.


This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selamat Bergabung di Situs Motsy Totsy.

Situs ini menyajikan berbagai jenis informasi seputar kemanajerialan dan kepemimpinan. Selain itu, situs ini juga mempublikasikan berbagai jenis hasil karya Prof. Dr. Faisal Afiff, Spec. Lic. baik dalam bentuk jurnal ilmiah, makalah, buku, materi perkuliahan sarjana dan pascasarjana.

Selamat berselancar dan pastikan anda merupakan bagian dari mitra kami.

Selasa, 22 Mei 2012

Rangkaian Kolom Kluster I: Ekonomi Hijau


EKONOMI HIJAU
Indonesia adalah negara kedua paling kaya di dunia untuk keanekaragaman hayati darat (terrestrial biodiversity), setelah Brasil dan peringkat pertama untuk keanekargaman hayati laut (marine biodiversity). Walaupun hanya meliputi 1,3% dari seluruh permukaan daratan bumi, hutan Indonesia mencapai 10% hutan dunia dan merupakan rumah bagi 20% spesies flora dan fauna dunia, 17% spesies burung dunia dan lebih dari 25% spesies ikan dunia. Dalam hampir setiap sepuluh hektar hutan pulau Kalimantan memiliki berbagai spesies pohon yang berbeda-beda melebihi yang ditemukan di seluruh Amerika Utara, apalagi jika didalamnya dimasukkan jumlah tumbuhan, serangga, dan hewan langka yang tidak dapat ditemui di tempat lain dimanapun di dunia. Meskipun pulau Kalimantan luasnya hanya 1% dari luas permukaan bumi, namun menurut laporan United State Agency for International Development (USAID) memiliki 6% spesies burung dunia, spesies mamalia dunia, dan spesies tumbuhan berbunga di dunia. Seluruh kepulauan Karibia hanya memiliki sekitar satu per sepuluh ke anekaragaman hayati laut Indonesia yang terletak di pertemuan samudera Hindia, laut Cina selatan, dan samudera Pasifik yang memperoleh makanan dari ketiga kawasan laut tersebut. Menurut Alfred Nakatsuma (USAID), Indonesia kini kehilangan hutan tropika seluas negara bagian Maryland setiap tahunnya, dan karbon yang dilepaskan oleh penebangan dan pembukaan hutan – sebagian dilakukan secara liar – telah menjadikan Indonesia negara ketiga paling besar di dunia untuk emisi gas rumah kaca, setelah Amerika Serikat dan Cina dan peringkat keempatnya adalah Brasil. Lebih dari 70% emisi CO2 dari Indonesia berasal dari penebangan dan pembukaan hutan. Menurut Conservation International, setiap jamnya hutan Indonesia ditebang 300 kali seluas lapangan sepak bola. Penebangan liar di hutan nasional menyebabkan pemerintah Indonesia kehilangan 3 milyar dolar AS pendapatan negara setiap tahunnya, bahkan pembukaan hutan resmi pun dilakukan secara besar-besaran karena Indonesia masih berusaha menumbuhkan ekonominya dengan menjual produk-produk hasil hutan. Begitu pula yang terjadi di wilayah lautan, perairan di sekitar 17 ribu pulau di kepulauan Indonesia memiliki 14% terumbu karang bumi dan lebih dari 2 ribu spesies ikan yang hidup di terumbu karang. Terumbu karang adalah tempat bernaung, struktur, sekaligus substrat, sebagaimana pohon di hutan yang apabila hilang maka berbagai jenis spesies binatang punah, begitu juga apabila tidak ada terumbu karang ikan pun punah. Pembangunan yang tak terkendali dan penangkapan ikan baik yang menggunakan dinamit maupun sianida telah banyak merusak terumbu karang di Indonesia, sebagai habitat sangat penting bagi ikan dan hewan karang lainnya. Pada tahun 2000 penangkapan ikan di sekitar perairan Indonesia mulai menjarah kepada ikan yang belum cukup umur, yakni sebesar 8% dan di tahun 2004 angkanya telah berlipat menjadi 34% dari total kekayaan ikan. Menurut para pakar ketika bayi ikan yang ditangkap mencapai satu per tiga dari yang tersedia, berarti kiamat di dunia sudah dekat. Bayangkan sebuah dunia tanpa hutan. Bayangkan sebuah dunia tanpa karang. Bayangkan sebuah dunia tanpa ikan. Bayangkan sebuah dunia dengan sungai-sungai yang mengalir hanya dalam musim hujan. Kita perlu segera mengembangkan sebuah sistem untuk melestarikan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam yang cerdas, serba lengkap, dan efektif.
Sejak KTT bumi tahun 1992 di Rio De Janeiro (Brasil), muncul konsensus global bahwa perubahan iklim bumi, pola konsumsi sumber daya, dan ledakan jumlah penduduk secara gabungan mengancam keanekaragaman hayati yang berfungsi mempertahankan keberadaan semua spesies, termasuk manusia, sehingga perlu didefinisikan kembali hubungan manusia dengan dunia. Konsumsi energi, pertumbuhan ekonomi, kepunahan spesies, penggundulan hutan, politik minyak, dan pemanasan bumi, semua saling terkait. Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan pertumbuhan jumlah penduduk telah melepaskan lebih banyak karbon ke dalam atmosfer, sehingga bumi yang rata dan penuh sesak telah menjadikan udara semakin panas dan pengap. Begitu pula perusakan hutan dan alam  lainnya seperti terumbu karang, menjadikan manusia semakin rentan, karena pohon di hutan yang berfungsi menyerap air hujan bersih sekaligus menyimpannnya di bawah permukaaan dalam akar-akar dan akuifer-akuifer, yang kemudian kesemuanya secara teratur dilepaskan ke sungai-sungai dan anak-anak sungai. Begitu juga terumbu karang dan hutan bakau adalah penyangga daerah pantai dari hempasan badai tropika. Maka semakin jauh kita masuk ke dalam energi iklim, semakin besar kebutuhan kita akan habitat alami, sebagaimana hutan yang dapat mencengkeram tanah dan menyediakan rumah bagi spesies-spesies yang terancam, sementara karang dapat melindungi daerah pantai dari kenaikan permukaan air laut dan menyediakan pakan bagi sekawanan ikan yang merupakan mata pencaharian bagi penduduk pantai. Membangkitkan elektron-elektron bersih yang melimpah, andal, dan murah akan membantu mengurangi tekanan terhadap ekosistem bumi yang tengah terancam, namun lebih dari itu diperlukan strategi integral dan komprehensif untuk membangkitkan pelestarian secara besar-besaran guna  memastikan masih tersedianya banyak tumbuhan dan hewan bagi manusia sebagai sumber daya yang dibutuhkan untuk bertahan hidup. Strategi tersebut perlu didorong dan dipelihara, khususnya oleh orang-orang yang tinggal di wilayah sumber daya alami yang paling berharga. Di samping itu perlu dirumuskan kebijakan pemerintah tentang ekosistem, investasi, dan stakeholders yang tepat dan benar untuk menyelamatkan sebuah ekosistem yang terdiri atas tumbuhan, hewan dan hutan. Kita perlu menyambut baik terhadap upaya yang telah dikembangkan para pakar ekonomi yang menggagas pendekatan di bidang ekonomi yang mengintegrasikan faktor lingkungan dan ekosistem kedalam paradigma pemikiran di bidang ekonomi, khususnya dalam rangka mempengaruhi kebijakan ekonomi pemerintah yang terintegrasi dengan pelestarian alam. Suatu pendekatan yang berusaha untuk meninggalkan praktik-praktik ekonomi yang mementingkan keuntungan jangka pendek yang telah mewariskan berbagai permasalahan mendesak yang perlu segera ditangani. Sebaliknya upaya menggerakkan roda perekonomian dengan kebijakan rendah karbon (low carbon economy) perlu mendapat dukungan yang luas. Sebelumnya masyarakat hampir tidak peduli dengan bahan bakar kotor (high carbon), mereka seolah menutup mata dan menganggap wajar jika pertumbuhan ekonomi akan mengorbankan kesehatan ekosistem serta kesehatan ekonomi masyarakat yang tersingkir, sementara kepunahan pelbagai spesies merupakan efek samping dan tak terelakkan. Padahal dengan sistem energi bersih, kita akan faham bahwa ekosistem sehat dan ekonomi sehat harus seiring, jika tidak pertumbuhan itu sendiri tidak akan dapat dinikmati lagi akibat kerusakan dan ketidaktersediaan sumber daya alam yang memadai. Boleh jadi ekonomi hijau dalam beberapa tahun mendatang akan menjadi alternatif pilihan terbaik dalam rangka melaksanakan model pembangunan dengan reducing emission from deforestation and degradation (REDD), suatu pembangunan ekonomi yang tidak hanya bersifat business as usual, namun cenderung pada konsep green economy untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat dengan menekan resiko kerusakan ekologi. Pembangunan ekonomi yang berkeadilan sama pentingnya dengan memperkecil resiko lingkungan dan pengikisan aset ekologi. Komitmen untuk menerapkan REDD merupakan tantangan bagi pemerintah dan pelaku bisnis Indonesia guna menerapkan konsep ekonomi hijau secara utuh. Karena dengan ekonomi hijau akan terjawab aspek pelestarian lingkungan dan pertumbuhan ekonomi sekaligus secara bersamaan. Melalui pendekatan kebijakan ekonomi hijau diharapkan mampu menggantikan kebijakan lingkungan yang pada masa lampau kerap difokuskan pada solusi jangka pendek. Dengan pendekatan baru kebijakan ekonomi hijau diharapkan mampu memadukan aspek "pelestarian lingkungan" dan "pertumbuhan ekonomi". Dengan perkataan lain, melalui model pendekatan Green Economy akan mampu menjawab saling ketergantungan antara ekonomi dan ekosistem serta dampak negatif akibat aktivitas ekonomi terhadap perubahan iklim dan pamanasan global. Beberapa kebijakan perlu segera ditempuh, diantaranya: Pertama, sebuah kebijakan pemerintah nasional perlu melindungi daerah-daerah tertentu yang telah melewati batas aman untuk eksploitasi, konversi, dan/atau pembangunan mengingat pentingnya ke aneka ragaman hayati di suatu daerah. Di samping itu membatasi dengan tegas daerah-daerah lain untuk dikembangkan dengan alasan pertumbuhan ekonomi melalui pengelolaan yang cermat guna melindungi spesies terancam, mutu air, dan nilai ekologi lainnya. Kedua, memberi peluang alternatif ekonomi bagi masyarakat setempat yang memungkinkan mereka tetap berkembang tanpa harus merusak keanekaragaman hayati di daerahnya. Ketiga, investor swasta apakah dari pihak subsektor energi atau pertambangan, agrobisnis, pengembangan wisata, perhotelan dan lainnya yang memiliki kepentingan untuk menjaga agar keanekaragaman hayati di daerahnya tetap utuh dan dapat menarik investasi global dalam proyek-proyek yang menguntungkan, menghormati dunia alami, sekaligus membantu standar hidup penduduk setempat. Keempat, pemerintah daerah harus mampu dan bersedia melestarikan daerah yang harus dilindungi dengan tidak menjualnya demi uang atau membiarkan diri dikorup oleh kepentingan pihak penebang dan penambang. Kelima, melibatkan pakar lokal atau internasional yang paham betul cara mengukur keanekaragaman hayati dengan canggih dan benar, sekaligus merencanakan tata guna lahan untuk menentukan dengan tepat daerah mana yang perlu dilindungi dan daerah mana yang dapat dibangun untuk penanganan lingkungan yang tepat. Keenam, mendukung pelbagai inisiatif penyelenggaraan pendidikan dasar, menengah dan tinggi guna meningkatkan kesadaran generasi muda untuk secara antusias menerima pengetahuan dan keterampilan sehingga mereka sadar tidak ingin merusak dunia alami di sekitar mereka.
Tentunya setiap komponen masyarakat perlu disadarkan terhadap situasi genting diatas, baik itu dari pihak pemerintah, perusahaan, organisasi non pemerintah dan penduduk daerah setempat perlu terlibat dalam upaya pelestarian dan memahami bahwa menjaga keutuhan ekosistem lokal sama dengan menjaga kepentingan mereka. Mereka semua perlu dilibatkan dalam melestarikan daerah yang dilindungi beserta keanekaragaman hayati secara keseluruhan, dengan mengaitkan keterlibatan tersebut dengan peluang sukses mereka. Suatu kisah menarik adalah ketika sekelompok aktivis lingkungan – pecinta orang utan – mengorganisasikan pendekatan khusus bagi pelestarian hutan batang toru di Sumatera Utara, berkat komunikasi dan lobi yang baik dengan perusahaan pertambangan, penduduk desa, dan perusahaan penebangan yang memiliki hak pengusahaan hutan, serta bagaimana mereka meyakinkan para investor besar di subsektor energi yang ingin memanfaatkan kantung-kantung panas bumi di daerah itu. Investor lokal tersebut telah mengantongi hak untuk menggarap panas bumi di tengah hutan batang toru dari pemerintah pada tahun 2006. Pemimpin dari aktivis lingkungan tersebut mencoba berdialog dan memberi pemahaman kepada investor lokal tersebut tentang adanya kepentingan bersama untuk mempertahankan hutan. Bahkan hutan tersebut mempunyai fungsi sebagai water table yang diperlukan untuk membuat sumur-sumur panas bumi tetap ada dan tidak sampai merosot terlalu rendah, sehingga batuan-batuan panas di situ tidak dapat membuat uap lagi, dimana fungsi hutan adalah mempertahankan daerah tangkapan air. Setelah para pengusaha menyadari hal ini, mereka menggunakan pengaruhnya untuk membeli hak pengusahaan hutan tropika batang toru dari perusahaan penebang kayu sebagai pemilik semula yang kemudian diubahnya menjadi sebuah hutan lindung yang bebas dari pembangunan, kecuali agroforestry terkendali dan rencana proyek panas buminya yang sedang dikerjakan. Mereka tengah membeli hak pengusahaan hutan senilai kira-kira 2 milyar dolar AS bagi hutan lindung, agaknya perusahaan penebangan tidak berkeberatan menjual hak tersebut karena sebagian besar hutan tumbuh di lereng-lereng bukit yang curam dan menyulitkan penebangan serta pengangkutan kayu gelondongan. Pengusaha energi geotermal tersebut berhasil menguasai hutan dan berencana melanjutkan proyek geotermalnya yang akan menghasilkan 330 mega-watt serta mencari kemitraan dengan penduduk setempat dengan mengendalikan pertanian di lantai hutan sekaligus memanfaatkan sebagai daya tarik wisata lingkungan alam (eco-tourism) yang juga bisa dinikmati oleh warga kota-kota terdekat. Begitu pula perundingan soal royalti bagi penduduk desa dari fasilitas operator geotermal diupayakan, ketika fasilitas itu selesai dan dioperasikan, untuk mendukung sekolah dan infrastruktur setempat. Para aktivis juga bekerjasama dengan penduduk asli dalam menghidupkan kembali hukum-hukum lisan adat-istiadat mereka yang sangat menjunjung upaya melindungi hutan, sungai, dan lingkungan alami secara keseluruhan. Mereka menghidupkan kembali nilai-nilai yang telah dianut oleh nenek moyang mereka yang telah terkikis oleh kalangan generasi baru akibat terlalu banyak menonton televisi, padahal tempat tinggal mereka dekat sekali dengan hutan.
Tentu kisah tersebut masih dapat dihitung dengan jari, sementara para elit Indonesia yang tengah dilanda demam demokrasi dan disentralisasi telah memberikan pengaruh yang campur aduk dalam hal kebijakan lingkungan. Di satu sisi di beberapa bagian negeri ini, baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten tengah menggalakkan program konservasi secara sungguh-sungguh. Namun di tempat lain pemerintah daerah yang baru tengah menikmati kekuasaan penuh – tanpa mendengar supervisi lagi dari pemerintah pusat – tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mendapatkan uang secara cepat melalui penjualan ijin-ijin pengusahaan sumber daya alam, dan ironinya dengan meresmikan operator-operator yang semula liar menjadi resmi. Dengan demikian, baik pemerintah pusat maupun para aktivis lokal dan wartawan perlu memberi tekanan dan pengendalian terhadap para pejabat yang perilakunya tidak bersahabat lagi dengan program kelestarian lingkungan. Padahal menurut para aktivis lingkungan tadi, komunikasi dengan semua kalangan perlu diefektifkan, misalnya ketika kita berbicara dengan kepala pemerintahan daerah, maka bahasa yang digunakan adalah bahasa ekonomi versi birokrat, namun ketika kita berbicara dengan masyarakat setempat, maka bahasa yang digunakan adalah kesejahteraan, dan ketika kita berbicara dengan para pengusaha maka bahasa yang digunakan adalah tentang keuntungan bagi mereka di masa mendatang. Begitu pula ketika berbicara dengan sesama para aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), maka bahasa yang digunakan adalah bahasa lingkungan. Setiap kebijakan harus disesuaikan secara lokal di tempat masing-masing, baik dengan pemain lokal maupun investor lokal dari sudut kepentingan mereka namun kondusif bagi upaya pelestarian lingkungan. Meningkatkan kesadaran terhadap isu lingkungan ini mendorong masyarakat untuk memikirkan upaya keseimbangan laju ekonomi dengan konservasi lingkungan alam yang dapat melahirkan paradigma ekonomi yang memasukkan aspek lingkungan kedalamnya.
Menurut Thomas L. Friedman, Jika ingin menyelamatkan hutan, maka harus menyelamatkan orang-orangnya terlebih dahulu, dan dalam dunia masa kini cara satu-satunya untuk mewujudkannya adalah melalui pendidikan, suatu tempat dimana orang bisa belajar pelbagai keterampilan baik yang berkenaan dengan sektor jasa maupun manufaktur yang tidak merusak keseimbangan hutan. Setelah itu menciptakan lapangan kerja berbasis pengetahuan guna menyelamatkan hutan secara berkelanjutan. Begitu juga para aktivis lingkungan tidak bisa dibiarkan bergerak sendiri-sendiri, mereka harus bahu-membahu mencari cara yang paling efektif bagi penyelamatan hutan dan ekosistem secara terpadu dan menyeluruh. Menurut L. Friedman, “jika anda pergi ke Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini dan melihat pesawat penuh dengan perempuan muda yang dikirim ke luar negeri untuk menjadi pembantu rumah tangga, anda juga bisa memastikan bahwa kayu-kayu gelondongan dari hutan-hutannya pun akan diekspor sampai habis”. Situasi ironis ini tentunya tidak bisa dibiarkan terus berlangsung, terutama bagi masyarakat yang masih merasa sebagai bangsa yang bermartabat. Maka makna kata “hijau” mengandung sebuah nilai yang perlu dilestarikan dalam sanubari diri sendiri terlebih dahulu, bukan karena semata akan membuahkan rekening bank yang semakin gemuk – yang kebetulan warna lembaran dolar juga berwarna hijau – melainkan dengan sikap demikian akan menjadikan hidup lebih kaya dan penuh berkah yang seyogyanya akan selalu demikian. Etika konservasi menyatakan bahwa mempertahankan dunia yang alami adalah sebuah nilai yang mustahil dikuantifikasi tetapi juga mustahil diabaikan, sebab itulah keindahan, keajaiban, kegembiraan dan kemustahilan yang bisa disediakan oleh alam raya yang hidup.  Hal tersebut baru dapat terwujud secara konkrit, apabila kalangan dunia pendidikan di semua strata mampu melakukan kreasi dan inovasi dalam merancang berbagai program pelestarian lingkungan kedalam berbagai aktivitas intra dan ekstra kurikuler yang menggugah minat dan menumbuhkan kepedulian siswa dan/atau mahasiswa sehingga mereka betul-betul tergerak, terlibat dan melakukan tindakan nyata secara spontan dan sukarela. Viva Green Economy.
                                                                                               
Jakarta, 23 Mei 2012
                                                                                                               Faisal Afiff

Rangkaian Kolom Kluster I: Sumber Daya Manusia Bertalenta


SUMBER DAYA MANUSIA BERTALENTA
 Banyak pihak merasa khawatir dengan kondisi dan situasi perekonomian di Indonesia, yakni kecenderungan akan berjalan ke arah yang kurang tepat dan apabila tidak berhati-hati maka hal ini akan mengarah pada kemunduran. Bahkan identik seperti pada masa penjajahan belanda di mana Indonesia menjadi produsen sumber daya alam dan importir produk manufaktur. Akibat kondisi ekonomi yang semakin tergantung pada pihak luar negeri, dihawatirkan Indonesia hanya akan menjadi penonton di tengah-tengah kebangkitan ekonomi Asean. Memang berbagai data ekonomi yang dilansir dari Biro Pusat Statistik ataupun Bank Indonesia, secara umum menunjukkan bahwa stabilitas ekonomi makro ataupun pasar keuangan secara umum cukup terjaga yang ditunjang oleh pelbagai indikator ekonomi makro lainnya yang relatif cukup baik.  Akan tetapi jika lebih jauh diamati dengan seksama, khususnya yang berkenaan faktor-faktor pendukung kinerja yang baik tadi, kita perlu waspada karena dari sisi kualitas ternyata  pertumbuhan ekonomi Indonesia masih relatif  rendah dan rawan. Tanda-tanda dari pembangunan ekonomi Indonesia berjalan kurang terarah, diantaranya adalah stabilitas ekonomi makro yang dianggap baik itu ternyata lebih banyak didukung oleh dana jangka pendek yang besar, yaitu hot money yang masuk ke Indonesia yang diperkirakan lebih besar dari cadangan devisa yang tersedia di Bank Indonesia.
Sebagaimana kita ketahui bahwa dana jangka pendek memiliki tingkat volatilitas yang tinggi, yakni rawan untuk berbalik arah, sehingga tidak dapat diharapkan keberlanjutannya untuk mendukung stabilitas ekonomi makro. Situasi  ini jika tidak cepat diatasi dapat menciptakan instabilitas ekonomi makro - terlebih karena arah ekonomi Indonesia yang semakin liberal - dimana krisis ekonomi akan semakin mudah untuk  datang dan pergi. Yakni, dimana krisis yang terjadi di suatu negara akan mudah berimbas kepada negara lain. Harus diakui pula, kenaikan harga sumber daya alam dan produk sektor informal banyak menolong pembangunan ekonomi Indonesia akhir-akhir ini. Oleh karena itu, Indonesia perlu berusaha mengubah pola capital inflow yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi jangka panjang, yakni dengan membenahi semua faktor ekonomi dan non-ekonomi yang terkait agar dapat mendorong masuknya investasi luar negeri ke Indonesia. Rendahnya kualitas pertumbuhan ekonomi Indonesia akhir-akhir ini karena  sebagian besar lebih didukung oleh pertumbuhan konsumsi dan non-tradable commodities atau komoditas sektor informal, yang juga telah membuka peluang penciptaan lapangan kerja. Adapun hal yang membatasi kemampuan tumbuhnya kualitas ekonomi Indonesia, adalah karena mesin penggerak pertumbuhan ekonomi seperti sektor manufaktur dan laju investasi masih belum dapat bangkit kembali. Ketahanan ekonomi Indonesia pada saat ini lebih banyak didukung oleh usaha mikro yang semakin berkembang di mana jumlahnya mencapai lebih dari 50 juta unit. Usaha mikro kecil dan menengah  dengan jumlah itu,  mampu menyerap lebih dari 80 persen tenaga kerja di Indonesia, yang mana lebih dari 90 persen-nya berasal dari sektor informal. Rendahnya kualitas pertumbuhan ataupun pembangunan ekonomi Indonesia akan membuat Indonesia semakin sulit bersaing di pasar yang semakin liberal ini. Padahal, Indonesia sudah mengikatkan diri dengan berbagai kesesepakatan untuk membuka pasarnya, dengan WTO, APEC ,AFTA ,ASEAN-China  dan sebagainya. Hal ini membuat persaingan bisnis dan persaingan antar negara akan semakin ketat karena the world is flat, begitu kata Tom Friedman. Rendahnya kualitas pembangunan ekonomi  merefleksikan juga rendahnya daya saing internasional dan/atau global yang akan menghambat peningkatan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, keberlangsungan pembangunan ekonomi Indonesia tidak akan berkelanjutan jika kualitasnya rendah. Selain itu, masih ada pekerjaan rumah lain yang tidak kalah pentingnya, seperti pembangunan di sektor sosial (kualitas hidup) dan lingkungan hidup yang juga menuntut segera diperhatikan. Stabilitas ekonomi makro menjadi rawan terhadap guncangan keuangan-moneter, yakni jika aliran dana jangka pendek masih mendominasi cadangan devisa kita. Oleh karena itu, perlu adanya perubahan dalam pengelolaan ekonomi Indonesia. Kita harus kembali pada prinsip-prinsip dasar ekonomi di mana stabilitas ekonomi makro sebaiknya dibangun atas dasar fundamental ekonomi yang sehat dan kuat, bukan ditopang  oleh dana jangka pendek. Sudah seyogyanya pertumbuhan ekonomi didasarkan oleh  mesin penggerak  ekonomi yang didukung oleh daya saing yang tinggi dengan nilai tambah yang besar, yang untuk Indonesia direfleksikan dengan  tumbuhnya sektor manufaktur dan laju investasi.  Dengan demikian, maka peningkatan daya saing internasional atau global menjadi kata kunci penting. Sebaliknya jika sektor manufaktur dan laju investasi berjalan lambat, maka faktor yang perlu terus didorong adalah menumbuh-kembangkan kemampuan  daya saing sumber daya manusia Indonesia – baik di dunia bisnis dan di sektor pendidikan – guna memobilisasi SDM kreatif bertalenta secara sinergi dan terpadu untuk melakukan terobosan inovatif dalam rangka mempertahankan pembangunan  ekonomi yang lebih berkualitas dan berkelanjutan, dibawah jalinan kerjasama, koordinasi, integrasi, dan kolaborasi yang sinkron antara pihak pemerintah, kalangan bisnis dan dunia pendidikan.
Pemerintah sendiri menyadari terdapatnya tantangan berupa permasalahan dasar ekonomi jangka pendek dan menengah, yang dikarenakan,yakni (1) relatif rendahnya perrtumbuhan ekonomi pasca krisis, yakni rata-rata hanya 4,5% per tahun,  (2) masih tingginya angka pengangguran yang  berkisar antara 9 – 10%, dan tingginya tingkat kemiskinan sekitar 16 – 17 %, dan (3) rendahnya daya saing industri  Indonesia. Oleh karena itu potensi ekonomi kreatif dimunculkan  menjadi tren dan solusi relevan yang diharapkan dapat menjawab tantangan ekonomi Indonesia kedepan, disamping adanya tantangan lain, seperti isu global warning, pemanfaatan energi yang terbarukan, deforestasi, dan pengurangan emisi karbon.  Diharapkn dengan itu arah pengembangan industri kreatif akan menuju pada pola industri ramah lingkungan (green Industry) dan penciptaan nilai tambah barang dan/atau jasa yang berasal dari nilai kreatifitas dan talenta sumber daya manusia yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai sumber daya yang terbarukan. Dengan tekad tersebut, pemerintah membuat Rencana Pengembangan ekonomi kreatif Indonesia 2025, yang diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman operasional dan pembuatan kebijakan baru bagi aparatur pemerintah  yang bertanggung jawab terhadap pengembangan ekonomi kreatif. Harus diakui pengaruh industri kreatif terhadap ekonomi Indonesia cukup signifikan dengan besaran kontribusi terhadap PDB rata-rata tahun 2002 -2006 adalah sebesar 6,3 % atau setara dengan 104,6 triliun rupiah (nilai konstan) dan 152,5 triliun rupiah (nilai nominal). Industri kreatif telah mampu menyerap tenaga kerja rata-rata antara tahun 2002 -2006 sebesar 5,4 juta jiwa dengan tingkat partisipasi sebesar 5,8% dari total lapangan kerja yang tersedia. Jika ditinjau dari sisi ekspor berdasarkan estimasi klasifikasi sub-sektor, maka peran ekonomi kreatif terhadap total ekspor rata-rata tahun 2002 -2006 adalah sebesar 10,6%  dan data ini masih dapat dikoreksi. Berdasarkan rata-rata pertumbuhan PDB tahunan 2002 -2006, maka pertumbuhan sub-sub sektor industri  kreatif, ternyata memiliki rata-rata pertumbuhan diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional (5,24%), dengan rincian: (1) musik (18,06%); (2) penerbitan dan percetakan (12,59%); (3) periklanan (11,35%); (4) arsitektur (10,86%) (5) layanan komputer dan piranti lunak (10,60%); (6) televisi dan radio (8,51%) (7) permainan interaktif (8,24%): (8) pasar barang seni (7,65%); dan (9) seni pertunjukan (7,65%). Dengan konsep pengembangan yang matang, sebetulnya  pertumbuhan Industri kreatif ini cukup memberikan harapan yang menjanjikan, apalagi jika dilakukan upaya-upaya yang terencana, teroganisir dan terintegrasi untuk menularkan “virus kreativitas” terhadap seluruh masyarakat dan elemen bangsa agar tercerahkan pikiran dan spiritnya untuk terus mencari terobosan baru baik dalam kerja produktif maupun konsumtif.
                Kembali ke tema utama dari maksud tulisan ini adalah, bagaimana suasana peringatan hari kebangkitan nasional pada tahun ini dapat diartikulasikan kedalam kebangkitan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia secara keseluruhan. Para pendiri bangsa ini telah membuktikan diri sebagai insan-insan kreatif dan inovatif pada era patriotismenya, yang telah mempersatukan wilayah dan bangsa Indonesia yang majemuk menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan Pancasila sebagai falsafah, landasan idiil, dan jalan hidup bangsa Indonesia, dimana Bhineka Tunggal Ika merupakan konsep plurar yang bersifat kreatif-inovatif yang dapat memberi ruang pada pelbagai perbedaan dalam satu kesatuan tujuan.  Adanya potensi perbedaan dan pluralisme masyarakat Indonesia, telah dipandang sebagai rahmat dari Tuhan YME yang telah dijadikan landasan yang kokoh bagi negara kesatuan Republik Indonesia. Berdirinya negara Republik Indonesia juga merupakan prakarsa tokoh dari pelbagai suku bangsa, kepercayaan dan agama yang berbeda-beda – juga dengan spektrum pemikiran berbeda - yang telah tercerahkan dalam suatu ide yang mengkristal dalam suatu “titik temu”, yakni suatu kesadaran bagi kemerdekaan dan pembentukan negara Indonesia yang berdaulat, yang didukung pula oleh keunikan raja-raja atau sultan - sebagai warisan sejarah dan budaya - senusantara yang ikut mendukung kemerdekaan bangsa Indonesia. Diawali dengan sering bertemunya para pemuda di tahun 1908, dan menjadi ledakan kemerdekaan di tahun 1945.
Di negara-negara maju adanya pluralisme ini  - ditandai dengan adanya kekayaan perbedaan pemikiran dan disiplin keilmuan – telah menjadi pemicu  dan penggerak kemajuan kehidupan di segala bidang. Munculnya masa renaisans di Eropa dimulai dengan sering bertemunya para pematung, ilmuwan, penyair , filsuf, ahli keuangan, pelukis dan arsitek yang berkumpul di kota Florence, dan mereka menempa suatu gagasan dunia baru yang kemudian dikenal sebagai masa Renaisans atau masa Pencerahan. Kota Florence telah menjadi saksi sejarah, yakni sebagai episentrum ledakan kreatif, yang merupakan salah satu era yang paling inovatif dalam sejarah, yang dampaknya masih terasa sampai saat ini. Leonardo da Vinci adalah salah seorang aktor dibalik masa pencerahan ini, ketika para seniman, ilmuwan dan para saudagar mencapai suatu titik temu dan berkolaborasi bersama-sama serta menciptakan salah satu ledakan dahsyat dalam seni dan peradaban yang dianggap paling kreatif di Eropa. Pemahaman baru tentang gerak dan struktur alam semesta dikemukakan Galileo Galilei, begitu juga pemahaman tentang cahaya dan gravitasi yang dihasilkan Isaac Newton, dan sejak itu penemuan-penemuan baru terus bermunculan. Namun pada abad-abad selanjutnya, yang terlihat adalah pertumbuhan spesialisasi ilmu pengetahuan. Disiplin ilmu menjadi terpecah-pecah bagaikan memecah dunia menjadi kepingan-kepingan yang lebih kecil dan spesifik. Kini pemecahan keilmuan kembali menjadi berbalik arah dan hasilnya dapat dilihat di berbagai bidang kehidupan. Tom Friedman dalam bukunya The lexus and The Olive Tree menyatakan “kini tidak seperti era sebelumnya, batas-batas tradisional antara politik, okonomi,sosial-budaya, teknologi, keamanan nasional dan ekologi menghilang”.  
Terdapat tiga hal yang menghilangkan sekat-sekat disiplin tersebut, yaitu adanya kebangkitan dari suatu titik temu pemikiran dan kolaborasi serta pandangan berbagai etnik, budaya dan bangsa. Pertama, didorong oleh kekuatan perpindahan orang (migrasi), dan menurut Peter Drucker migrasi besar-besaran pada abad ke 19 adalah ke tempat-tempat kosong dan tak berpenghuni, seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Brazil, atau dari desa ke kota dalam suatu negara yang sama. Adapun migrasi pada abad ke 21 dilakukan oleh orang-orang asing, dalam kebangsaan, bahasa, kebudayaan, dan agama yang berpindah ke negara-negara maju, dan menurut Drucker kecenderungan ini dalam jangka panjang tidak akan berbalik arah. Menurut Frans Johansson, kekuatan itu akan menimbulkan banyak sekali titik temu, kolaborasi dan persilangan budaya dengan gagasan inovatif bagi mereka yang cukup berani menggalinya. Ide-ide dalam persilangan budaya akan lebih mudah diperkenalkan terhadap audiens yang lebih beragam. Hal ini mudah terjadi di dunia bisnis dan seni. Tren perpaduan dan pencampuran berbagai budaya semakin banyak terjadi di bidang film, sastra, musik dan seni, sedangkan dunia bisnis dapat menggali gagasan-gagasan berbagai budaya dengan memahami bagaimana budaya-budaya itu saling berhubungan. Di pusat pertokoan di jalan Fifth Aveneu, Brooklyn Amerika Serikat, ditemui sebuah butik dengan nama Kimera yang menjual gaun “gaya hibrida” yang unik. Sang pemilik bernama Yvonne Chu, bercerita ia mendapat inspirasi tersebut dari pengalamannya ketika dibesarkan di New York dengan orang tua keturunan Cina, dan juga dari perjalanannya keliling dunia. Orang menyukai desain gaun ini di mana perpaduan budaya begitu kentara dalam desainnya. Perrtemuan budaya juga terjadi karena pengaruh demokrasi dan faham kapitalisme, yakni berkurangnya sekat perdagangan internasional dan terbukanya sekat antar bangsa yang telah memicu peningkatan  lapangan  pekerjaan dan kesempatan pendidikan bagi para  pendatang  yang berasal dari seluruh dunia.    Kedua, kekuatan konvergensi, yakni dimana ilmu pengetahuan menjadi semakin penting bagi seluruh umat manusia, mengingat semakin banyak masalah yang perlu diatasi daripada masa sebelumnya dan telah banyak menghasilkan penemuan yang berbeda sifatnya dari yang terdahulu. Pada saat ini  akan sering ditemukan seorang insinyur yang berkolaborasi dengan seorang ahli biologi  mempelajari tingkat kerasnya kulit kerang  untuk digunakan sebagai komponon badan tank sampai ke badan mobil. Kita juga akan menyaksikan para ahli kelautan, meteorologi, geologi, fisika, kimia dan biologi berkolaborasi untuk memahami dampak pemanasan global. Temuan baru yang akan mengubah wajah dunia ini akan muncul pada titik temu berbagai disiplin dan tidak dari dalam disiplin-disiplin ilmu itu sendiri. Alan Leshner CEO American Association for the Advancement of science (AAAS) menyatakan bahwa, kebanyakan kemajuan besar dalam penemuan melibatkan berbagai disiplin ilmu, dimana  disiplin ilmu tunggal (mono disiplin) agaknya akan lenyap.
Perubahan ini juga dapat dilihat di perguruan tinggi dengan banyaknya program studi yang memakai tanda sambung dibandingkan sebelumnya, misalnya prodi matematik-fisika, biologi-kimia, geologi-kimia, ekonomi-psikologi dan ekonomi-teknik. Keanekaragaman prodi  kini bersatu untuk meneliti masalah tertentu yang menyangkut lingkungan, bioengineering, pembangunan berkelanjutan, neurologi, ekonomi hijau dan banyak lagi bidang ilmu lainnya. Para ilmuwan yang memahami kekuatan konvergensi itu terus meningkatkan pembentukan tim kolaborasi lintas disiplin. Mereka mengabdikan diri bagi terciptanya masyarakat riset ilmiah baru dengan mengikuti perpaduan yang bermunculan dalam ilmu pengetahuan. Santa Fe institute (SFI) di New Mexico yang didirikan pada tahun 1984 oleh George Cowan telah sukses dalam misi ini. Akhir-akhir ini para ahli biologi misalnya, tengah tekun bekerja dengan para ahli ekonomi dan analis pasar  modal untuk memunculkan gagasan baru tentang perilaku pasar. Menurut Robert Hagstrom, seorang manajer investasi mengatakan “model-model yang kami gunakan untuk menerangkan evolusi strategi finansial sama secara matematis dengan rumus yang digunakan para ahli biologi untuk memahami populasi dari sistem predator - mangsa, sistem kompetisi, dan sistem simbiosis”. Wilayah riset lain yang terkenal adalah fenomena-fenomena dunia kecil yang mencoba memahami dunia nyata melalui mata rantai yang membentuknya. Para ahli ini melihat kesamaan  cara-cara sel tubuh dibentuk, halaman-halaman web terhubung, segmen masyarakat beru terbentuk, dan bahkan bagaimana jaringan sel-sel teroris berinteraksi. Sekarang SFI adalah sebuah lembaga riset swasta independen yang memungkinkan para  peneliti ilmu-ilmu fisika, biologi, informatika, ekonomi, sosial-budaya berkolaborasi. Lembaga riset ini tumbuh dari fakta bahwa ilmu pengetahuan sedang mencapai titik perubahan ke dalam suatu konvergensi. Ketiga, lompatan di bidang komputer, yakni suatu loncatan di bidang penggunaan komputer telah memungkinkan perusahaan Pixar tidak hanya menciptakan animasi multi dimensi, tetapi juga memusatkan perhatian pada cerita dan bagaiman cara cerita itu disampaikan. Animasi multi dimensi memberi kemampuan untuk menampilkan aspek emosi dengan cara yang tidak bisa dilakukan animasi dua dimensi. Wajah dan mimik tokoh Shrek memperlihatkan perasaan dan tidak hanya ekspresi. Penggunaan grafis komputer membuat Pixar dapat memciptakan film-film yang jauh lebih canggih daripada yang bisa dihasilkan oleh animasi gambar tangan. Teknologi komputer memungkinkan Pixar melakukan semuanya dengan cara yang berbeda. Semua ini tidak mungkin terjadi tanpa penemuan microchip sebagai inovasi paling penting dalam lima puluh tahun terakhir. Microchip telah meretas jalan untuk e-mail, world wide web, telepon genggam, telepon satelit, dan televisi. Dengan demikian melalui ketiga kekuatan tadi, yakni perpindahan orang, konvergensi ilmu pengetahuan, dan lompatan penggunaan komputer telah memunculkan lebih banyak titik temu dan kolaborasi yang akan mengubah dunia secara radikal. Sebagaimana pernah dikatakan ekonom Paul Romer (1993), bahwa di dunia yang tengah mengalami keterbatasan fisik ini, adanya penemuan ide-ide besar, yang juga diiringi jutaan ide-ide kecil telah menjadikan ekonomi tetap tumbuh secara dinamis. Konsep ekonomi kreatif merupakan alternatif konsep ekonomi di era ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan stock of knowledge dari sumber daya manusia sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya. Struktur perekonomian dunia mengalami transformasi dengan cepat seiring dengan pertumbuhan ekonomi, dari yang tadinya berbasis sumber daya alam beralih menjadi berbasis sumber daya manusia(SDM). Tren ini tentunya menguatkan suatu  kearifan yang menyatakan“tak ada sesuatu yang lebih baik dari seribu makhluk yang semisalnya melainkan manusia itu sendiri”, dan para penganut spiritual menyatakannya dengan ungkapan kata,“sesungguhnya engkau-manusia adalah berlian yang ditatah pada logam alam semesta ini”. Begitulah suara langit telah jauh hari memberi isyarat pada potensi keunggulan sumber daya manusia ini.
            Kembali pada karifan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, ditambah dengan kekayaan jamrud khatulistiwa, sungai, ngarai dan kolam susu, dimana tongkat kayu dapat tumbuh menjadi tanaman, bahtera bumi persada Indonesia ini adalah berkah yang tak terkirakan nilainya bagi bangsa Indonesia. Para pendiri bangsa telah mengolah dan menghamparkan kebun yang baik untuk tumbuhnya aneka-ragam manusia Indonesia yang unggul, dengan tulus mereka sangat sayang dan mencintai masa depan anak cucunya, sehingga infrastruktur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara telah mereka siapkan, dan begitu juga tanah-air tercinta bumi nusantara yang kaya dan subur ini. Sayangnya beribu anugrah ini malah  telah menina-bobokan sebagian besar bangsa Indonesia, dan tidak membangkitkan semangat seperti di awal kemerdekaan, atau ketika bangsa Indonesia mengalami masa keemasan di zaman Singosari, Majapahit dan Sriwijaya, yang telah memotong kuping utusan Kubilai Khan, dan mengusir pasukan yang datang sesudahnya. Kemerosotan kehidupan berbangsa dewasa ini diakibatkan karena kita kehilangan hubungan dengan masa lalu kita, sebagai suatu matarantai kesinambungan sejarah, mungkin kita berhutang terhadap cita-cita leluhur para pendahulu masa lalu kita, kadang yang sering diremehkan dengan berbagai konotasi keterbelakangan, kebodohan, bahkan mungkin dikatakan sebagai manusia “primitif”. Sehingga tanah air yang kaya-raya ini tidak menjadikan berkah, bahkan cenderung menjadi musibah bagi para penghuninya. Padahal, menurut psikolog Jung, masa lalu adalah endapan bawah sadar kita yang menjadikan kehidupan kita menjadi seimbang sebagai bagian dari keutuhan dan keunikan jati diri kita. Inilah sumber kreativitas dan inovasi, yang nafas dan spiritnya berada di relung hati dan batin bawah sadar kita, sehingga apabila yang bawah sadar dan kesadaran kita mencapai titik temu, akan tumbuh pencerahan yang luar biasa. Sebagaimana juga Nabi Musa yang berhasrat mencari pencerahan ilmu, kemudian diperintah Tuhan menemui Khidir di titik pertemuan antara dua lautan. Maka ujungnya kesemua hal ini harus dikembalikan pada dunia pendidikan. Dikatakan oleh Howard Gardner bahwa kita perlu melaksanakan praktik pendidikan yang baru. Selama ini kita mungkin mengira bahwa mendidik kaum muda yang bisa membaca, asik dengan seni, mahir membuat teori ilmiah adalah hal yang baik sementara kondisi dunia terus berubah secara signitifan, berbagai sasaran, kemampuan dan praktik mungkin tidak lagi diperlukan atau bahkan dipandang dapat menghalangi produktivitas. Pendidikan pada intinya adalah soal sasaran dan nilai-nilai manusia, kita tidak bisa mengembangkan suatu sistem pendidikan kecuali kita terlebih dahulu mengenali pengetahuan dan keterampilan apa saja yang bernilai bagi semua orang. Anehnya banyak pembuat kebijakan bertindak seolah-olah sasaran pendidikan sudah jelas diketahui sehingga tidak perlu dicari lagi. Padahal apa yang harus kita lakukan sebagai tenaga pendidik atau dosen, pengelola dan bahkan tenaga pendidikan   harus ditentukan oleh sistem nilai kita sendiri, sementara sains dan teknologi tidak memiliki sistem nilai. Sains, dengan segala rekayasa teknik, teknologi, dan matematika, bukanlah satu-satunya bidang pengetahuan, dan bahkan bukan satu-satunya bidang pengetahuan yang penting. Kumpulan pidato Bill Gates dan Thomas Friedman sering mensitir adanya pengetahuan besar lainnya, yaitu ilmu sosial, humaniora, seni, sipil, peradaban, etik, kesehatan, keselamatan dan pelatihan kebugaran tubuh juga layak mendapat perhatian sama dan porsi yang setara dalam kurikulum. Yang berbahaya adalah, banyak orang mengira bahwa bidang pengetahuan yang lain ini, harus dipelajari dengan metode dan pembatasan yang sama dengan sains. Menurut Gardner, bagaimana mungkin seorang pemimpin politik atau bisnis akan dipercaya – terutama di masa krisis – jika yang mereka paparkan hanyalah penjelasan ilmiah dan bukti matematika, yang pesan tersebut tidak sampai pada hati pendengarnya. Bahkan pakar fisika agung Niels Bohr pernah mengatakan ironi ini, “ada dua macam kebenaran, yakni kebenaran yang dalam dan kebenaran yang dangkal, dan fungsi sains adalah menghapuskan kebenaran yang dalam”.
Untuk itu dalam pendidikan perlu dikembangkan pembinaan lima watak mental, yakni, pertama, pikiran terdisiplin (disciplined mind). Setidaknya orang perlu menguasai satu cara berpikir, yaitu suaru perilaku kognitif yang mencerminkan disiplin ilmu, keterampilan atau profesi tertentu, dalam upaya terus menerus meningkatkan keterampilan dan pemahaman. Tanpa menguasai paling sedikit satu disiplin, seseorang hanya akan mengikuti keinginan orang lain. Kedua, pikiran sintesis (synthesizing mind). Dalam hal ini orang perlu memahami dan mengevaluasi informasi secara objektif dan kemudian mampu menyatukannya dengan cara yang masuk akal yang dapat dipahami orang lain. Tuntutan kemampuan ini semakin mendesak pada saat ini dengan semakin berlipat-gandanya jumlah informasi yang datang pada kita dengan sangat cepat. Ketiga, pikiran mencipta (creating mind), yakni pemanfaatan penguasaan disiplin ilmu dan daya sintesis untuk menghasilkan hal yang baru. Suatu pikiran yang dapat melahirkan ide-ide baru, pertanyaan tak terduga, membangkitkan cara berpikir baru sekaligus memunculkan jawaban tak terduga. Pada akhirnya ciptaan itu harus membuat para konsumen berpengetahuan bersedia menerimanya. Pikiran mencipta setidaknya berada satu langkah di depan komputer atau robot secanggih apapun. Keempat, pikiran merespek (respectful mind), yakni suatu kesadaran bahwa dewasa ini orang tidak lagi terus berada dalam wilayah dan bidangnya sendiri. Mereka harus siap menyambut perbedaan individu dan kelompok manusia dengan saling memahami, agar dapat bekerja secara efektif bersama-sama. Maka dalam dunia dimana semuanya saling terhubung, sikap tidak toleran dan tidak merespek tidak lagi mendapat tempat. Kelima, pikiran etis (ethical mind), yaitu mengembangkan konsep tentang bagaimana kita bisa memahami tujuan yang berada di luar kepentingan pribadi, dan bagaimana kita dapat bekerja untuk meningkatkan kepentingan kesejahteraan bersama. Agaknya kelima pikiran ini merupakan representasi keragaman kognitif kegiatan manusia yang saat ini berkembang secara menyeluruh dan global. Maka tanpa rasa respek kemungkinan besar kita akan saling merendahkan satu dengan yang lainnya. Tanpa etika kita akan kembali ke dunia dimana orang berhak mengejar kepentingan egonya sendiri (teori Hobbes) dan orang kuatlah yang bertahan hidup (teori Darwin) dimana keuntungan bersama tidak diakui. Pendidikan dalam pengertian yang lebih luas seharusnya membantu lebih banyak manusia untuk mengenali corak-corak yang paling mengesankan dari mahluk yang paling luar biasa pada spesies kita, dan sejarah sarat dengan orang-orang yang menjadi teladan dari salah satu atau lebih jenis-jenis talenta dan spektrum pikiran original mereka, termasuk talenta dan originalitas pikiran para pendiri bangsa ini. Bangkitlah bangsa Indonesiaku! Dan bangkitlah para cendikiawan dan Ilmuwan tanah air tercinta!

                                                                                                            Jakarta, 15 Mei 2012
                                                                                                                  Faisal Afiff
   

Selasa, 08 Mei 2012

Rangkaian Kolom Kluster I: Blue Ocean Strategy dan Ekonomi Kreatif


BLUE OCEAN STRATEGY
DAN
EKONOMI KREATIF

Salah satu tema penting tentang wacana manajemen stratejik lima tahun belakangan ini dan agaknya masih menjadi topik perbincangan hangat sampai saat ini, adalah respon terhadap gagasan profesor asal Korea, W. Chan Kim dan rekannya dari Perancis Renee Mauborgne, yang tertuang dalam buku mereka berjudul Blue Ocean Strategy, suatu gagasan inovatif tentang menciptakan ruang pasar tanpa pesaing. Blue Ocean Strategy pada dasarnya adalah suatu siasat untuk menaklukan pesaing melalui tawaran fitur produk yang inovatif, yang selama ini justru luput dari perhatian  para pesaing. Fitur produk ini biasanya berbeda secara radikal dengan yang selama ini sudah ada dan tersedia di pasar. Apa yang dilakukan oleh para pelaku di industri kreatif dewasa ini adalah dengan menciptakan fitur produk inovatif yang berbeda secara radikal, sehingga pemahaman akan konsep blue ocean strategy perlu dibekali bagi mereka. Beranjak dari pola-pikir blue ocean strategy, pelaku bisnis didorong untuk memasuki sebuah arena pasar baru yang secara potensial selama ini seolah diabaikan oleh para pesaing. Dalam pola-pikir sebelumnya, yang oleh W Chan Kim dan rekannya disebut sebagai  red ocean, suatu kemampuan mengalahkan pesaing adalah hal terpenting, dimana kompetitor biasanya memberikan tawaran fitur produk yang seragam, sama, dan semua saling memperebutkan pasar yang juga sama. Maka mudah dibayangkan yang terjadi adalah pertarungan sengit, yaitu medan persaingan diperebutkan oleh para pemain yang menawarkan keseragaman produk dan pendekatan. Sebaliknya, blue ocean ditandai oleh ruang pasar yang belum terjelajahi, penciptaan permintaan, dan peluang pertumbuhan yang sangat menguntungkan. Berkompetisi meraih pangsa pasar yang berkontraksi – sebagai fakta dunia bisnis - mungkin masih perlu dilakukan, namun tidak memadai untuk mendukung kinerja prima, maka kita harus melampaui kompetisi untuk meraup laba dan kesempatan pertumbuhan baru, yaitu dengan menciptakan samudra biru (blue ocean). Saat ketika ruang pasar semakin sesak, prospek akan laba dan pertumbuhan dapat berkurang, dan produk pun telah bergeser menjadi komoditas.
Suatu strategi blue ocean yang efektif, paling tidak memiliki tiga kualitas yang saling melengkapi, yakni fokus, gerak menjauh (divergensi), dan moto utama. Pertama, fokus, setiap strategi hebat tentu perlu memiliki fokus, dimana suatu profil strategis atau kurva nilai perusahaan harus dengan jelas menunjukkan fokus tersebut. W. Chan Kim dan rekannya memberi contoh profil southwest sebagai sebuah perusahaan maskapai penerbangan yang berfokus pada tiga faktor, yaitu pelayanan ramah-tamah, kecepatan, dan keberangkatan point to point langsung dari kota ke kota secara berkala. Sebaliknya, para pesaing berinvestasi pada semua faktor kompetitif dalam industri penerbangan, sehingga semakin sulit bagi mereka untuk menyaingi tarif penerbangan southwest, yaitu sama saja dengan membiarkan agenda mereka didikte oleh langkah para pesaing, sehingga terbentuk model bisnis yang mahal. Kedua, divergensi, suatu bentuk kurva nilai yang menjauh dari pesaing lain, yaitu suatu upaya mencari dan melihat alternatif baru tanpa harus membandingkan diri dengan para pesaing lain. Ketika strategi suatu perusahaan dibentuk secara reaktif dalam upaya mengikuti irama kompetisi, maka strategi itu akan kehilangan keunikannya. Maka dalam blue ocean strategy diterapkan pendekatan empat langkah strategi, yaitu menghilangkan, mengurangi, meningkatkan, dan menciptakan, terutama dalam upaya untuk membedakan profil blue ocean dari profil umum industri. Dalam kasus cirque de soleil, dengan mengambil contoh suatu perusahaan pertunjukan sirkus – disaat bisnis pertunjukan sirkus tengah meredup dan hampir dilupakan - maka upaya terobosan dilakukan dengan menghilangkan pemain bintang, pertunjukan binatang, penjualan konsesi tempat duduk dilorong, serta jumlah arena pertunjukan yang dianggap terlalu banyak. Adapun yang dipertahankan adalah pertunjukan yang memancing gelak tawa, humor serta pertunjukan ketegangan dan bahaya. Kemudian yang ditingkatkan adalah lokasi yang lebih unik, sementara yang diciptakan adalah tema baru, suasana yang lebih baik, beragam produksi, musik dan tarian artistik. Oleh cirque de soleil  pasar yang dibidik tidak lagi kelompok anak-anak dan remaja, namun bergeser kearah pasar kelompok dewasa dan pelanggan korporasi yang bersedia membayar mahal, untuk merasakan sensasi hiburan yang berbeda dari yang terbayang sebelumnya. Ketiga, moto yang memikat, sebuah strategi yang baik memiliki moto yang jelas dan memikat. Dalam hal ini agen periklanan akan kesulitan dalam mendapatkan moto yang berkesan dari hanya sekedar penawaran konvensional berupa makan siang, pilihan kursi duduk atau menu restorasi. Sebuah moto yang bagus tidak hanya harus mampu menyampaikan pesan secara jelas, akan tetapi juga mengiklankan penawaran atau produk secara jujur. Maka untuk menguji keefektifan dan kekuatan dari sebuah strategi, adalah dengan melihat apakah suatu strategi itu mengandung suatu moto yang kuat dan otentik.
Pertanyaan yang menggelitik kemudian adalah, sejauhmana produk blue ocean mudah atau sulit ditiru? Sebagaimana diketahui, menciptakan blue ocean bukanlah pencapaian yang statis melainkan suatu proses yang dinamis. Ketika suatu perusahaan telah menciptakan blue ocean dan akibat-akibatnya yang kuat terhadap suatu kinerja sudah diketahui pesaing, maka cepat atau lambat akan muncul pengekor. Agaknya sudah menjadi hukum alam pada saat suatu perusahaan yang sukses dan meluaskan blue ocean-nya, maka serta merta akan makin banyak perusahaan lain yang ingin ikut terjun. Seringkali suatu strategi blue ocean akan berjalan tanpa tantangan berarti selama 10 hingga 15 tahun. Rintangan bagi para peniru adalah bahwa strategi blue ocean merupakan sebuah pendekatan sistemik yang tidak hanya menuntut berjalannya setiap elemen strategis secara benar, tetapi juga menuntut keterpaduan elemen-elemen itu dalam suatu sistem integral supaya dapat menghasilkan inovasi nilai. Inilah sebabnya kita jarang melihat adanya peniruan strategi yang terjadi secara cepat, dimana meniru sistem semacam itu bukanlah hal yang mudah. Beberapa faktor yang menyulitkan untuk meniru strategi blue ocean adalah, pertama, inovasi nilai seringkali dianggap tidak masuk akal bagi logika konvensional perusahaan pada umumnya. Sebagai contoh ketika pertama kali CNN memperkenalkan siaran berita 24 jam dalam 7 hari penuh, sempat dicemooh oleh para pesaingnya sebagai berita “mie ayam”, apalagi tanpa dibumbui oleh penyiar kondang. Situasi ini justru menguntungkan karena menunda terjadinya peniruan secara cepat. Kedua, strategi blue ocean dapat menimbulkan konflik dengan citra merek perusahaan lain. Ketiga, terdapat kaidah hukum monopoli alamiah, yaitu pasar biasanya tidak bisa mendukung atau menerima pemain kedua atau tiruan. Keempat, adanya hak paten atau legal aspek yang menghalangi peniruan. Kelima, volume penjualan tinggi akan menghasilkan keunggulan biaya yang cepat bagi inovator nilai, dan dapat menciutkan nyali pengekor untuk memasuki pasar. Keenam, eksternalitas jaringan blue ocean menghambat perusahaan lain untuk melakukan peniruan. Ketujuh, suatu peniruan kerap akan menuntut perubahan kebijakan, operasional, dan kultural yang signifikan. Kedelapan, perusahaan yang melakukan inovasi nilai akan meraih popularitas tersebar dari mulut ke mulut dan membentuk pelanggan loyal yang cenderung menciutkan nyali para pengekor. Sebagai contoh, penyanyi legendaris Iwan Fals dan grup musik Slank di Indonesia, yang menjadi ikon dunia hiburan di tanah air yang sulit digantikan, yang dikenal dengan fanatisme penggemarnya. Berbeda dengan polularitas Aa Gim, yang dihancurkan sendiri oleh inkonsistensi nilai yang ditebarkannya, sehingga upaya apapaun untuk mendongkrak nilai inovatif menjadi sulit, meskipun ia menempuh langkah inovatif untuk rujuk dengan mantan istrinya. Namun bagaimanapun strategi blue ocean relatif lambat atau cepat, pasti akan diikuti oleh para peniru. Apabila kita terobsesi untuk mempertahankan pangsa pasar secara defensif, boleh jadi ada kemungkinan kita terperosok kedalam persaingan dan berlomba untuk memenangi kompetisi baru. Jika reaksi ini yang ditempuh, dihawatirkan bentuk dasar kurva nilai kita akan berimpit dengan dasar kurva nilai para pesaing. Maka untuk menghindari jebakan tersebut, kita perlu memonitor kurva-kurva nilai dalam kanvas strategi. Memonitor kurva nilai akan memberi sinyal kepada kita, kapan kita harus melakukan inovasi nilai dan kapan tidak. Kegiatan memonitor ini memberi peringatan dini kepada kita untuk menciptakan blue ocean lain ketika kurva nilai kita mulai berimpit dengan kurva nilai para pesaing. Memonitor kurva nilai, juga mencegah kita untuk menunda menciptakan blue ocean baru, ketika masih terdapat arus laba yang besar dari produk kita saat ini. Ketika kurva nilai perusahaan memiliki fokus, divergensi, dan moto yang masih memikat,  maka kita perlu menahan diri dari godaan untuk kembali melakukan inovasi nilai. Dalam hal ini, justru kita harus fokus untuk memperlebar, memperluas, dan memperdalam arus profitabilitas melalui perbaikan operasional dan perluasan geografis demi mencapai cakupan pasar dan economies-of-scale secara optimal.
Dalam rangka mewujudkan visi Indonesia menjadi negara maju, pemerintah optimis untuk menggerakkan pengembangan ekonomi kreatif Indonesia 2025. Ekonomi kreatif diyakini pemerintah akan menjawab tantangan permasalahan dasar jangka pendek dan menengah, karena (1) relatif rendahnya perrtumbuhan ekonomi pasca krisis (rata-rata hanya 4,5% per tahun),  (2) masih tingginya angka pengangguran ( 9 – 10%) dan tingkat kemiskinan (16 – 17 %), dan (3) rendahnya daya saing industri Indonesia. Selain permasalahan tersebut, dengan ekonomi kreatif diharapkan dapat menjawab berbagai tantangan, seperti isu global warming, pemanfaatan energi yang terbarukan, deforestasi, dan pengurangan emisi karbon. Diharapkan dengan itu arah pengembangan industri kreatif akan menuju pola industri ramah lingkungan dan penciptaan nilai tambah barang dan/ atau jasa yang berasal dari intelektualitas sumber daya insani yang dimiliki oleh orang Indonesia, dimana intelektualitas sumber daya tersebut merupakan sumber daya yang terbarukan. Terkait dengan hal ini, maka pemerintah membuat Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025, yang dapat digunakan sebagai pedoman operasional dan pembuatan kebijakan baru bagi aparatur pemerintah  yang bertanggung jawab terhadap pengembangan ekonomi kreatif. Disamping itu, sebagai rujukan bagi instansi terkait perihal pengembangan ekonomi kreatif, sehingga tercipta kolaborasi serta sinergi yang positif dalam pembangunan negara Indonesia secara umum. Begitu juga sebagai arahan dan rujukan bagi para pelaku Industri, baik pengusaha, cendikiawan dan pelaku lainnya yang bergerak di bidang industri kreatif ataupun bidang lain yang berkaitan. Juga adanya tolok ukur pencapaian atau pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia. Disamping sebagai fungsi sumber informasi tentang ekonomi kreatif yang diharapkan dapat mendorong partisipasi masyarakat luas untuk berkontribusi secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan pengembangan ekonomi kreatif. Tiada lain, hal ini merupakan wujud optimisme baru dalam menyongsong masa depan negeri dalam rangka meningkatkan kebanggaan sebagai warga atau bangsa Indonesia. Pemerintah menyadari bahwa ekonomi kreatif merupakan wujud konkrit dalam upaya mencari pembangunan yang berkelanjutan melalui kreativitas, sebagai suatu iklim ekonomi yang berdaya saing dan memiliki sumber daya yang terbarukan. Terdapat fokus guna pengembangan ekonomi kreatif ini, yaitu pengembangan yang lebih menitikberatkan pada industri berbasis: (1) lapangan usaha kreatif dan budaya (creative cultural industry), (2) lapangan usaha kreatif (creative industry), dan (3) hak kekayaan intelektual, seperti hak cipta (copyright industry).
Daniel L Pink  dalam bukunya The Whole New Mind (2005), mengungkapkan bahwa jika ingin maju di era kreativitas, maka kita harus melengkapi kemampuan teknologi kita (high-tech) dengan hasrat untuk mencapai tingkat “high concept” dan “high touch”. High Concept adalah kemampuan menciptakan keindahan artistik dan emosional, mengenali pola-pola dan peluang, menciptakan narasi yang indah dan menghasilkan temuan-temuan yang belum disadari oleh orang lain. Adapun high touch adalah kemampuan berempati, memahami esensi interaksi manusia, dan menemukan makna keutuhan kehidupan. Dengan demikian, yang perlu dimiliki dalam pola pikir kreatif adalah:
·        Not just function but also ……………….design;
·        Not just argument, but also ………….. story;
·        Not just focus, but also………………….. symphony;
·        Not just logic, but also…………………….empathy;
·        Not just seriousness, but also…………..play; and
·        Not just accumulation, but also……….meaning.
Sementara itu Howard Gardner menyarankan lima pola pikir utama yang diperlukan dimasa yang akan datang, yang ditulis dalam bukunya Five Minds of The Future, yaitu:
1.      Pola pikir disipliner, yaitu dimana sekolah-sekolah dianjurkan menambahkan pengajaran bidang seni secara serius seperti halnya disiplin ilmu lain;
2.      Pola pikir sintesis, yaitu kemampuan menggabungkan ide-ide dari berbagai disiplin ilmu untuk menyatukannya kedalam suatu kesatuan sekaligus mampu menyampaikannya kepada orang banyak. Dalam konteks bisnis, ide-ide baru tersebut akan lebih mudah diterima oleh konsumen. Dalam hal memperkenalkan barang dan/ atau jasa baru, strategi komunikasi dan pencitraan  (branding) yang diperkuat dengan kemampuan sintesis akan meningkatkan kesuksesan di pasar;
3.      Pola pikir kreasi, yaitu dalam konteks bisnis, adalah kemampuan untuk menggerakkan perusahaan agar lebih proaktif, tidak hanya mengikuti, akan tetapi juga menciptakan tren. Dalam proses kreasi ini seseorang butuh dibekali dengan bakat (talent) yang cukup;
4.      Pola pikir menghargai, yaitu kesadaran untuk mengapresiasi perbedaan diantara pelbagai kelompok manusia. Sebagaimana yang dikatakan oleh Richard Florida yang menyatakan bahwa faktor penting agar kreativitas dapat tumbuh dan berkembang adalah dengan mengembangkan tingkat toleransi yang tinggi diantara sesama anggota komunitas dan menghargai perbedaan, termasuk didalamnya menghargai karya cipta orang lain; dan
5.      Pola pikir etis, yaitu penanaman nilai-nilai etika terhadap lingkungan dapat mendorong terciptanya produk yang ramah lingkungan, sehingga dapat dihasilkan terobosan-terobosan produktif dan menghindari peniruan secara terang-terangan.
Sementara Thomas L Friedman, menyebut tujuh kemampuan utama yang perlu disiapkan oleh orang-orang yang ingin bersaing di arena pekerjaan saat ini, yakni:
1.      Kemampuan dalam berkolaborasi dan “memimpin orkestra”;
2.      Kemampuan mensintesiskan segala sesuatu;
3.      Kemampuan menjabarkan suatu konteks;
4.      Kemampuan dalam menciptakan nilai tambah;
5.      Kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan baru;
6.      Kesadaran yang tinggi terhadap kelestarian alam; dan
7.      Kehandalan dalam menciptakan kandungan lokal.
Dengan demikian dapat dipetik hikmah mengenai pendapat diatas, yaitu kecenderungan manusia untuk beralih memikirkan nilai-nilai halus (soft value) atas segala sesuatu yang akan dilakukan, baik itu kegiatan yang berkaitan dengan aspek ekonomi, bisnis, pendidikan, maupun sosial lainnya di masa depan.
Semakin kritis para konsumen di pasar, akan membuat mereka semakin selektif terhadap barang dan/ atau jasa yang akan dikonsumsinya. Konsumen kurang tergerak membeli produk generik, sebaliknya konsumen sangat antusias membeli produk yang unik dan dapat membuat bangga yang memakainya. Agaknya  kini faktor selera semakin mendominasi perilaku konsumen, yang pada gilirannya daur hidup suatu produk akan  menjadi relatif singkat. Dahulu sektor industri lebih berorientasi untuk mendorong suplai, maka sekarang pendekatan industri lebih berorientasi pada konsumen dan proses operasinya tidak menetap di satu tempat, namun mulai tersebar. Dampak dari industri yang berorientasi pada konsumen, adalah munculnya era produksi non masal. Pada sistim ini produk dibuat tidak terlalu banyak dan dengan variasi yang beraneka ragam. Yang kurang disadari oleh banyak orang dari fenomena ini adalah tumbuhnya faktor kandungan emosional dan selera yang mendorong perubahan tersebut. Dengan demikian lembaga pendidikan perlu menciptakan SDM dengan kompetensi dan daya kompetitif  yang tinggi, serta mampu menstimulasi potensi intelegensia multi dimensi dalam rangka menciptakan SDM kreatif bertalenta.
Istilah inovasi sering dikaitkan dengan penguasaan teknologi tinggi, padahal inovasi bisa juga tidak dari sisi teknologinya namun dari nilai yang dihasilkan. Inovasi bisa dihasilkan dengan menciptakan nilai baru. Maka kemampuan adaptasi dan konvergensi agar tercipta ide baru membutuhkan daya imajinasi dan daya visualisasi, dan kemampuan ini perlu dimiliki oleh insani-insan kreatif didalam industri kreatif. Oleh karena itu para pelaku dalam industri kreatif perlu memahami dengan baik strategi blue ocean yang digagas oleh W. Chan Kim dan rekan. Khususnya ketika kurva nilai para kompetitor mulai berimpit dengan kurva nilai kita, yaitu dimulainya upaya untuk mencari inovasi lain demi menciptakan blue ocean yang baru. Memetakan kurva nilai pada kanvas strategi adalah penting, terutama untuk mengidentifikasi kurva nilai pesaing dan kurva nilai kita, sehingga secara visual akan terdeteksi kadar peniruan, dan terlihat sejauh mana blue ocean kita sedang berubah menjadi red ocean. Karena blue ocean dan red ocean selalu hadir berdampingan, realitas praktis menuntut para pelaku bisnis untuk berhasil dan menguasai strategi dalam kedua samudra tersebut. Namun karena banyak perusahaan sudah berpengalaman dan piawai berkompetisi dalam red ocean, maka merumuskan dan mengeksekusi strategi blue ocean menjadi lebih prioritas untuk melakukan upaya sistematis dan sekaligus sepraktis berkompetisi di pasar red ocean.Tak pelak lagi, blue ocean strategy merupakan salah satu siasat yang diperlukan para pelaku di industri kreatif, terutama jika mereka memang hendak terus memenangkan kompetisi bisnis yang kian keras. Sebab dengan inilah, mereka kemudian bisa terus menciptakan produk inovatif yang akan digemari para pelanggannya. Dengan cara ini pula, para pelanggan akan senantiasa jatuh hati dengan keragaman produk yang ditawarkan. Dari pemaparan diatas, perlu disadari bahwa terdapat hubungan komplementer antara blue ocean strategy dengan pengembangan ekonomi kreatif. Persoalan kunci kemudian adalah, sejauhmana para pakar Indonesia, khususnya yang terkait dengan dunia pendidikan mampu meracik konsep blue ocean kedalam kekayaan dan keanekaragaman etnis dan budaya nusantara (bhineka tunggal ika), yang dinafasi oleh falsafah dan sistem nilai industrial Pancasila, sehingga konsep blue ocean  tersebut dapat dituangkan kedalam upaya-upaya stratejikal yang operasional dan membumi sesuai jati diri bangsa Indonesia. Viva Hari Kebangkitan Nasional.
                                                                                                             Jakarta, 8 Mei 2012
                                                                                                                            Faisal Afiff