bahwa kewirausahaan adalah sebuah konsep yang multidimensional. Definisi yang sebenarnya digunakan untuk meneliti atau mengklasifikasikan kegiatan kewirausahaan  terefleksi dalam sebuah perspektif dengan penekanan khusus. Misalnya, terdapat keberagaman definisi tentang kewirausahaan   dilihat dari sudut pandang ilmu ekonomi dan manajemen walaupun kedua displin tersebut memiliki sasaran pengalaman yang sama.
Dari sudut pandang ekonomi, Herbert dan Link (1989) membedakan antara pasokan modal finansial (financial capital), inovasi, alokasi dan/atau relokasi sumberdaya diantara alternatif penggunaan dan pengambilan keputusan. Dengan demikian seorang wirausahawan adalah seseorang yang mencakup keseluruhan spektrum fungsi-fungsi kewirausahaan. Wirausahawan adalah seseorang yang berspesialisasi dalam pengambilan tanggung jawab dan membuat pertimbangan yang mempengaruhi lokasi, bentuk, dan penggunaan barang-barang, sumberdaya fisik atau non fisik lainnya (Herbert dan Link, 1989).
Dengan melakukan perbandingan, dari sudut pandang manajemen, Sahlman dan Stevenson (1991), membuat perbedaan arti antara wirausahawan dan menejer, yaitu:”kewirausahaan merupakan suatu cara mengelola yang mencakup mengejar peluang tanpa memperhatikan sumberdaya yang saat ini dimiliki. Para wirausahawan mengidentifikasi peluang-peluang, mengumpulkan sumberdaya yang diperlukan, menerapkan sebuah rencana tindakan yang dapat dilaksanakan dan memungut imbalan dalam waktu dan cara yang fleksibel.
Gambaran yang paling lazim mengenai kewirausahawan memfokuskan pada persepsi tentang peluang-peluang sosial-ekonomi dan pengenalan gagasan baru di pasar. Seperti dikemukakan Audretsch (1995), kewirausahawan adalah berkenaan dengan perubahan, sebagaimana diketahui bahwa para usahawan adalah agen perubahan (agent of change). Ringkasnya, kewirausahawan adalah dicirikan dengan proses perubahan. Hal ini sesuai dengan definisi yang dikemukakan OECD, yaitu: “Wirausahawan adalah agen perubahan dan pertumbuhan di dalam sebuah pasar suatu sistem perekonomian dan dapat bertindak untuk mempercepat penciptaan, penyebaran dan penerapan gagasan-gagasan inovatif….Entreprenurs not only seek out and identify potentially profitable economics opportunities but also willing to take risks too see if their hunches are right” (OECD, 1998).
Meskipun kesederhanaan dalam mendefinisikan kewirausahawan sebagai akti-vitas pendorong perkembangan perubahan inovatif yang memiliki daya tarik, namun dibalik kesederhanaan seperti demikian terkandung pula muatan kompleksitasnya. Terselimutinya kompleksitas kewirausahawan  paling sedikit disebabkan oleh dua alasan. Alasan pertama muncul karena kewirausahawan merupakan suatu aktivitas lintas organisasi yang multi bentuk. Apakah kewirausahawan menunjukkan perubahan yang menyebabkan kegiatan  perorangan, kelompok perorangan seperti jaringan, proyek, perusahaan, dan bahkan keseluruhan industri, atau bahkan pula seluruh obyek observasi, seperti  kluster dan wilayah?
Bagian dari kerumitan yang tercakup dalam kewirausahawan, yaitu bahwa kewirausahawan ini mencakup keseluruhan bentuk organisasional. Tidak ada satu bentuk organisasi yang dapat mengklaim atau memonopoli kewirausahaan.
Sumber kompleksitas kedua, yaitu bahwa konsep perubahan adalah bersifat relatif untuk beberapa benchmark (Audretsch, 2002). Apa yang dipersepsikan sebagai perubahan bagi seseorang atau organisasi belum tentu mencakup sebuah praktik baru bagi industri. Atau hal itu merepresentasikan perubahan untuk industri domestik, tetapi bukan untuk industri global. Oleh karena itu, konsep kewirausahaan melekat dalam cakupan lokal (local context). Pada waktu yang bersamaan, nilai kewirausahaan dibentuk pula oleh benchmark lainnya yang relevan. Aktivitas kewirausahaan yang dianggap ‘baru’ menurut seseorang, tetapi bisa saja ‘tidak baru’ bagi perusahaan atau industri , yang mana kesemua hal ini bisa membatasi nilai inovasinya.
Dengan demikian, salah satu ciri yang menonjol dari konsep kewirausahaan yaitu lintas analisis terhadap sejumlah unit yang  penting. Pada satu tahap, kewirausahaan mencakup berbagai keputusan dan tindakan perorangan. Individu secara perorangan ini bisa bertindak sendiri atau di dalam konteks sebuah kelompok. Pada tahap yang lain, kewirausahaan mencakup unit analisis pada tingkat indutri, juga dapat pada tingkatan  yang lebih lebar, seperti kota, kabupaten, propinsi  dan negara.

                                                                                    Jakarta, 18 Januari 2012
                                                                                                Faisal Afiff

0 komentar:

Posting Komentar