.


This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selamat Bergabung di Situs Motsy Totsy.

Situs ini menyajikan berbagai jenis informasi seputar kemanajerialan dan kepemimpinan. Selain itu, situs ini juga mempublikasikan berbagai jenis hasil karya Prof. Dr. Faisal Afiff, Spec. Lic. baik dalam bentuk jurnal ilmiah, makalah, buku, materi perkuliahan sarjana dan pascasarjana.

Selamat berselancar dan pastikan anda merupakan bagian dari mitra kami.

Selasa, 24 April 2012

Rangkaian Kolom Kluster I: Kewirausahaan dan Ekonomi Kreatif


KEWIRAUSAHAAN DAN EKONOMI KREATIF
Konsep Ekonomi Kreatif adalah sebuah konsep di era ekonomi baru yang penopang utamanya adalah informasi dan kreativititas dimana ide dan stock of knowledge dari Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor produksi utama dalam kegiatan ekonomi. Perkembangan tersebut boleh dikatakan sebagai dampak dari struktur perekonomian dunia yang tengah mengalami gelombang transformasi teknologi dengan laju yang cepat seiring dengan pertumbuhan ekonomi, dari yang tadinya berbasis Sumber Daya Alam (SDA) diikuti menjadi berbasis Sumber Daya Manusia (SDM), dari era genetik dan ekstraktif ke era manufaktur dan jasa informasi serta perkembangan terakhir masuk ke era ekonomi kreatif. Namun demikian konsep tentang ekonomi kreatif, rupanya bukan konsep yang sama sekali baru, secara tersirat dalam risalah klasiknya tahun 1911, melalui Theorie der wirtschaftlichen Entwicklungen (Teori Pembangunan Ekonomi), Schumpeter mengusulkan sebuah teori tentang “creative destruction”. Teori ini menyatakan bahwa perusahaan baru dengan spirit kewirausahaan muncul dan menggantikan perusahaan lama yang kurang inovatif. Fenomena ini selanjutnya mengarahkan dinamika kehidupan dunia usaha ke tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Mungkin yang berbeda saat ini, konsep tentang ekonomi kreatif nampak lebih eksplisit yang menandai era baru peradaban dan terdefinisikan dengan baik, serta secara faktual ekonomi kreatif merupakan fenomena dan tren pilihan alternatif terutama dalam memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi global di era millenium ke tiga ini.   Untuk itu Department of Culture, Media, and Sport (DCMS) mendefinisikan Industri kreatif sebagai: “Creative Industries as those industries which have their origin in individual creativity, skill & talent, and which have a potential for wealth and job creation through the generation and exploitation of intellectual property and content (Creatif Industries Task Force, 1998). Secara lebih lugas  Howkins mendefinisikan ekonomi kreatif sebagai kegiatan ekonomi dimana input dan outputnya adalah gagasan. Atau dalam satu kalimat yang  singkat, esensi dari kreativitas adalah gagasan. Agaknya baik konsep kewirausahaan maupun konsep ekonomi kreatif terdapat unsur benang merah yang sama, yakni terdapat konsep kreativitas, ide atau gagasan serta konsep inovasi. Kreativitas adalah proses berfikir dan menggugah inspirasi dengan cara yang berbeda dari biasanya, dimana seseorang tertantang untuk  dapat melahirkan suatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata yang relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya. Kreativitas dalam bisnis adalah bagimana cara menerapkan kreativitas dalam pekerjaan yang sedang kita lakukan agar  dapat memunculkan produk, prosedur dan struktur baru sekaligus meningkatkan cara kerja kita kearah yang lebih baik. Apa yang dibutuhkan oleh bisnis adalah penerapan proses kreatif pada masalah, isu, kesempatan dan peluang yang ada pada saat ini. Sementara produk kreatif, adalah kemampuan untuk melahirkan sesuatu benda atau hal yang sebelumnya sama sekali belum ada untuk dipergunakan. Ide yang kreatif dikaitkan dengan ide yang baru, yakni paling tidak untuk orang yang bersangkutan ide kreatif ini dapat melibatkan sebuah usaha penggabungan dua hal atau lebih ide-ide secara langsung (John Adair, 1996) Adapun Inovasi adalah proses menemukan atau mengimplementasikan sesuatu yang baru ke dalam situasi yang baru. Konsep kebaruan ini berbeda bagi kebanyakan orang karena sifatnya relatif, yakni apa yang dianggap baru oleh seseorang atau pada suatu konteks dapat menjadi sesuatu  hal lama bagi orang lain dalam konteks lain. Inovasi adalah memikirkan dan melakukan sesuatu yang baru dan menambah atau menciptakan nilai atau manfaat baru dalam perspektif sosial-ekonomik. Untuk menghasilkan perilaku inovatif, seseorang harus melihat inovasi secara mendasar sebagai proses yang dapat dikelola (John Adair,1996), yang merupakan bagian penting dalam keunggulan bersaing. Inovasi biasanya melibatkan lebih dari satu orang, yang mengisyaratkan adanya kegunaan dan keuntungan yang ingin diraih dan dimiliki oleh sebagian besar organisasi. Namun demikian, ide adalah dasar dari inovasi, dan ide berasal dari individu yang kreatif, maka individu yang kreatif dapat membantu orang lain menjadi kreatif pula, sehingga ide dapat diperoleh dengan lebih banyak dan lebih baik sebagai masukan bagi proses inovasi. Kreativitas dan inovasi berada pada wilayah domain yang sama, tetapi secara definitif memiliki batasan yang tegas. Kreativitas merupakan langkah pertama menuju inovasi  yang terdiri atas berbagai tahapan. Kreativitas berkaitan dengan produksi kebaruan dan ide yang bermanfaat, sedangkan inovasi berkaitan dengan produksi atau adopsi ide yang bermanfaat untuk diimplementasikan.
Bertolak dari fakta dialektika siklus sejarah dan siklus peradaban, senantiasa akan muncul terobosan yang mendobrak kemapanan sebagai faktor terjadinya dis-ekuilibrium, yang didorong vitalitas dan kreativitas yang memicu lahirnya ide dan inovasi sesuai ciri jamannya.  Alvin Toffler dalam bukunya yang berjudul The Third Wave menyebutkan bahwa ada tiga era di dalam dunia ini, pertama era pertanian, kedua era industri dan terakhir adalah era informasi. Era industri dimulai ketika James Watt menemukan mesin uap – sebagai ide inovatif – yang pada akhirnya mampu menggerakkan mesin-mesin berat  yang kemudian merubah seluruh tatanan kapitalis yang ada pada saat itu. Seiring dengan semakin cepatnya perkembangan teknologi, informasi semakin memegang peranan penting dalam perkembangan zaman sehingga dibutuhkan suatu sistem yang menangani perpindahan informasi bukan saja harus akurat tetapi juga harus cepat. Perpindahan informasi yang sangat cepat antar individu menjadi titik dimulainya zaman baru yang dinamakan era informasi. Pada era informasi, mobilitas dan aksesibilitas informasi perlu dibarengi dengan infrastruktur terkait yang berfungsi sebagai penggerak zaman baru. Dalam upaya mengantisipasi perkembangan yang sangat cepat di bidang teknologi informasi dan komunikasi (ICT), maka  bangsa Indonesia pun tidak mau ketinggalan  oleh derap kemajuan tersebut, yaitu bersaing untuk memiliki sistem jaringan  ICT yang terpadu dan menyeluruh.  Terpadu artinya mencakup seluruh bidang dan aspek yang ada dalam kehidupan sehari-hari, dan menyeluruh berarti sistem jaringan ICT ini dapat diakses oleh setiap orang tanpa terkecuali.  Revolusi ICT ini telah membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan dan banyak orang percaya hal ini akan menjadi suatu periode sejarah yang penting dibandingkan dengan revolusi industri, dengan tidak menganggap remeh dampak yang diakibatkannya. Di dunia barat sendiri, memang tengah terjadi pergeseran orientasi ekonomi,   dengan alasan yang cukup jelas, yaitu telah menyusutnya lahan pertanian dinegara maju,  dibarengi standar hidup yang tinggi menyebabkan biaya operasional pabrik besar dinegara-negara maju menjadi semakin mahal sehingga pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, mesin-mesin canggih yang optimal akan sangat membantu mengurangi biaya-biaya manusia. Teknologi informasi pun telah mampu meratakan dunia dan bahkan melipat dunia, melintas batas-batas jarak dan waktu. Negara-negara maju secara gegap gempita mencanangkan lahirnya era globalisasi. Dengan mengandalkan kekuatan modal besar, negara maju dapat mendirikan pabrik-pabriknya di negara lain yang tenaga kerjanya lebih murah, dan tentu saja negara maju tidak perlu lagi disesaki dengan asap polusi industri dan limbah industri. Hal ini didukung oleh pendapat  pakar Richard Florida bahwa: ”kita (bangsa Amerika) walaupun masih memiliki, tetapi tidak lagi dapat mengandalkan Sumber Daya Alam (SDA) dan supremasi industri manufaktur, dimana Jepang dan Cina telah sukses menciptakan efisiensi dalam bidang manufaktur dengan biaya operasional yang sulit ditandingi”. Dari realitas ini dan penelitian-penelitian statistik canggih, maka mereka telah berhasil mengidentifikasi bahwa konsep dan gagasan kreatif merupakan modal baru bagi perkonomian di negara-negara maju. Setelah diteliti ternyata ekonomi kreatif telah mampu menjadi sumber pertumbuhan ekonomi yang mengesankan. Munculnya konsep ekonomi kreatif, merupakan perkembangan lebih lanjut dari tumbuhnya ekonomi diseputar industri kreatif, sebagaimana dikatakan Howkins, bahwa ekonomi baru telah tumbuh di seputar industri kreatif yang dikendalikan oleh hukum kekayaan intelektual seperti paten, hak cipta, merek, royalti dan desain. Dengan demikian, ekonomi kreatif merupakan pengembangan konsep yang berlandaskan sumber aset kreatif yang telah berfungsi secara signifikan meningkatkan pertumbuhan potensi ekonomi.  Di Indonesia sendiri, PDB industri kreatif menduduki peringkat ke-7 dari 10 lapangan usaha utama yang ada. PDB industri kreatif saat ini masih didominasi oleh kelompok fesyen, kerajinan, periklanan, desain, animasi, film, video dan fotografi, musik, serta permainan interaktif. Agaknya Indonesia perlu terus mengembangkan industri kreatif dengan suatu alasan, bahwa industri kreatif telah memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan. Selain itu, industri kreatif menciptakan iklim bisnis yang positif dan membangun citra serta identitas bangsa. Di pihak lain, industri kreatif berbasis pada sumber daya yang terbarukan, menciptakan inovasi dan kreativitas yang merupakan keunggulan kompetitif suatu bangsa serta memberikan dampak sosial yang positif.
Dari dimensi subjek perilaku individual, kewirausahaan pada hakekatnya adalah sifat, ciri dan watak seseorang yang memiliki  kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif. Untuk memenangkan persaingan, maka seorang wirausahawan harus memiliki daya kreativitas yang tinggi.  Daya kreativitas tersebut seyogyanya dilandasi oleh cara berpikir yang maju, penuh dengan gagasan-gagasan baru yang berbeda dengan produk-produk yang telah ada selama ini dipasar. Gagasan-gagasan kreatif umumnya tidak dapat dibatasi oleh ruang, bentuk ataupun waktu. Justru seringkali ide-ide jenius yang memberikan terobosan-terobosan baru dalam dunia usaha awalnya adalah dilandasi oleh gagasan-gagasan kreatif yang kelihatannya mustahil. Namun, gagasan-gagasan yang baikpun, jika tidak diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, hanya akan menjadi sebuah mimpi. Gagasan-gagasan yang jenius umumnya membutuhkan daya inovasi yang tinggi dari wirausahawan yang bersangkutan. Kreativitas yang tinggi tetap membutuhkan sentuhan inovasi agar laku dipasar. Inovasi yang dibutuhkan adalah kemampuan wirausahawan dalam menambahkan  guna atau manfaat terhadap suatu produk (nilai) dan menjaga mutu produk dengan memperhatikan “market oriented” atau apa yang sedang laku dipasaran. Dengan bertambahnya guna atau manfaat pada sebuah produk, maka meningkat pula daya jual produk tersebut di pasar, karena adanya peningkatan nilai ekonomis bagi produk tersebut bagi konsumen. Oleh karena itu tidak berlebihan jika OECD (1998) mendefinisikan wirausahawan sebagai berikut: “Wirausahawan adalah agen perubahan dan pertumbuhan di dalam sebuah pasar suatu sistem perekonomian yang berfungsi mempercepat penciptaan, penyebaran dan penerapan gagasan-gagasan inovatif, sehingga entrepreneurs not only seek out and identify potentially profitable economics opportunities but also willing to take risks to see if their hunches are right”.
Untuk menjadi wirausahawan yang berhasil, maka persyaratan utama yang harus dipenuhi adalah memiliki jiwa dan watak kewirausahaan. Jiwa dan watak kewirausahaan tersebut dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan, atau kompetensi. Kompetensi itu sendiri ditentukan oleh pengetahuan dan pengalaman berbisnis. Seorang wirausahawan adalah seseorang yang memiliki jiwa dan kemampuan tertentu dalam berkreasi dan berinovasi. Ia adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create the new and different) atau kemampuan kreatif dan inovatif. Kemampuan kreatif dan inovatif tersebut secara  riil tercermin dalam kemampuan dan kemauan untuk memulai berbisnis (start-up), kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang baru (creative), kemauan dan kemampuan untuk  mencari peluang (opportunities), kemampuan dan keberanian untuk menanggung risiko (risk bearing) dan kemampuan untuk mengembangkan ide dan meramu sumber daya yang tersedia.   Kemauan dan kemampuan tersebut diperlukan terutama untuk:
1.      Melakukan proses/teknik baru (the new technique);
2.      Menghasilkan produk atau jasa baru (the new product or new service);
3.      Menghasilkan nilai tambah baru (the new value added);
4.      Merintis usaha baru ( the new business) yang mengacu pada pasar; dan
5.      Mengembangkan organisasi baru (the new organization).
Hal ini sejalan dengan ciri munculnya kelompok wirausahawan inovatif sebagaimana disinyalir Schumpeter, sebagai reaksi terhadap kubu perusahaan berskala  besar yang  resisten terhadap perubahan, sebagaimana ditulis dalam risalah klasiknya tahun 1942, Capitalism and Democracy, dimana situasi memaksa para wirausahawan untuk memulai mendirikan perusahaan baru dalam mewujudkan kegiatan inovatif. Dengan demikian fungsi para wirausahawan adalah melakukan pembaruan atau merombak pola produksi dengan menggali suatu invensi (penemuan dan pendekatan yang benar-benar baru), atau secara lebih umum, menerapkan suatu teknologi yang belum pernah digunakan untuk menghasilkan produk baru atau produk lama melalui suatu cara yang baru. Pada umumnya untuk mengimplementasikan hal-hal baru ini relatif sulit dan merupakan suatu fungsi ekonomi yang berbeda namun nyata. Pertama, karena hal tersebut berada di luar kebiasaan dan tugas rutin, dan kedua, terdapat tantangan dari lingkungan yang bersifat resistan. Dengan demikian, kegiatan wirausaha adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis, mengumpulkan sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat dan mengambil keuntungan dalam rangka meraih sukses. Kewirausahaan pada hakekatnya adalah sifat, ciri dan watak seseorang yang memiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif. Untuk memenangkan persaingan, maka seorang wirausahawan harus memiliki daya kreativitas yang tinggi.  Daya kreativitas tersebut sebaiknya dilandasi oleh cara berpikir yang maju, penuh dengan gagasan-gagasan baru yang berbeda dengan produk-produk yang telah ada selama ini di pasar. Gagasan-gagasan yang kreatif umumnya tidak dapat dibatasi oleh ruang, bentuk ataupun waktu. Justru seringkali ide-ide jenius yang menghasilkan terobosan baru dalam dunia usaha dilandasi oleh gagasan kreatif yang tadinya dianggap mustahil. Namun perlu disadari pula, bahwa konsep perubahan bersifat relatif, apa yang dipersepsikan sebagai perubahan bagi seseorang atau organisasi belum tentu mencakup sebuah praktik baru bagi industri. Atau hal itu merepresentasikan perubahan untuk industri domestik, tetapi bukan untuk industri global. Oleh karena itu, konsep kewirausahaan melekat dalam cakupan lokal (local context). Pada waktu yang bersamaan, nilai kewirausahaan dibentuk pula oleh kemauan melakukan benchmark  secara relevan. Aktivitas kewirausahaan yang dianggap ‘baru’ menurut seseorang, tetapi bisa saja ‘tidak baru’ bagi perusahaan atau industri, yang mana kesemua hal ini bisa membatasi nilai inovatifnya.
Menurut pakar Richard Florida, adalah tidak cukup bila pihak swasta dan pemerintah hanya berfikir untuk membangun kawasan industri yang canggih, kemudian dengan sendirinya akan segera tercipta suatu lingkungan kreatif yang kondusif. Dibutuhkan pengetahuan dan kemampuan lebih, untuk mampu melihat penciptaan ekonomi dari beberapa sudut, yaitu dari sudut ekonomi itu sendiri, dari sisi teknologi dan dari sisi artistik & kreatif. Disetiap daerah yang memiliki tingkat ekonomi tinggi seyogyanya memiliki karakter-karakter yang terdiri dari 3 komposisi ini. Oleh karena itu maka Florida menawarkan konsep 3T, yaitu: talenta, toleransi dan teknologi. Pertama, talenta, yaitu untuk menghasilkan sesuatu yang berdaya saing, dibutuhkan SDM yang baik dengan sejumlah potensi bakat atau talenta. Orang dengan talenta tinggi pada gilirannya akan memiliki penghasilan tinggi dari gagasan-gagasan kreatifnya. John Howkins menyebut mereka sebagai orang-orang yang hidup dari penciptaan gagasan dan mengeksploitasinya dengan berbagai cara. Florida mengklasifikasi kelas ini, ada yang bernuansa latar belakang akademik (universitas), ada yang berorientasi teknologi, ada yang bernuansa artistik (bohemian), pendatang (imigran & warga negara keturunan etnis tertentu) dan bahkan sampai pada yang bernuansi orientasi sex. Tom Peters dengan gayanya yang khas dan nada humor mengatakan: bila anda ingin inovatif, gampang saja, bergaulah dengan orang-orang aneh dan anda akan bertambah kreatif. Akan tetapi jika anda bergaul dengan orang-orang yang membosankan, anda akan semakin membosankan juga. Kedua, toleransi, sebelum era ekonomi kreatif ini teridentifikasi, orang beranggapan bila ingin mendapat pekerjaan sebaiknya pindah kesuatu daerah dimana terdapat konsentrasi kawasan industri (aglomerasi). Boleh jadi pendapat tersebut tetap berlaku, namun Florida mengatakan, bahwa saat ini lapangan pekerjaan akan tercipta justru di tempat-tempat dimana terdapat konsentrasi yang tinggi dari para pekerja kreatif, bukan kebalikannya. Orang dengan talenta tinggi memiliki daya tawar yang tinggi. Mereka memiliki banyak alternatif karena permintaan tinggi. Bila mereka ditawari pekerjaan di daerah-daerah yang sepi dan membosankan, mereka cenderung akan menolak, maka yang lebih berkepentingan adalah “user” dari pekerja kreatif ini dan user akan mengalah, asalkan mereka mendapat SDM yang berkualitas. Bahkan dengan perkembangan internet, maka para pekerja masa kini tidak perlu masuk ke kantor, cukup bekerja jarak jauh baik di cafe maupun di rumah mereka. Seperti yang dianalogikan oleh Tom Peter berikut ini: bayangkan anda membangun sebuah stadion olah raga yang sangat canggih disuatu kota, tapi tidak ada kelompok sepak bola yang handal dikota itu. Apakah penonton akan datang ke kota tersebut untuk melihat pertandingan yang tidak bermutu? Tentu tidak. Apa hubungannya dengan toleransi? Ini berkaitan dengan iklim keterbukaan. Bila suatu daerah memiliki tingkat toleransi yang tinggi terhadap gagasan-gagasan yang gila dan kontroversial, serta mendukung orang-orang yang berani berbeda, maka iklim penciptaan kreativitas dan inovasi akan semakin kondusif, karena para pekerja kreatif dapat bebas mengekpresikan gagasannya. Termasuk dalam toleransi adalah kemudahan untuk memulai usaha baru dan ketersediaan simpul-simpul solusi finansial untuk mengembangkan bisnis.  Ketiga, teknologi, agaknya teknologi sudah menjadi keharusan dan berperan dalam mempercepat, meningkatkan kualitas dan mempermudah kegiatan bisnis dan berinteraksi-sosial. Dewasa ini semakin banyak pekerjaan manusia yang digantikan oleh teknologi, dimana manusia adalah operatornya yang lebih banyak memiliki waktu untuk memikirkan gagasan-gagasan baru. Jika pernyataan ini saya balik, maka menjadi demikian: semakin manusia direpotkan oleh aktivitas fisik dan tidak dibantu oleh teknologi, maka sebagian besar waktu manusia akan habis terbuang untuk urusan teknis. Pendeknya, teknologi akan menunjang produktivitas. Dengan demikian, kemudahan mengakses dan membeli teknologi, transfer teknologi adalah faktor penting dalam pembangunan ekonomi kreatif.  Dari uraian diatas semakin jelas, bahwa terdapat hubungan yang sangat dekat dan saling keterkaitan antara kewirausahaan dan penciptaan pertumbuhan ekonomi kreatif. Suatu perkembangan industri kreatif dan pertumbuhan ekonomi kreatif dapat berlangsung, jika ditopang dan dinafasi oleh para wirausahawan sejati yang kreatif dan inovatif. Kenapa tidak? Kita tularkan virus kreatif – atau virus n’ach versi David Mc’Clelland yakni kepada para pelaku dunia koperasi dan UKM, dan sektor lainnya agar tergugah, tidak ketinggalan pula dunia pendidikan agar segera mengambil langkah kepeloporan, dengan mengubah gaya pembelajaran yang lebih menstimulasi kreativitas.
Last but not least, sebagaimana dikatakan pakar Richard Florida, bahwa insan kreatif bertalenta dapat muncul antara lain dari mereka yang berlatar-belakang akademik. Beranjak dari pendapat ini, suatu tantangan bagi para alumni suatu perguruan tinggi, baik ia selaku tenaga pendidik, peneliti, rohaniawan dan manajer serta juga para usahawan, kalangan birokrat dan militer untuk mampu membuktikan dirinya sebagai wirausahawan yang tangguh serta berguna dan bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, negara, dunia dan bahkan kehidupan alam semesta.

                                                                                              Jakarta, 24 April 2012
                                                                                                          Faisal Afiff

Selasa, 17 April 2012

Rangkaian Kolom Kluster I: Komunikasi Dalam Organisasi


KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI
Semua gagasan besar manajemen hanya akan terhenti di dibelakang meja saja, apabila para pemimpin tidak memiliki kemampuan penyampaian pesan melalui komunikasi. Rencana seorang pemimpin boleh jadi yang terbaik di dunia, tetapi apabila tidak dapat dikomunikasikan, kesemua hal itu menjadi tidak berharga. Padahal suatu komunikasi yang efektif dapat mendorong timbulnya prestasi lebih baik dan memicu kepuasan kerja. Komunikasi adalah jembatan “arti” diantara para pekerja sehingga mereka dapat berbagi hal yang dirasakan dan perlu untuk diketahui. Dengan menggunakan jembatan ini, seorang pekerja dapat menyeberangi sungai kesalahpahaman dengan selamat dari ancaman yang dapat mencerai-beraikan mereka. Hal terpenting dalam komunikasi adalah paling sedikit harus melibatkan dua orang, yakni adanya pengirim (sender) dan adanya penerima (receiver). Dalam konteks bekerja, seorang eksekutif berkata, produktivitas akan muncul apabila para pekerja mengetahui apa yang mereka lakukan, dan hal tersebut akan menguntungkan apabila mereka mengkomunikasikannya kembali. Dalam penyampaian pesan komunikasi setidaknya ada enam langkah yang perlu diperhatikan. Pertama, mengembangkan gagasan, dalam hal ini gagasan yang ingin disampaikan diwakili oleh tanda (sign), misalnya  dipampang dalam dinding kantor slogan dalam kalimat “pikir dahulu sebelum berbicara”. Kedua, penyandian (encoding), yaitu menyandikan gagasan menjadi kata-kata, bagan atau simbol lain yang pantas untuk disampaikan. Dalam hal ini pengirim menentukan cara penyampaian agar kata-kata dan simbol dapat ditata dengan baik melalui media penyampaian. Suatu percakapan tatap muka tentunya akan ditata secara berbeda dengan penyampaian melalui memorandum tertulis. Ketiga, media penyampaian, yaitu menentukan sarana atau media yang dipilih dalam menyampaikan pesan, seperti melalui memo, telepon, atau hubungan pribadi. Dalam upaya ini pengirim berusaha menjaga agar saluran komunikasi mereka bebas hambatan, sehingga pesan tersebut berpeluang dipahami dengan baik dan menarik perhatian penerima pesan. Keempat, penerimaan, yaitu suatu bentuk penerimaan pesan yang menuntut peran dan inisiatif dari sisi penerima pesan. Apabila pesan itu adalah pesan lisan, maka para penerima perlu menyimak isi pesan sehingga pesan tersebut tidak kabur atau bahkan lenyap. Kelima, pengolahan sandi (decoding), yaitu proses pengolahan sandi agar pesan yang disampaikan dapat difahami. Secara ideal seorang pengirim pesan ingin agar pesan yang disampaikannya dapat diterima persis seperti yang dimaksudkan. Apabila pengirim menyampaikan segi empat sama sisi, namun dalam pengolahan pesan menghasilkan sebuah lingkaran, maka pesan tersebut telah sampai namun tidak dipahami dengan baik. Keenam, penggunaan, yaitu suatu proses pemanfaatan pesan yang sampai ke penerima, yang digunakan dalam rangka pelaksanaan tugas yang ditetapkan, yang pada gilirannya apakah pesan tersebut perlu disimpan sebagai informasi atau cukup diabaikan saja. Para pengirim pesan senantiasa berkomunikasi dengan seksama, karena komunikasi merupakan bentuk penyingkapan diri yang ampuh kepada orang lain. Melalui komunikasi akan terungkap pula tentang jenis orang yang berkomunikasi, cara berfikir dan pandangan hidup seseorang. Dalam konteks organisasi para pengirim pesan – dalam hal ini katakanlah seorang pemimpin - ingin agar penerima pesan menyambut baik pesan komunikasi mereka sehingga kerja sama dan motivasi dapat ditingkatkan. Demikian juga halnya, para pengirim pesan menginginkan suatu umpan balik untuk mengetahui seberapa baik pemahaman pesan dan bagaimana pemanfaatannya. Meskipun pihak penerima pesan dan umpan balik tidak terlalu esensial dalam suatu komunikasi, namun hal tersebut penting bagi hubungan kerja yang efektif secara jangka panjang. Dari sisi penerima pesan, bagaimana agar suatu pesan dapat difahami dan ditanggapi dengan baik, dimanfaatkan, serta memberi umpan balik kepada pengirim pesan sehingga komunikasi menjadi efektif. Apabila komunikator menyampaikan pesan dan penerima pesan memberikan umpan balik kepada pihak pengirim, maka hal ini boleh dikatakan telah terjadi komunikasi dua arah yang efektif. Suatu putaran komunikasi yang berjalan tuntas, maka pesan mengalir dari pengirim kepada penerima pesan dan kembali kepada pengirim pesan dalam proses komunikasi. Komunikasi dua arah memiliki pola bolak-balik yang serupa dengan permainan bulu tangkis, dimana pembicara mengirim suatu pesan dan tanggapan penerima kembali kepada pembicara. Hasilnya adalah berkembangnya tahap demi tahap, dimana seorang pembicara dapat menyesuaikan dengan pesan selanjutnya agar cocok dengan tanggapan sebelumnya dari pihak penerima. Adanya kesempatan untuk menyesuaikan dengan pihak penerima merupakan manfaat besar suatu komunikasi dua arah dibandingkan dengan komunikasi satu arah. Komunikasi dua arah menimbulkan pemahaman yang lebih baik dari kedua belah pihak. Namun demikian dalam komunikasi dua arah bukan tidak ada masalah, secara tidak disadari seseorang yang terlibat dalam  perdebatan dan terdapat perbedaan pendapat tentang suatu hal, tanpa  disadari bahwa sebenarnya mereka sadang berkomunikasi dua arah, sehingga lupa mengambil manfaat dari konteks komunikasi dua arah ini. Namun sebaliknya, kemudian disadari bahwa komunikasi dua arah akan membantu memberi pengertian hakikat perbedaan diantara mereka. Dalam proses komunikasi ini terdapat pula apa yang disebut dengan disonansi kognitif, yaitu sejenis konflik dan kecemasan internal yang timbul pada saat seseorang menerima informasi yang tidak sesuai dengan sistem nilai mereka atau dengan keputusan sebelumnya, atau dengan informasi lain yang mungkin mereka miliki. Untuk menghindari disonansi tersebut, orang biasanya berusaha memperoleh masukan komunikasi baru, mengubah penafsiran, memutar balikan keputusan atau mengubah prinsip mereka. Lebih jauh lagi mereka bisa saja menolak untuk mempercayai masukan yang tidak sesuai tersebut atau bahkan merasionalisasikannya dengan cara yang keliru.
Perlu juga disadari, bahwa hampir semua komunikasi berbentuk simbolik yang menunjukkan arti atau makna tertentu. Suatu simbol dapat dikatakan sebagai peta yang menguraikan suatu wilayah, namun simbol itu sendiri bukanlah wilayah  sesungguhnya yang menuntut tafsiran lebih lanjut. Katakanlah kata “harimau” tentu tidak kelihatan harimau, auman harimau, dan bau harimau yang sebenarnya, namun arti kata “harimau” sebagai simbol telah mewakili sosok harimau. Arti dan tafsir yang ditangkap oleh penerima pesan akan bergantung pada pengalaman dan sikap mereka, bukan pada pengalaman dan sikap komunikator. Apabila dalam pengalaman pihak penerima suatu simbol memiliki makna X maka upaya komunikator yang bersikeras ingin menggunakan simbol yang bermakna Y  akan mengalami kesulitan untuk dapat dipahami oleh penerima pesan. Oleh karena itu dalam berkomunikasi, latar belakang dan sikap penerima pesan perlu diperhatikan dengan baik. Bahkan apabila pihak penerima pesan berusaha keras untuk memahami pesan, terdapat sejumlah gangguan yang dapat membatasi pemahaman pihak penerima yang disebut sebagai hambatan dalam berkomunikasi. Hambatan tersebut bisa bersifat pribadi, fisik, maupun semantik. Hambatan pribadi adalah ganguan komunikasi yang timbul dari emosi, nilai, dan kebiasaan menyimak yang tidak baik. Dalam situasi kerja, perasaan pribadi dapat membatasi komunikasi dengan orang lain, dalam hal ini sering adanya jarak psikologis diantara para pekerja yang seolah serupa dengan jarak fisik. Keangkuhan si  A  yang berbicara dengan si  B, dimana si  B  tidak senang dengan nada bicara si  A,  maka rasa ketidak senangan ini dapat memisahkan mereka dalam jarak psikologis walaupun mereka berdekatan secara fisik. Disadari atau tidak emosi seseorang sering berfungsi sebagai filter dalam hampir seluruh jalinan komunikasi. Ada kalanya seseorang hanya ingin melihat dan mendengar hal yang secara emosional ingin dilihat dan didengar, begitu juga sebaliknya, sehingga komunikasi tidak dapat dipisahkan dari kepribadian kita. Kita sering mengkomunikasikan penafsiran tentang realitas ketimbang realitas itu sendiri, artinya komunikasi diantara dua orang akan berjalan efektif, apabila persepsi seorang pengirim pesan dan persepsi penerima pesan berlangsung cukup sejalan. Adapun hambatan fisik adalah suatu gangguan komunikasi yang terjadi dilingkungan tempat berlangsungnya proses komunikasi, misalnya saja suara bising yang mendadak dan mengaburkan keutuhan pesan lisan. Sementara hambatan fisik lainnya adalah jarak diantara para pekerja, dinding penyekat, atau gangguan udara yang mengaburkan pesan radio. Para pekerja yang mengetahui kapan terjadinya gangguan fisik ini akan berusaha mengatasinya. Adapun hambatan semantik dapat timbul sebagai adanya keterbatasan simbol yang kita komunikasikan. Sebagaimana diketahui, suatu simbol memiliki keanekaragaman arti dimana kita harus memilih satu arti dari yang banyak itu. Ketika kita memilih arti yang salah maka kesalahfahaman dapat timbul. Seringkali kita menafsirkan suatu simbol atas dasar asumsi kita, bukan atas dasar fakta sebagai dasar kita membuat kesimpulan. Kita sering mengambil suatu kesimpulan tanpa menunggu sampai seluruh komunikasi mengandung fakta yang sesungguhnya. Dalam kaitan ini, sebelum melakukan kesimpulan, kita perlu berhati-hati dan perlu menimbang kembali apabila timbul keraguan tentang kesimpulan yang kita ambil dengan mencari umpan balik yang lebih utuh terlebih dahulu. Sebagai contoh dalam pemberitaan media akhir-akhir ini, kita sering disajikan berita sebagai suatu kesimpulan dan bukan fakta, misalnya dalam kasus suap petugas KPK atau pihak lain yang tertangkap basah dalam kasus serupa yang melibatkan orang yang secara faktual tidak bersalah.
Metode komunikasi lain yang sering dipergunakan dalam situasi pekerjaan, yaitu penggunaan kata-kata. Banyak diantara para pekerja yang menggunakan lebih dari 50% waktu mereka dalam bentuk komunikasi dengan menggunakan kata-kata. Kesulitan sering muncul dikarenakan hampir setiap kata mengandung sejumlah arti. Arti ganda sering muncul ketika kita mencoba berbicara tentang dunia yang sangat rumit, sedangkan jumlah kata-kata yang digunakan terbatas. Arti sebuah kata mungkin dapat dianggap menghina apabila digunakan dengan suatu cara yang kurang tepat, namun jika digunakan dengan cara yang lain kata tersebut mungkin memiliki arti yang lebih dapat diterima. Demikianlah dalam pribahasa sering dikatakan, bahwa “kata mengandung sejuta makna”. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah “konteks” komunikasi. Suatu kata-kata akan memiliki arti yang lebih pasti apabila kita memahami konteks komunikasi, sehingga arti kata dapat dipersempit dalam batas-batas tertentu. Sebuah kata bisa memiliki begitu banyak arti yang dapat membingungkan sampai pada akhirnya kata tersebut diletakkan dalam konteksnya. Oleh karena itu seorang komunikator yang efektif akan berpusat pada suatu gagasan dan bukan pada kata-katanya, dengan menyadari bahwa kata-kata tidak memiliki arti, dan oranglah yang mengartikannya. Suatu konteks menyediakan arti bagi kata-kata melalui isyarat sosial (social cues) yang dapat diterima orang lain. Isyarat sosial adalah kepingan informasi positif dan negatif dalam lingkungan bekerja yang mempengaruhi cara kita bereaksi terhadap komunikasi. Contoh isyarat sosial adalah nada suara, aksen, serta riwayat menggunakan kata-kata dalam budaya tertentu. Tingkat pemahaman atas semua isyarat itu akan berbeda-beda, bergantung pada kredibilitas sumber, pengalaman yang kaitannya dengan masa lampau, ambiguitas dari isyarat tersebut, serta perbedaan antar individu. Seorang komunikator yang ulung perlu mengetahui konteks dan isyarat sosial dengan baik, karena bahasa atau kata tanpa dibarengi pemahaman akan konteks adalah kabut semantik, sebagaimana kabut yang sesungguhnya, ia akan mengganggu indra dan persepsi kita. Jenis simbol lain adalah gambar, yaitu untuk memperkuat penjelasan komunikasi melalui kata-kata. Suatu organisasi sangat banyak menggunakan gambar khususnya dalam presentasi, seperti cetak biru (blue prints), bagan, peta, film, model tiga dimensi serta sarana serupa lainnya. Gambar biasanya paling efektif apabila dipadukan dengan kata-kata dan gaya tindakan yang dipilih dengan baik untuk menceritakan suatu kisah yang lengkap, maka atas  alasan ini suatu gambar sering disebut juga sebagai alat bantu visual.
Jenis komunikasi lain adalah komunikasi non-verbal dalam bentuk tindakan atau perbuatan. Sebagai contoh adalah bentuk jabat-tangan atau senyuman yang mengandung makna. Seorang pemimpin yang tidak memuji para pekerja atas prestasi kerjanya, atau tidak melakukan tindakan yang telah dijanjikan, pada dasarnya mereka juga sedang mengkomunikasikan sesuatu kepada mereka. Ada kalanya suatu tindakan atau perbuatan lebih mengungkapkan sesuatu yang lebih jelas ketimbang kata-kata, atau dengan kata lain orang akan lebih mempercayai tindakan dari pada kata-kata. Para pekerja yang mengatakan sesuatu, namun yang diperbuat adalah hal lain, bisa saja yang disimak adalah bukan kata-katanya melainkan perbuatannya. Pemimpin yang menganjurkan disiplin dengan kata-kata, namun dalam perbuatan sehari-harinya tidak menggambarkan disiplin yang diucapkannya, maka dalam komunikasi tidak memiliki kredibilitas komunikasi yang baik. Maka kadar perbedaan antara yang dikatakan seseorang dengan apa yang dilakukannya sering disebut dengan kesenjangan kredibilitas komunikasi. Apabila kesenjangan kredibilitas seorang pekerja cukup lebar maka pekerja tersebut akan kehilangan kepercayaan dalam berkomunikasi.
Bagian yang penting dari komunikasi non verbal adalah bahasa tubuh (body language), yaitu mengkomunikasikan arti kepada orang lain dengan bahasa tubuh mereka dalam interaksi antar pribadi. Bahasa tubuh merupakan pelengkap yang penting bagi komunikasi verbal dibelahan dunia manapun. Wajah dan tangan merupakan sumber bahasa tubuh yang sangat penting bagi situasi kerja. Sebagai contoh adalah pandangan mata, gerakan mata, senyuman, muka masam, sentuhan atau kernyit alis. Suatu contoh misalnya, seorang pemimpin yang menampakkan wajah masam ketika seorang pekerja mengajukan saran dapat ditafsirkan oleh pekerja sebagai penolakan, padahal pada saat itu sang pemimpin sedang sakit kepala. Dalam konteks yang tidak tepat senyumanpun sering ditafsirkan sebagai seringai mengejek, ketika seorang pekerja tengah mengalami kegagalan.
Terdapat jenis komunikasi verbal lain yang dikenal dengan istilah pengendalian ekologis (ecological control), yaitu mengubah lingkungan antar pribadi untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Dalam hal ini seorang tamu misalnya, akan merasa disambut dengan baik apabila masuk keruang kantor yang didisain dan tertata dengan rapi, dengan harmoni, pengaturan tata letak, label dan interior yang indah. Pengaturan interior tata letak tersebut sebagai simbol pengakuan akan adanya status yang mempengaruhi persepsi tamu para pekerja atau pemimpin, hanya dengan melihat jenis tumbuh-tumbuhan atau dekorasi dinding saja. Suatu komunikasi diantara para pekerja melalui pembicaraan tatap muka dan dengan tindakan atau perbuatan, secara simbolik jenis komunikasi ini bukan hal yang baru. Namun demikian, para pekerja senantiasa harus belajar banyak tentang cara pemanfaatannya untuk memperbaiki komunikasi. Komunikasi melalui telepon genggam atau internet merupakan penemuan luar biasa, namun perlu disadari bahwa alat tersebut bukan pengganti komunikasi tatap muka ditempat bekerja. Bentuk komunikasi tatap muka lebih menyadiakan banyak kesempatan untuk terjadinya saling memahami secara lebih baik, yaitu dimungkinkannya adanya umpanbalik segera sehingga kedua belah pihak dapat saling menyesuaikan diri. Maka komunikasi tatap muka memiliki informasi lebih kaya ketimbang bentuk komunikasi lainnya.
Suatu komunikasi dapat lebih mudah dipahami jika adanya penyederhanaan terhadap simbol sehingga penerima pesan akan memahaminya dengan mudah, suatu simbol yang disukai oleh penerima pesan akan diterima dengan lebih reseptif. Apabila komunikasi yang ditujukan kepada para pekerja ditulis dalam rumusan yang rumit, maka para pekerja sulit memahami tulisan tersebut sehingga tidak termotivasi membaca dengan teliti. Mengingat tujuan komunikasi adalah untuk dipahami dengan mudah, maka perlu mempertimbangkan agar suatu informasi dapat dibaca dan disesuaikan dengan daya tangkap para pekerja. Melalui pengalaman dan latihan, suatu penyederhanaan dapat dilakukan dengan gaya yang menarik, mudah dibaca dan mudah diingat. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kemampuan menyimak dari penerima pesan. Sering dikatakan mendengar adalah dengan menggunakan telinga, tetapi menyimak dengan menggunakan pikiran. Menyimak yang efektif membantu penerima pesan mengambil gagasan yang persis sama seperti yang dimaksudkan oleh pengirim pesan. Para pekerja biasanya rata-rata menggunakan lebih dari 30% waktu mereka untuk menyimak, dengan demikian menyimak merupakan bagian yang penting dari pekerjaan mereka. Akan tetapi, suatu proses menyimak ternyata lebih efektif untuk memahami gagasan umum tentang berbagai masalah operasional jangka pendek, dan kurang efektif untuk menerima dan menyimpan banyak rincian data dan kata. Begitu juga kebanyakan dari para pekerja lebih suka mengungkapkan gagasan ketimbang menyimak hal yang dikemukakan orang lain, bagaimana pun proses menyimak mempunyai arti yang penting bagi terjadinya pemahaman diantara para pekerja.
Suatu organisasi tidak akan terwujud tanpa adanya komunikasi. Karena komunikasi adalah penyampaian informasi atau pemahaman dari seorang pekerja kepada pekerja yang lain, atau dari seorang atasan kepada bawahan dan sebaliknya. Komunikasi diantara pemimpin perlu dikembangkan mengingat pemimpin berada agak jauh dari titik pelaksanaan pekerjaan, namun demikian mereka adalah pengambil keputusan yang kompeten. Demikian pula halnya, hampir semua informasi penting dan berbobot kebanyakan terdapat dikelompok para pemimpin. Disamping itu pengaruh manajerial dari seorang pemimpin lebih besar daripada pengaruh para pekerja secara umum. Komunikasi diantara para pemimpin diperlukan demi kepentingan komunikasi para pemimpin itu sendiri, dimana mereka membutuhkan komunikasi dan pemahaman yang akurat terhadap pesan komunikasi, khususnya dalam posisi mereka sebagai penghubung batas (boundary spaners) yang kuat, yaitu penghubung  mata rantai komunikasi dalam cakupan yang lebih luas dalam posisinya sebagai sumber status dan kekuasaan yang potensial dan kredibel pada mata-rantai komunikasi  organisasi. Artikel ini sengaja kami angkat, mengingat banyak persoalan organisasi, baik di sektor bisnis maupun di sektor publik, dan bahkan juga di sektor pedidikan, pada dasarnya berakar pada kesenjangan komunikasi. Kesenjangan komunikasi ini sering termanifestasikan dalam bentuk lemahnya koordinasi, disintegrasi, ketidak-sinkronan, dan terlebih lagi tingkat kompleksitas malah meningkat, yang kesemuanya menjadi lingkaran-setan yang berdampak pada merosotnya kinerja organisasi, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Oleh karenanya, upaya pro-aktif merupakan hal yang tidak dapat dielakkan lagi, khususnya bagi masyarakat, bangsa dan negara kita tercinta  dalam memasuki era komunikasi  global sebagai keniscayaan conditio-sini-quanon.  Marilah hal ini kita sadari bersama dan disemangati cita-cita luhur, dengan penuh kerendahan hati.

Jakarta, 18 April 2012
Faisal Afiff

Rangkaian Kolom Kluster I: Pilar-Pilar Ekonomi Kreatif

 PILAR-PILAR EKONOMI KREATIF

Ekonomi Kreatif dan Industri Kreatif di Indonesia mulai sering diperbincangkan kira-kira di awal tahun 2006. Dari pihak  pemerintah sendiri, melalui menteri perdagangan RI, Dr Mari Elka Pangestu pada tahun 2006 meluncurkan program Indonesia Design Power di jajaran Departemen Perdagangan RI, suatu program pemerintah yang diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk-produk Indonesia dipasar domestik maupun ekspor. Program ini terus bergulir dengan dicanangkannya tahun 2009 (Inpres No.6/2009) sebagai Tahun Indoneia Kreatif oleh Presiden SBY yang ditandai dengan penyelenggaraan pameran virus kreatif - mencakup 14 sub-sektor industri kreatif - dan pameran pangan nusa 2009 mencakup kreativitas industri pangan Indonesia oleh UKM. Secara serentak dimulai pula Pembuatan PORTAL Ekonomi  Kreatif Indonesia, pembuatan data eksportir, importir, para pengusaha, kalangan asosiasi dan para pelaku industri kreatif serta lembaga pendidikan formal/non-formal berikut pembuatan cetak biru ”Rencana Pengembangan Industri Kreatif Nasional 2025”. Dimuat pula rencana pengembangan 14 sub-sektor industri kreatif tahun 2009-2015 (Inpres No. 6 Tahun 2009) yang mendukung kebijakan Pengembangan Ekonomi Kreatif tahun 2009-2015.  Prioritas pada periode tahun 2009-2014 mencakup 7 kelompok industri kreatif, yaitu Arsitektur, Fesyen, Kerajinan, Layanan Komputer dan Piranti Lunak, Periklanan, Permainan Interaktif serta Riset dan Pengembangan. Tekad pemerintah dipertegas dalam pidato Presiden RI di pembukaaan Pameran Pekan Budaya Indonesia baru-baru ini di Jakarta, yang tengah bersiap-siap menyambut era Ekonomi Kreatif ini, dimana kepala negara menyebutnya sebagai ekonomi gelombang ke-4. Dalam hal ini presiden kita mungkin terilhami oleh pendapat futurolog Alvin Toffler (1980) yang dalam teorinya telah melakukan pembagian peradaban ekonomi kedalam tiga gelombang, yaitu  pertama, sebagai gelombang ekonomi pertanian. Kedua, gelombang ekonomi industri. Ketiga, adalah gelombang ekonomi informasi. Setelah itu Toffler memprediksikan gelombang keempat sebagai gelombang ekonomi kreatif yang lebih berorientasi pada ide atau gagasan kreatif.
Bagi mereka yang biasa mencermati perkembangan, istilah kata “Ekonomi” dan “Kreatif” bukanlah istilah yang baru dalam pendengaran dan perbincangan publik,  sejak dulu – dalam konteks yang terpisah - istilah tersebut sudah tidak asing lagi. Mungkin istilah tersebut menjadi tren baru, ketika kedua istilah tersebut terhubung yang kemudian menghasilkan penciptaan nilai ekonomi dan membuka lapangan pekerjaan baru melalui eksplorasi HAKI, terutama sumbangannya yang signifikan terhadap GDP suatu negara. Boleh jadi istilah Ekonomi Kreatif mulai ramai diperbincangkan sejak John Howkins, menulis buku "Creative Economy, How People Make Money from Ideas". Howkins mendefinisikan Ekonomi Kreatif sebagai kegiatan ekonomi dimana input dan outputnya adalah Gagasan. Atau dalam satu kalimat yang  singkat, esensi dari kreativitas adalah gagasan. Maka dapat dibayangkan bahwa hanya dengan modal gagasan, seseorang yang kreatif dapat memperoleh penghasilan yang relatif tinggi. Tentu saja yang dimaksud dengan gagasan disini adalah karya orisinal dan dapat diproteksi oleh HAKI. Sebagai contoh adalah penyanyi, aktor dan artis, pencipta lagu, atau pelaku riset di bidang mikrobiologi yang sedang meneliti varietas unggul bibit tanaman yang belum pernah ditemukan. Ditandaskan pula oleh ahli ekonomi Paul Romer (1993), bahwa ide adalah barang ekonomi yang sangat penting, lebih penting dari objek yang sering ditekankan di kebanyakan model dan sistem ekonomi. Di dunia yang mengalami keterbatasan fisik ini, adanya penemuan ide-ide besar, yang juga diiringi oleh jutaan ide-ide kecil telah menjadikan ekonomi tetap tumbuh secara dinamis.  Konsep Ekonomi Kreatif merupakan sebuah konsep ekonomi di era ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan stock of knowledge dari Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya. Struktur perekonomian dunia mengalami transformasi dengan cepat seiring dengan pertumbuhan ekonomi, dari yang tadinya berbasis Sumber Daya Alam (SDA) diikuti menjadi berbasis Sumber Daya Manusia (SDM), dari era genetik dan ekstraktif ke era manufaktur dan jasa informasi serta perkembangan terakhir masuk ke era ekonomi kreatif.
Konsep ekonomi kreatif ini juga semakin memberi harapan yang lebih optimistik ketika  seorang pakar dibidang Ekonomi, Dr. Richard Florida dari Amerika Serikat, penulis buku "The Rise of Creative Class" dan "Cities and the Creative Class"  menyatakan: "Seluruh umat manusia adalah kreatif, apakah ia seorang pekerja di pabrik kacamata atau seorang remaja jalanan yang tengah membuat musik hip-hop. Namun perbedaannya adalah pada statusnya (kelasnya), karena ada individu-individu yang secara khusus bergelut dibidang kreatif dan mendapat faedah ekonomi secara langsung dari aktivitas tersebut. Maka tempat di kota-kota yang mampu menciptakan produk-produk baru inovatif tercepat, dapat dipastikan sebagai pemenang kompetisi di era ekonomi kreatif ini”. Pendapat senada juga diutarakan oleh Robert Lucas, pemenang Nobel dibidang ekonomi, yang mengatakan bahwa kekuatan yang menggerakkan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi kota atau daerah dapat dilihat dari tingkat produktivitas klaster orang-orang bertalenta dan kreatif yang mengandalkan kemampuan ilmu pengetahuan yang ada pada dirinya. Dalam hal ini, ekonomi kreatif sering dilihat sebagai sebuah konsep yang memayungi juga konsep lain yang  populer di awal abad ke-21 ini, yaitu Industri Kreatif. Industri kreatif sendiri sebenarnya merupakan sebuah konsep yang telah muncul lebih dahulu sebelum munculnya konsep ekonomi kreatif. Tercatat istilah “industri kreatif” sudah muncul pada tahun 1994 dalam Laporan “Creative Nation” yang dikeluarkan Australia. Namun istilah ini benar-benar mulai terangkat pada tahun 1997 ketika Department of Culture, Media, and Sport (DCMS) United Kingdom mendirikan Creative Industries Task Force. Definisi industri kreatif menurut DCMS Creative Industries Task Force (1998), adalah “Creative Industries as those industries which have their origin in individual creativity, skill & talent, and which have a potential for wealth and job creation through the generation and exploitation of intellectual property and content”. Definisi DCMS inilah yang menjadi acuan definisi industri kreatif di Indonesia seperti yang tertulis dalam Buku Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2009-2015  yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan RI (2008) sebagai berikut: “Industri kreatif yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, ketrampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.”
Pemerintah sendiri telah mengidentifikasi lingkup industri kreatif mencakup 14 subsektor, antara lain:
1)      Periklanan (advertising): kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa periklanan, yakni komunikasi satu arah dengan menggunakan medium tertentu. Meliputi proses kreasi, operasi, dan distribusi dari periklanan yang dihasilkan, misalnya riset pasar, perencanaan komunikasi periklanan, media periklanan luar ruang, produksi material periklanan, promosi dan kampanye relasi publik. Selain itu, tampilan periklanan di media cetak (surat kabar dan majalah) dan elektronik (televisi dan radio), pemasangan berbagai poster dan gambar, penyebaran selebaran, pamflet, edaran, brosur dan media reklame sejenis lainnya, distribusi dan delivery advertising materials or samples, serta penyewaan kolom untuk iklan;
2)      Arsitektur: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan desain bangunan secara menyeluruh, baik dari level makro (town planning, urban design, landscape architecture) sampai level mikro (detail konstruksi). Misalnya arsitektur taman, perencanaan kota, perencanaan biaya konstruksi, konservasi bangunan warisan sejarah, pengawasan konstruksi, perencanaan kota, konsultasi kegiatan teknik dan rekayasa seperti bangunan sipil dan rekayasa mekanika dan elektrikal;
3)      Pasar Barang Seni: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan perdagangan barang-barang asli, unik dan langka serta memiliki nilai estetika seni dan sejarah yang tinggi melalui lelang, galeri, toko, pasar swalayan dan internet, meliputi barang-barang musik, percetakan, kerajinan, automobile, dan film;
4)      Kerajinan (craft): kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi dan distribusi produk yang dibuat atau dihasilkan oleh tenaga pengrajin yang berawal dari desain awal sampai proses penyelesaian produknya. Antara lain meliputi barang kerajinan yang terbuat dari batu berharga, serat alam maupun buatan, kulit, rotan, bambu, kayu, logam (emas, perak, tembaga, perunggu dan besi), kaca, porselen, kain, marmer, tanah liat, dan kapur. Produk kerajinan pada umumnya hanya diproduksi dalam jumlah yang relatif kecil (bukan produksi massal);
5)      Desain: kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain grafis, desain interior, desain produk, desain industri, konsultasi identitas perusahaan dan jasa riset pemasaran serta produksi kemasan dan jasa pengepakan;
6)      Fesyen (fashion): kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain pakaian, desain alas kaki, dan desain aksesoris mode lainnya, produksi pakaian mode dan aksesorisnya, konsultasi lini produk berikut distribusi produk fesyen;
7)      Video, Film dan Fotografi: kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi produksi video, film, dan jasa fotografi, serta distribusi rekaman video dan film. Termasuk di dalamnya penulisan skrip, dubbing film, sinematografi, sinetron, dan eksibisi atau festival film;
8)      Permainan Interaktif (game): kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi, dan distribusi permainan komputer dan video yang bersifat hiburan, ketangkasan, dan edukasi. Sub-sektor permainan interaktif bukan didominasi sebagai hiburan semata-mata tetapi juga sebagai alat bantu pembelajaran atau edukasi;
9)      Musik: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi atau komposisi, pertunjukkan, reproduksi, dan distribusi dari rekaman suara;
10)  Seni Pertunjukkan (showbiz): kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha pengembangan konten, produksi pertunjukkan. Misalnya, pertunjukkan wayang, balet, tarian tradisional, tarian kontemporer, drama, musik tradisional, musik teater, opera, termasuk musik etnik, desain dan pembuatan busana pertunjukkan, tata panggung, dan tata pencahayaan;
11)  Penerbitan dan Percetakan: kegiatan kreatif yang terkait dengan penulisan konten dan penerbitan buku, jurnal, koran, majalah, tabloid, dan konten digital serta kegiatan kantor berita dan pencari berita. Subsektor ini juga mencakup penerbitan perangko, materai, uang kertas, blanko cek, giro, surat andil, obligasi, saham dan surat berharga lainnya, paspor, tiket pesawat terbang, dan terbitan khusus lainnya. Juga mencakup penerbitan foto-foto, grafir (engraving) dan kartu pos, formulir, poster, reproduksi, percetakan lukisan, dan barang cetakan lainnya, termasuk rekaman mikro film;
12)  Layanan Komputer dan Piranti Lunak (software): kegiatan kreatif yang terkait dengan pengembangan teknologi informasi, termasuk layanan jasa komputer, pengolahan data, pengembangan database, pengembangan piranti lunak, integrasi sistem, desain dan analisis sistem, desain arsitektur piranti lunak, desain prasarana piranti lunak dan piranti keras, serta desain portal termasuk perawatannya;
13)  Televisi & Radio (broadcasting): kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha kreasi, produksi dan pengemasan acara televisi (seperti games, kuis, reality show, infotainment, dan lainnya), penyiaran, dan transmisi konten acara televisi dan radio, termasuk kegiatan station relay (pemancar) siaran radio dan televisi;
14)  Riset dan Pengembangan (R&D): kegiatan kreatif terkait dengan usaha inovatif yang menawarkan penemuan ilmu dan teknologi, serta mengambil manfaat terapan dari ilmu dan teknologi tersebut guna perbaikan produk dan kreasi produk baru, proses baru, material baru, alat baru, metode baru, dan teknologi baru yang dapat memenuhi kebutuhan pasar. Termasuk yang berkaitan dengan humaniora, seperti penelitian dan pengembangan bahasa, sastra, dan seni serta jasa konsultansi bisnis dan manajemen.
Dari gabungan ke 14  sektor tersebut, rata-rata kontribusi PDB industri kreatif Indonesia periode tahun 2002-2006 sebesar 6,3 persen dari total PDB Nasional dengan nilai  104,6 triliun rupiah. Nilai ekspor industri kreatif mencapai  81,4 triliun rupiah dan berkontribusi sebesar 9,13 persen terhadap total nilai ekspor nasional dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 5,4 juta pekerja. Sementara di Amerika Serikat, Howkins (2001) dalam bukunya “The Creative Economy” mensinyalir bahwa pada tahun 1996 ekspor karya hak cipta Amerika Serikat mempunyai nilai penjualan sebesar US$ 60,18 miliar yang jauh melampaui ekspor sektor lainnya, seperti di bidang industri otomotif, alat pertanian dan pesawat terbang. Menurut Howkins, ekonomi baru telah tumbuh di seputar industri kreatif yang dikendalikan oleh hukum kekayaan intelektual, seperti paten, hak cipta, merek, royalti dan desain. Dengan demikian, ekonomi kreatif merupakan pengembangan konsep yang berlandaskan sumber aset kreatif yang telah berfungsi secara signifikan meningkatkan pertumbuhan potensi ekonomi. Di Indonesia sendiri, PDB industri kreatif menduduki peringkat ke-7 dari 10 lapangan usaha utama yang ada. PDB industri kreatif saat ini masih didominasi oleh kelompok fesyen, kerajinan, periklanan, desain, animasi, film, video dan fotografi, musik, serta permainan interaktif. Agaknya Indonesia perlu terus mengembangkan industri kreatif dengan alasan bahwa industri kreatif telah memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan. Selain itu, industri kreatif menciptakan iklim bisnis yang positif dan membangun citra serta identitas bangsa. Di pihak lain, industri kreatif berbasis pada sumber daya yang terbarukan, menciptakan inovasi dan kreativitas yang merupakan keunggulan kompetitif suatu bangsa serta memberikan dampak sosial yang positif. Maka agar pengembangan ekonomi kreatif ini menjadi optimal dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, pengembangannya perlu dilakukan secara sistemik yang memungkinkan dapat dilakukan kajian dan evaluasi secara terpadu, terarah dan terukur. Sudah sejak lama disadari, bahwa Indonesia memiliki potensi kekayaan seni budaya yang beragam sebagai fondasi untuk tumbuhnya industri kreatif. Keragaman budaya itu sendiri sebagai bahan baku industri kreatif, yakni dengan munculnya aneka ragam kerajinan dan berbagai produk Indonesia, yang pada gilirannya telah memunculkan pula berbagai bakat (talent) masyarakat Indonesia di bidang industri kreatif.  Sebut saja dalam seni tari – sebagai bidang seni dan budaya - terdapat sedikitnya kekayaan 300 gaya tari tradisional yang berasal dari pelbagai kepulauan mulai dari Sabang sampai Merauke. Kekayaan budaya bangsa Indonesia adalah potensi besar dalam mendukung tumbuhnya industri kreatif Indonesia yang saat ini memberikan kontribusi kepada pendapatan domestik bruto nasional (PDB) senilai 104,6 triliun rupiah.
Untuk menopang prospek perkembangan tersebut,  pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) baru-baru ini juga telah mengalokasikan anggaran tambahan untuk tahun 2012 sebesar 350 miliar rupiah untuk bidang ekonomi kreatif. Tambahan tersebut membuat anggaran untuk ekonomi kreatif naik menjadi 506,4 miliar rupiah. "Sebagaimana dimaklumi, dengan telah diterbitkan Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 07/HK.001/MPEK/2012 tanggal 13 Februari 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Parekraf, telah dialokasikan anggaran tambahan sebesar 350 miliar rupiah untuk membiayai kegiatan ekonomi kreatif," begitu kata Menparekraf, Mari Elka Pangestu, yang dikutip Kompas (Senin, 26/3/2012). Mari Pangestu mengatakan, alokasi anggaran tambahan tersebut antara lain untuk membiayai kegiatan Ditjen Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya serta Ditjen Ekonomi Kreatif Berbasis Media, Desain dan Iptek. Kementerian Parekraf mengusulkan pagu RAPBN-P 2012 sebesar 1,86 triliun rupiah yang di dalamnya termasuk dari alokasi tambahan anggaran sebesar 350 miliar rupiah.
Semakin jelas bahwa hubungan antara ekonomi kreatif dengan industri kreatif dapat dirumuskan sebagai kegiatan ekonomi yang mencakup industri dengan kreativitas sumber daya manusia sebagai aset utamanya untuk menciptakan nilai tambah ekonomi. Dalam era ekonomi kreatif, telah tumbuh kekuatan ide yang fenomenal, dimana  sebagian besar tenaga kerja kini berada pada sektor jasa atau menghasilkan produk abstrak, seperti data, software, berita, hiburan, periklanan, dan lain-lain. Belanja modal di Amerika Serikat untuk teknologi informasi berlipat lebih dari tiga kali sejak tahun 1960, dari hanya 10 persen menjadi 35 persen. Istilah Software adalah juga ide, yang melambangkan suatu prestise dimana uang akan mengalir ke perusahaan dengan modal intelektual yang sangat berharga. Pada era ekonomi yang berbasis pada ide, potensi untuk sukses seperti Yahoo, Google adalah jauh lebih besar karena ide bersifat menular, yang dapat menyebar ke populasi skala lebih besar dalam waktu yang cepat. Maka sekali sebuah ide - katakanlah suatu terobosan dalam  program komputer - telah dikembangkan, secara otomatis sudah dapat dibayangkan di depan mata kita menghadang suatu potensi keuntungan yang sangat besar, sedangkan biaya untuk penggandaannya boleh dikatakan hampir mendekati nol. Tidak heran jika di era ekonomi kreatif, tersedia modal yang sangat banyak tetapi justru ide bagus yang sangat kurang. Jadi pemilik modal sepertinya kehilangan kekuatan di abad ke-21 ini, sedangkan wirausahawan dan pemilik ide-lah yang memegang peranan. Tentu saja ekses dan risiko akan selalu ada, dalam era ekonomi kreatif isu penting yang harus terus diatasi adalah pembajakan. Buku, musik atau software sulit untuk dibuat, tetapi sangat mudah digandakan, apalagi dengan kehadiran internet. Padahal pencurian terhadap hak cipta intelektual akan sangat mematikan inovasi.
Mencermati perkembangan ekonomi kreatif sebagaimana dipaparkan diatas, maka perkembangan dan pertumbuhan ekonomi kreatif di Indonesia secara kolektif perlu diintegrasikan kedalam sistem perekonomian Indonesia secara utuh, sehingga Indonesia memiliki ketahanan ekonomi sekaligus ketahanan budaya. Apa yang digambarkan oleh Alvin Toffler tentang empat peralihan atau evolusi gelombang peradaban ekonomi global, tidak serta-merta harus ditelan mentah-mentah oleh bangsa kita. Terdapat perbedaan rentang waktu, siklus sejarah, karakteristik dan pola  kesinambungan yang berbeda, tentang apa yang terjadi di negara maju dan di negara kita. Tidak menjadi masalah bagi Indonesia mencermati dan mengikuti tren perkembangan industri dan ekonomi kreatif, apalagi terdapat fakta angka-angka kontribusi sektor ini terhadap PDB nasional hampir mendekati 10 persen. Namun demikian, nasib wacana ekonomi kreatif jangan terulang seperti yang menimpa ketika menggagas sistem ekonomi pancasila, sistem ekonomi koperasi dan bahkan kerakyatan yang mengalami kemandekan. Dalam seting empat gelombang peradaban ekonomi, dimanakah posisi kemajuan peradaban ekonomi Indonesia saat ini? Apakah Indonesia sudah mampu melampaui masing-masing tahap tersebut dengan berhasil? Atau apakah Indonesia justru tengah terperangkap di kancah global, tanpa dibekali pemahaman dan kesiapan yang cukup, sehingga dalam menanggapi pelbagai perubahan fenomena global, menjadi reaktif? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan demikian tentunya diperlukan analisis dan diagnosis yang cukup panjang sehingga didapat gambaran yang benar tentang perubahan yang tengah terjadi. Yang jelas di era globalisasi, suatu perubahan dalam tata-hubungan atau konektivitas telah mengubah cara kita untuk bertukar informasi, berproduksi, berdagang, dan berkonsumsi dari produk-produk budaya dan teknologi dari berbagai tempat di dunia. Dunia menjadi tempat yang sangat dinamis dan kompleks, sehingga kreativitas dan pengetahuan menjadi suatu aset yang tak ternilai dalam kompetisi dan pengembangan ekonomi. Kemunculan konsep ekonomi kreatif di era globalisasi ini, telah menarik minat berbagai negara untuk menggunakan konsep ini sebagai model pengembangan ekonomi, termasuk di Indonesia.
Sebelum lebih jauh masuk kedalam model pengembangan ekonomi kreatif, ada baiknya kita menengok kembali undang-undang konstitusi kita sebagai rambu, yaitu Pasal 33 UUD 1945 dimana dikemukakan bahwa sistem perekonomian Indonesia ditujukan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam bidang ekonomi. Dengan tiga prinsip dasar - sering disebut sebagai ekonomi kerakyatan - adalah sebagai berikut: (1) perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan; (2) cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; dan (3) bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Berdasarkan ketiga prinsip tersebut dapat disaksikan betapa sangat besarnya peran negara dalam menunjang suatu sistem ekonomi yang berbasis pada kegiatan ekonomi masyarakat luas.  Sebagaimana tercermin pada Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 34, peran negara dalam sistem ekonomi kerakyatan antara lain meliputi lima hal sebagai berikut: (1) mengembangkan koperasi; (2) mengembangkan BUMN; (3) memastikan pemanfaatan bumi, air, dan segala kekayaan yang terkandung didalamnya bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; (4) memenuhi hak setiap warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak; dan (5) memelihara fakir miskin dan anak terlantar.
Pada prinsipnya, ekonomi apapun model dan sistemnya - termasuk dalam membangun infrastruktur sistem ekonomi kreatif berbasis ide - seyoyanya tidak boleh menegasikan kehidupan sosial dalam berbagai bentuknya. Dalam usulan tata ekonomi-politik masyarakat baru di Indonesia, upaya jalan pintas telah banyak  diajukan  untuk mengatasi ketidak pastian yang diakibatkan oleh gelombang perubahan global, diantaranya upaya menyandingkan ekonomi kerakyatan dan ekonomi pasar dalam satu tarikan napas, sebagai solusi untuk mengurangi kesenjangan kaya-miskin sekaligus menciptakan distribusi sumber daya yang berkeadilan sosial. Agaknya kereta "baru" yang digagas oleh para elit pemerintahan itu, seperti biasa, akan berjalan tersendat. Dalam tataran konsep, menyatukan kedua sistem tersebut, sama artinya dengan ambisi ingin menyatukan air dengan minyak. Harus diakui, banyak hal yang positif yang dapat diambil dari sistem kapitalisme, efisiensi pasar misalnya, begitu juga hal-hal positif dari sistem sosialisme, seperti akses dan kendali semua orang atas sumber daya. Diharapkan buah hasil cangkokan itu adalah pasar yang berkeadilan sosial dapat terwujud. Di Uni Eropa, khususnya Jerman telah mengoreksi ekonomi pasar yang memperhitungkan dimensi sosial yang kemudian sering disebut sebagai sistem ekonomi pasar sosial (hibrida). Koreksi ini dinilai lebih rasional dibandingkan dengan ekonomi kerakyatan yang hanya berjalan di atas kertas. Jerman adalah jangkar Uni Eropa dengan mata uang lokal (DM) paling kuat sebelum menyatukan mata uangnya dalam zona Euro. Peletak teori ekonomi pasar sosial, Alfred Mueller-Armack (1956), tidak bermaksud membuat cangkokan seperti para penganjur ekonomi kerakyatan. Dalam pandangan ekonom, sosiolog, dan anggota Partai Kristen Demokrat Jerman (CDU) - partai penganjur keutamaan pasar - persaingan harus menjadi prinsip utama  dalam pengelolaan ekonomi masyarakat. Untuk konteks Indonesia, akan lebih mudah difahami jika ekonomi kerakyatan pada kadar tertentu disebut saja sebagai ekonomi pasar sosial, sehingga penjelasannya dilandasi oleh adanya keberhasilan bukti empiris sebagaimana terjadi di Jerman.  Ide ekonomi pasar sosial dibangun di atas keutamaan ekonomi pasar yang kompetitif, saat inisiatif bebas setiap orang di bidang ekonomi yang dipilihnya – termasuk kiprahnya dalam industri kreatif - secara bebas dijamin. Untuk itu, diperlukan kerangka kelembagaan (rahmenordnung) yang secara jelas menjamin persaingan. Pada titik ini, pada kadar tertentu, ada kemiripan usulan kelembagaan Mueller-Armack dengan yang sering diajukan ekonom muda asal Unversitas Hasanudin M Syarkawi Rauf, yang juga pengamat moneter Internasional. Yaitu perlunya dibangun Kerangka kelembagaan untuk menjamin pencapaian aktualisasi pribadi dalam seluruh bidang kemajuan masyarakat – dalam hal ini tentunya juga adalah industri kreatif - di sisi yang lain membentuk sistem perlindungan sosial untuk lapisan yang secara ekonomi dianggap lemah. Campur tangan negara harus taat asas dengan sistem ekonomi pasar termasuk diantaranya penciptaan pendapatan yang sesuai dengan mekanisme pasar. Dengan demikian tujuan sosial harus melalui kebijakan yang "taat pasar" (marktkonforme), yaitu adanya suatu perlindungan  sosial tidak boleh dicapai dengan mengganggu mekanisme harga dalam sistem pasar. Berikut contoh lainnya, yakni kebijakan yang baru-baru ini ramai dibicarakan dan mirip dengan kebijakan ekonomi pasar sosial. Perlindungan warga miskin akibat pencabutan subsidi BBM tidak boleh mengganggu mekanisme pasar dalam penentuan harga BBM. Subsidi BBM harus dicabut karena tidak sesuai dengan mekanisme pasar dan tidak efisien. Namun demikian rakyat yang paling miskin serentak perlu mendapat bantuan yang terdefinisi dan tepat sasaran untuk memperoleh BBM dengan harga yang relatif terjangkau yang implementasinya tidak diperlakukan secara pukul-rata. Kebijakan dalam soal air misalnya, harga air yang terjangkau orang miskin tidak boleh menganggu prinsip cost recovery dalam pengadaan air secara keseluruhan. Dalam ekonomi pasar sosial, privatisasi PDAM dan prinsip harga air ala pasar tetap harus dijalankan. Bagaimana dengan ekonomi kerakyatan? Ruang politik ekonomi bangsa Indonesia ini, seringkali menempatkan ekonomi kerakyatan pada sebelah kiri spektrum. Karena kapitalisme dalam produksi sosial diyakini berpotensi memarginalkan kehidupan ekonimi sebagian besar masyarakat. Ekonomi kerakyatan sering dianggap menjadi "penawar" bagi "racun" kapitalisme yang sudah menjadi fakta empiris di Indonesia yang sulit diganggu-gugat lagi. Persoalan  ini perlu dilihat tidak dengan pendekatan ekonomistis semata. Dalam fakta sejarah dan praktik politik di negeri ini, wujud dan isi ekonomi kerakyatan lebih sering merupakan buah pertarungan ide dan kebijakan. Karena itu pula, ekonomi kerakyatan yang kerapkali dicontohkan antara lain dengan koperasi, sektor ril dan usaha informal yang diyakini baik bagi rakyat sulit sekali berkembang. Sayangnya gambaran tentang dunia perkoperasian pun tidak selalu menggembirakan.  Misalnya gambaran muram yang dimuat koran Republika akhir-akhir ini – meski tidak berpretensi memvonis gambaran perkoperasian secara umum - yang dilukiskan oleh Leonardus Saiman, dosen Program Pascasarjana Institut Bisnis dan Informatika Indonesia (IBII), menurutnya ada lima faktor yang mempengaruhi keterbelakangan koperasi itu – yang sebenarnya sudah menjadi gambaran klasik - yaitu mutu sumber daya manusia (SDM) baik anggota, pengurus, pengelola maupun pengawas. Faktor lainnya, yakni permodalan yang minim, tidak memiliki teknologi informasi andal, kurang berorientasi global, tidak bersedia melakukan upaya merger atau konsolidasi. Kelemahan di sisi yang lain,  koperasi Indonesia tidak maju karena senantiasa dibantu oleh kementerian. "Karena sudah terlanjur ada Kementerian Koperasi dan UMKM beserta dinas dan sub-dinas dibawahnya, sehingga koperasi Indonesia justru tidak menjadi dewasa, yaitu koperasi senantiasa disuapi dan dimanjakan oleh kementerian yang menaunginya, padahal usia koperasi di Indonesia sudah lebih dari satu abad.”
 Untuk menanggulangi keterbelakangan koperasi Indonesia, perlu dilakukan beragam upaya, diantaranya adalah perbaikan mutu SDM, penguatan permodalan koperasi oleh anggota dan pemerintah dengan bunga kompetitif, visi - misi dan tujuan koperasi harus diarahkan pada koperasi peringkat dunia, ketegasan pemerintah agar mencabut koperasi yang tidak menjalankan jatidiri koperasi, regulasi perkoperasian harus dilakukan penyesuaian dengan lintas bisnis modern, paradigma baru manajemen koperasi, penguatan kelembagaan koperasi, bantuan diklat dan kewirausahaan bagi koperasi pemula agar kreatif dan inovatif, serta sistem manajemen yang profesional. Dengan demikian, jika koperasi berhasil dibenahi - baik di kancah bisnis maupun di bidang pendidikan - maka pengembangan ekonomi kreatif secara kelembagaan pilarnya dapat diletakkan dalam kerangka ekonomi kerakyatan dan koperasi ini.
 Sebetulnya ekonomi kerakyatan dan koperasi dapat tumbuh dan berkembang dalam kerangka mekanisme pasar. Namun semuanya perlu dibangun dalam suasana keterbukaan dalam mekanisme pasar yang bersaing secara sehat. Ekonomi kerakyatan - termasuk industri dan ekonomi kreatif - perlu ditempatkan sebagai salah satu bentuk operasionalisasi dari Sistem Ekonomi Pasar dan bukan merupakan salah satu sistem ekonomi. Output-nya berbentuk kapitalis kecil modern yang selalu mengutamakan peningkatan efisiensi, produktivitas dan daya saing. Bersama pemerintah, kapitalis kecil ini kemudian menciptakan basis pemerataan aset ekonomi melalui instrumen kebijakan publik,  pajak dan pemberian subsidi seperti BLT. Negara yang kaya tetapi banyak orang miskin ini terlalu ruwet untuk ditangani hanya oleh sebuah aliran pemikiran. Diharapkan di masa mendatang, berbagai kelompok kian berani tampil, percaya diri, dan terbuka. Perdebatan aneka kutub pemikiran akan menentukan mutu gagasan negara kesejahteraan, sosial-demokrasi, atau kecenderungan abstraksi lain dalam label jalan alternatif ketiga. Kebiasaan cangkok-mencangkok pemikiran, yang sering berlawanan dengan ide logisnya seringkali malah mengeruhkan kejernihan berfikir dan seyogyanya pelan-pelan mulai dikurangi. Begitu pula demokrasi ekonomi dapat diletakkan dalam kerangka definisi baru atas peran pasar, negara, dan komunitas an sich, sehingga ekonomi kerakyatan menemukan jawaban atas koreksi ekonomi pasar yang hingga saat ini tampaknya masih berlangsung. Dalam pola pembangunan bangsa ini, pemerintah memberi rangsangan bagi pengusaha dan kelompok masyarakat untuk maju berperan serta dalam pembangunan. Begitu pula para pengusaha dan kelompok masyarakat mengambil prakarsa merintis kerja sama menunjang proses pembangunan. Dalam hal ini, ekonomi kerakyatan akan terjebak menjadi konsep yang normatif bila tanpa disertai wawasan tentang bagaimana cara mencapainya. Karena sulit mendefinisikan ekonomi kerakyatan, maka pelaku bisnis akan lebih mudah mengerti dengan melihat contoh. Beberapa orang menyebut ekonomi informal sebagai contoh ekonomi kerakyatan. Namun ekonomi informal pun belum terdefinisikan dan terdeskripsikan dengan baik, jika hanya menunjuk pedagang kaki lima saja sebagai contoh ekonomi informal. Malah akhirnya  ekonomi informal dipersepsikan sebagai ekonomi yang tidak membayar pajak. Tentunya tidak harus sesederhana itu untuk menggambarkannya. Contoh lain dari ekonomi kerakyatan adalah koperasi. UU 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian disebutkan bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Pertanyaannya adalah mengapa koperasi sulit sekali berkembang padahal hal tersebut konon memang baik bagi rakyat Indoensia? Tidak ada perbedaan subtantif antara koperasi dan firma dalam meraih keuntungan. Ekonomi kerakyatan perlu diredefinisi dan terus diperjuangkan tidak hanya untuk meningkatkan kesejahteraan, tetapi yang lebih penting adalah pemerataan terhadap akses dan pembagian sumber daya secara adil, efisien dan terukur. Sehingga dalam pengembangan ekonomi kreatif dalam kelembagaan koperasi tidak menjadi kontra-kreatif, sehingga kreativitas menjadi rawan terpasung, karena model kelembagaannya tidak kondusif untuk aktualisasi diri para pelaku ekonomi tersebut. Sehingga apa yang didefinisikan oleh pemerintah tentang industri kreatif, yaitu  industri-industri yang mengandalkan kreativitas individu, keterampilan serta talenta yang memiliki kemampuan meningkatkan taraf hidup dan penciptaan tenaga kerja melalui penciptaan gagasan dan eksploitasi HAKI, secara implementatif dapat berjalan dengan baik, tidak malah menjadi konsumsi publik yang kontra produktif dan hanya sebagai komoditas kampanye pilpres atau pilkada yang akan marak dalam waktu yang tidak lama lagi.  Kita boleh berharap kepada presiden baru terpilih 2014, yang akan membawa bahtera ke pelabuhan berikutnya, tidak begitu penting apa nama pelabuhan tersebut, namun  yang paling pokok adalah bagaimana agar kepentingan rakyat banyak terwadahi di dalamnya. Dengan demikian, "ekonomi kerakyatan berbasis SDM kreatif dan inovatif" dapat berjalan dan menemukan arah yang benar serta diberkati oleh Allah SWT. Amin.

Jakarta, 11 April 2012
Faisal Afiff