.


Jumat, 18 November 2011

Kepemimpinan Situasional


KEPEMIMPINAN SITUASIONAL

Selain dikenal oleh bangsanya sendiri, Songtsen Gampo yang hidup di Tibet sekitar tahun 591 – 650 M, tidak banyak dikenal oleh dunia luar hingga para peneliti Barat menemukan sebuah gudang rahasia berisi dokumen sejarah - yang tersembunyi selama tujuh  abad - terkubur dibalik gurun pasir di Asia Tengah. Lee Feigon, direktur East Asian Studies Department dan juga seorang profesor sejarah Colby College, menyatakan bahwa terdapat sebuah negara Tibet berdaulat yang berpusat di salah satu puncak Himalaya yang mencakup sebagian besar wilayah China, India, Nepal, Asia Tengah, dan bahkan Timur Tengah. Gampo dikenal bukan hanya selaku pemimpin militer namun juga selaku penguasa cerdik dan penuh imajinasi yang mampu memprediksi berbagai aspek kebutuhan kemaharajaannya yang sangat kompleks dan beragam, baik dalam struktur politik maupun budaya yang diperlukan untuk membangun sebuah peradaban baru.
Selama masa pemerintahannya, Gampo berhasil menguasai berbagai jalur pegunungan, sungai, dan perdagangan dalam rangka membangun sebuah ibukota yang besar dengan dilengkapi sebuah komisi khusus untuk menciptakan arsitektur kota yang unik yang belakangan ini diakui dan dikagumi seantero dunia. Ia menghormati kemajemukan warisan budaya dan terbuka menerima berbagai keragaman keyakinan dan latar belakang seseorang, dengan semangat mengembangkan inspirasi kreatif yang diperoleh dari pengetahuannya tentang negeri asing, seperti kerajaan Romawi, India, China, dan Persia. Selama masa sepuluh tahun terakhir hidupnya, keberhasilan Gampo membentuk sebuah pemerintahan yang dijalankan oleh roda perwakilan, perdagangan internasional, kaidah moral, dan dukungan terhadap hak asasi manusia. Selain itu, karya besar yang diraihnya meliputi prakarsa pembakuan bahasa tulis pertama di negerinya dan rencana pembebasan buta huruf nasional dan tak kalah pentingnya juga ia berhasil merumuskan sistem pelayanan kesehatan berasaskan tradisi-tradisi terbaik Yunani, India, dan China, serta berhasil mempromosikan suatu budaya egaliter yang acapkali oleh lawan-lawannya disebut sebagai “kerajaan perempuan”. Ditengah salah satu masa kejayaanya, ia berhasil menerapkan ajaran Dharma ke dalam pemerintahannya, yakni suatu ajaran yang menganut anti kekerasan. Melalui ajaran ini, ia berhasil mengamankan jalur perdagangan internasional, membuat kesepakatan damai yang mencakup lebih dari seratus kelompok atau negara lain, mengatasi perbedaan intelektual dan budaya, membina rasa kebersamaan dan saling pengertian, dan juga tidak kalah pentingnya menyelesaikan pertikaian masalah perbatasan melalui landasan dan formula penyelesaian secara adil dan terhormat.
Keinovatifan strategi dan taktik Gampo telah memunculkan kepercayaan dan kesetiaan para penguasa disekitarnya, dan hal ini diakui rakyatnya berkat kedalaman emosi yang dimiliki Gampo yang membuatnya ia mampu tampil secara otentik. Kedalaman emosi dan karismanya, memancar keluar sampai menjangkau kerajaan-kerajaan dan kota-kota teramat jauh, sehingga dengan pesona yang ia miliki, para pemimpin lain ingin bergabung memperjuangkan cita-cita bersama, menyangkut kemajuan perdagangan, persatuan dan perdamaian, pendidikan, dan saling menghormati terhadap perbedaan budaya dan pandangan hidup yang berbeda. Bahkan bagi kelompok lain yang masih meragukan kemampuan Gampo, belakangan kemudian malah mengakui akan cita-cita dan komitmennya sebagai negarawan yang sangat ulung. Suatu prestasi maha besar di penghujung usianya, Gampo berhasil membentuk suatu kemaharajaan yang wilayahnya berkembang mencakup hampir dua kali wilayah China sekarang, dimana pengaruh kemaharajaannya sulit tertandingi oleh Caesar, Attila atau Alexander sekalipun. Meski Gampo berulangkali menang dalam pertempuran dan peperangan melawan musuh-musuhnya, namun resiko penghianatan dan upaya pembunuhan terhadap dirinya tetap ada. Gampo mampu belajar dan menimba pengalaman dari peristiwa-peristiwa sebelumnya, sehingga dalam menghadapi berbagai  kasus ia malah memberi ampunan kepada kelompok-kelompok yang menentangnya.  
Kisah dimuka ini terjadi pada ratusan tahun yang lalu, namun pengetahuan tentang kualitas kepemimpinan tidak akan pernah usang. Manusia sejak dahulu kala hingga sekarang tampil dalam sosok aspek psiko-fisik yang sama, baik sisi jasmaniah maupun ruhaniahnya, yang berbeda adalah situasi, kondisi serta zaman dan peradaban yang berbeda. Penting direnungkan disini, siapakah kita, apa yang kita perjuangkan, dan akan jadi apakah kita? Semua pertanyaan ini akan muncul pada era kapanpun. Disadari, hal-hal yang akan membangun pengaruh yang  kuat dan jangka panjang adalah dengan menata hidup kita sendiri dan menorehkan sejarah tentang kisah kita. Setiap kali kisah para tokoh sejarah itu kita renungkan, maka gaungnya akan terasa dalam diri kita, meski  bentangan sejarahnya menembus ratusan tahun yang lampau, namun kisah manusiawi para tokoh sejarah sangat akrab dengan pergulatan hidup dan batin kita, karena batin tokoh masa lampau dan diri kita memiliki substansi dan kepekaan yang sama, sepanjang kita mau mendengar dan menghayatinya sampai ke tingkat yang paling dalam. Kisah-kisah semacam itu akan menyentuh hati seseorang secara lebih bermakna dibanding kebiasaan yang acapkali  dilakukan kita saat ini, yakni cara pikir yang lebih mengandalkan alur diagram dan argumentasi rasional. Sentuhan kisah seperti itu memberikan semacam sentuhan kimia terhadap perubahan seseorang, dan didalam hati terasa adanya kerinduan akan sosok yang kita dambakan.
Kisah-kisah di atas inilah yang telah mengubah pandangan dan cara kepemimpinan beberapa tokoh bisnis terkemuka di dunia, dikarenakan kreativitas dan efektivitas yang menonjol dan juga karena kesadaran akan situasi dan kondisi yang berubah. Mereka telah melonggarkan pegangan kebiasaannya akan perencanaan dan estimasi, dengan lebih memberikan perhatian pada dialog, pengaruh, antisipasi akan perubahan dan peluang, serta mendukung berbagai prakarsa dan tanggung jawab bagi penentuan cita-cita bersama. Para tokoh bisnis tersebut telah sampai pada pemahaman yang hakiki tentang bersatu dan terpadunya tujuan hidup dengan tujuan bisnis, dengan mempercayai adanya gelombang kecerdasan baru dari perpaduan antara akal-pikiran, emosi, kreativitas, dan praktek-praktek bisnis dalam suatu keselarasan tertentu. Gaung dari keterpaduan dan keselarasan ini akan terus memancarkan pusaran pengaruhnya ke berbagai penjuru, dan berpusat dari diri seseorang, menembus sistem serta memancar ke luar dan kembali kepada diri orang itu sendiri.
Dengan demikian, kekuasaan sejati seorang pemimpin bukanlah terletak pada kemampuannya sampai sejauh mana pemimpin tersebut dapat menghancurkan lawan-lawannya, akan tetapi sejauh mana ia mampu untuk mempengaruhi orang lain. Sebagaimana diungkapkan oleh John Kotter, Professor mata kuliah kepemimpinan di Harvard University, bahwa dewasa ini untuk menyelesaikan segala tugas manajer dan eksekutif, adalah dengan menjalin akses ke berbagai macam kekuasaan serta terus menanamkan pengaruh yang lebih besar, daripada sekedar hanya memiliki kemampuan menerima dan memecat pekerjanya serta mengatur anggaran belanja belaka. Di abad ke-21 ini, tidak sedikit tokoh bisnis dari berbagai penjuru dunia yang berhasil memiliki pengaruh yang kuat dalam membangun kerajaan bisnis mereka. Banyak diantara mereka memancarkan semacam perasaan khusus, yang merupakan perpaduan antara dorongan nurani dan kecerdasan emosional yang mudah dirasakan orang lain dan mendorong mereka untuk menanggapinya dan hingga saat ini kisah-kisah mereka masih terus menggugah banyak orang di seantero dunia.
Terkadang, pengetahuan seseorang menjadi pagar penghalang terhadap tumbuh kembangnya pencerahan hati bagi orang lain. Sejak masa kecil, seseorang dijejali pengetahuan bahwa membaca, menulis, dan berhitung adalah keahlian yang sangat penting. Mereka diajarkan untuk mengambil keputusan, menganalisis, menyelesaikan masalah, berpikir secara rasional, merencanakan, mengatur, tepat waktu, memelihara dan mengendalikan diri sendiri. Disamping itu, mereka diajarkan pula untuk menjadi dan bersikap dewasa, bias memilih mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah, apa itu di atas apa itu dibawah, apa itu di dalam dan apa itu di luar. Pendeknya, seseorang diajarkan untuk menerima pengetahuan formal begitu saja, sekedar untuk dapat bertahan hidup. Berfikir formal seperti demikian, sering meredupkan daya kreativitas dan perubahan seseorang, karena terbiasa menerima begitu saja apa yang telah digariskan para pendahulu mereka. Sementara kreativitas adalah mengerjakan sesuatu dengan cara yang berbeda, mencapai suatu hasil dengan cara yang berbeda, berpikir sebelum mengerjakan sesuatu dan mencari alternatif tindakan dari perspektif yang berbeda-beda. Perspektif inilah yang acap kali dilakukan oleh para pemimpin besar, sehingga gagasan dan prakarsa mereka memiliki orisinalitas dan berdampak luas jauh ke depan. Mereka sering dikatakan menentang cara berpikir dan menggoyahkan asumsi-asumsi masyarakat pada zamannya. Seyogyanya kita juga harus mampu mengubah kebiasaan, mempertanyakan peraturan, menghilangkan kekhawatiran yang terlalu berlebihan, tentang bagaimana seandainya sesuatu tidak berjalan sebagaimana mestinya. Keberanian melakukan terobosan adalah sesuatu hal yang sering dilakukan oleh pemimpin besar seperti Songtsen Gampo, meski hal itu terjadi beberapa ratus tahun yang lalu.
Salah satu yang perlu dipelajari dan dikaji dari kehidupan pemimpin besar masa lalu, termasuk Gampo, salah seorang pemimpin Tibet yang pernah hidup seribu tiga ratus tahun yang lampau, adalah bahwa masing-masing pemimpin pernah mengalami rintangan dan hambatan, bahkan ancaman yang datang dari berbagai penjuru. Kesemua hal itu tidak membuat mereka menyerah, meski terkadang diatasi dengan sedikit kekerasan, dan sering dengan tekad kemauan dan pengaruh, namun sebagian besar diselesaikan dengan kreativitas dan kejeniusan serta pemilihan “timing” yang tepat. Tidak disadari, bahwa sebenarnya mereka telah meninggalkan suatu warisan yang sangat berharga, yaitu karisma emosi serta pengaruh yang timbul karenanya. Kedalaman hati para pemimpin inilah, dan bukan karena kehebatan mereka dalam adu argumentasi, yang membuat mereka memancarkan cahaya, yang dapat membuat banyak orang meninggalkan kegiatannya, demi untuk menyaksikan pesona sang pemimpin, sebagai figur yang dapat mengubah hidupnya.
Makin banyak seseorang belajar tentang masalah, situasi dan kondisi yang dihadapi pada zamannya, maka ia akan semakin menyadari bahwa kesemuanya itu tidak lagi dapat dipahami dalam keadaan statis dan terisolasi, diperlukan adanya adaptabilitas kepemimpinan situasional, yang memahami bahwa setiap sikap, emosi, dan tindakan yang ditunjukkan baik oleh dirinya dan orang lain dapat menciptakan pengaruh dan imbas terhadap lingkungan sekitarnya. Dengan mengenali dan memahami permasalahan yang tengah dihadapi adalah merupakan bagian dari sistem-sistem tempat dimana seseorang memainkan peran aktif. Dengan menjalankan kepemimpinan situasional, kita tidak akan terlebih dahulu meminta orang lain untuk berubah, tetapi melalui dirinyalah situasi yang tengah dihadapinya akan berubah. Setiap manusia perlu menyadari bahwa segala sesuatu yang terlalu dipaksakan baik kepada diri sendiri ataupun orang lain, akan berakibat gagal, fatal dan bahkan bisa menimbulkan suatu bencana. Perlu kita ingat dan camkan: “Berikan kepada dunia milikmu yang terbaik, maka yang terbaik pun akan kembali kepadamu”.

Jakarta, 18 November 2011

Faisal Afiff

0 komentar:

Posting Komentar