B
|
eratus-ratus tahun yang lalu dalam sistem pemerintahan
monarki para raja atau ratu memiliki semua kekuasaan absolut, sedangkan hamba
sahaya tidak memiliki kuasa apapun. Kedudukan seorang raja atau ratu telah
memberi mereka wewenang mutlak, dan agaknya hal ini diikuti pula oleh para
pemimpin organisasi di berbagai sektor industri pada saat itu, dimana semua keputusan
diambil secara mutlak hanya oleh seorang pemimpin secara otokratis. Jika
seorang pemimpin tidak suka dengan cara menyisir rambut para pekerja misalnya,
mereka dapat memecat dan para pekerja tidak dapat berbuat banyak untuk
menghentikan tindakan sewenang-wenang tersebut. Tentu saja dewasa ini kekuasan para
pemimpin organisasi seperti itu akan sulit ditemui lagi. Dalam hal ini, para
pemimpin organisasi semakin menyadari bahwa mereka harus berbagi kekuasaan dan mendistribusikannya
sehingga menjadi semakin terbatas. Begitu pula halnya jika kekuasaan itu mandatnya
ditarik, maka para pemimpin tersebut tidak lagi dapat berkuasa. Kekuasaan dapat
didefinisikan sebagai potensi untuk mempengaruhi, sementara wewenang dan tanggung jawab adalah
jenis kekuasaan yang berasal dari jabatan formal yang diduduki oleh seorang
pemimpin dalam hirarki organisasi. Dengan
kata lain, wewenang dan tanggung jawab merupakan kekuasaan yang dilegitimasi
oleh peranan formal seseorang dalam suatu organisasi. Dengan demikian, kekuasaan
pemimpin adalah apa yang tersisa setelah dikurangi oleh kekuasaan yang dimiliki
para pekerja atau bawahan seperti kekuasaan kolektif, legal, otonomi dan
keahlian yang dibagi ke dalam struktur dan hirarki dari rentang kendali mereka
melalui hakekat tugas. Apabila para pemimpin organisasi menyadari bahwa mereka
hanya memiliki porsi sedikit dari seluruh kekuasaan yang tersedia, maka mereka
harus mempelajari cara menggunakan kekuasaan itu secara realistik, optimal, dan
efektif. Disamping itu seorang pemimpin bisa saja dapat mencari basis kekuasaan
lain yang tidak bersumber hanya dari menggunakan kekuasaan yang diperoleh dari
jabatan formal semata. Oleh karena itu dapat dikenal 2 (dua) bentuk basis kekuasaan,
yaitu kekuasaan posisi (position power)
dan kekuasaan pribadi (personal power). Sebagaimana pernah diungkap hampir
serupa oleh Machiavelli diabad 16 dengan istilah hubungan yang berdasarkan
cinta (kekuasaan pribadi) atau
berdasarkan rasa takut (kekuasaan posisi).
Adapun perbedaan keduanya adalah, kekuasaan posisi merupakan suatu kekuasaan
yang diperoleh dari struktur hirarki organisasi yang mengalir kebawah untuk
mempengaruhi orang lain agar melakukan pekerjaan tertentu sebagai konsekuensi
posisi formalnya didalam organisasi, disisi lain orang yang memperoleh kekuasaan
dari para pengikutnya sering dipandang sebagai memiliki kekuasaan pribadi,
yaitu sejauh mana para pengikut menghormati, merasa senang dan terikat dengan
pemimpin mereka, serta merasa bahwa tujuan mereka terpenuhi oleh tujuan
pemimpin. Pendeknya kekuasaan pribadi adalah kadar sejauh mana seorang pekerja
mau mengikuti kemauan seorang pemimpin.
Disamping adanya kekuasaan posisi dan
kekuasaan pribadi, telah dikembangkan juga basis kekuasaan lain yang melengkapi
basis kekuasaan sebelumnya, yaitu adanya basis kekuasaan paksaan (coercive power), kekuasaan legitimasi
(hukum, peraturan, kebijakan), basis kekuasaan kompetensi (keahlian profesional
dan teknis), disamping adanya basis kekuasaan ganjaran, kekuasaan referensi, kekuasaan
informasi dan kekuasaan koneksi. Kekuasaan paksaan ditanamkan oleh para pemimpin
atas dasar rasa takut, dengan tujuan untuk menimbulkan kepatuhan dari para
pekerja, dan sebaliknya suatu ketidakpatuhan akan mengarah pada hukuman, baik
dalam bentuk tugas yang tidak menyenangkan, teguran bahkan pemberhentian. Kekuasaan
legitimasi didasarkan pada posisi yang dipegang oleh seorang pemimpin, dimana
pemimpin dengan tingkat kekuasaan legitimasi yang relatif tinggi dapat
menimbulkan kepatuhan atau pengaruh pada orang lain dengan anggapan bahwa
mereka mempunyai hak atas dasar jabatan organisasi sehingga perintahnya wajib
diikuti. Kekuasaan kompetensi didasarkan pada bidang keahlian, keterampilan,
dan pengetahuan yang dimiliki para pemimpin, yang dengan kompetensinya itu dapat
menimbulkan rasa hormat dan respek dari para pekerja, sehingga hormat dan
respek tersebut merupakan bekal untuk mempengaruhi para pekerja. Pemimpin
dengan basis kekuasaan kompetensi dipandang memiliki keahlian yang dapat
memudahkan perilaku kerja orang lain. Dengan rasa hormat dan respek itulah kepatuhan
akan timbul dari para pekrja atau bawahan untuk mengikuti keinginan seorang
pemimpin. Kekuasaan referensi merupakan basis kekuasaan yang didasarkan pada
pesona karakter dan kepribadian seorang pemimpin sehingga ia disukai dan dikagumi
oleh para pekerja, maka tumbuhnya rasa suka dan kekaguman ini pada gilirannya sebagai faktor yang dapat
mempengaruhi bawahan dan rekan kerja. Kekuasaan ganjaran didasarkan pada kemampuan seorang
pemimpin untuk memberi imbalan kepada orang lain, sehingga munculnya suatu
kepatuhan merupakan akibat dari adanya insentif positif, seperti upah, promosi,
atau pengakuan. Kekuasaan informasi merupakan kekuasaan yang didasarkan pada
adanya penguasaan akan akses dan informasi yang dimiliki para pemimpin sehingga
mereka dipandang bernilai oleh para pengikutnya. Sumber kekuasaan ini
mempengaruhi orang lain dikarenakan para pekerja membutuhkan informasi kredibel
dan jaminan tersedianya informasi mutakhir. Kekuasaan koneksi didasarkan kepada
sejauhmana seorang pemimpin memiliki koneksi dengan tokoh penting dan
berpengaruh, baik didalam atau diluar organisasi, dimana para pemimpin yang memiliki
kekuasaan koneksi yang tinggi akan menimbulkan kepatuhan karena akses
koneksinya tersebut.
Ketujuh basis kekuasaan tersebut secara
potensial tersedia sebagai pilihan bagi para pemimpin organisasi untuk
memainkan perannya secara efektif, yakni sebagai sarana untuk menimbulkan
kepatuhan atau mempengaruhi perilaku para pekerja. Disamping itu terdapat hal
penting lain yang perlu diperhatikan, yaitu adanya perbedaan varian yang
signifikan dalam masing-masing kekuasaan yang dimiliki para pemimpin dalam
lingkup implementasi aktual, diantaranya ada sebagian pemimpin memiliki kekuasaan
yang besar sedangkan yang lain memiliki kekuasaan yang relatif kecil. Perbedaan
tersebut dapat diakibatkan oleh adanya perbedaan cakupan wewenang dan tanggung jawab
jabatan yang dilimpahkan organisasi di satu sisi, sementara di sisi yang lain
sebagai akibat adanya perbedaan individual diantara para pemimpin dalam
mengimplementasikan kekuasaanya. Oleh karena itu basis kekuasaan pemimpin – seperti
halnya tampilan kekayaan mereka - perlu diketahui dan ditunjukkan kepada orang
lain atau bawahan sebelum dapat dipergunakan secara efektif. Dengan demikian persepsi para pekerja atau bawahan
tentang basis kekuasaan pemimpin sama halnya dengan kepemilikan uang di bank
yang tidak dapat dicairkan oleh seseorang apabila mereka tidak dikenali sebagai pemilik surat
kuasa yang sah untuk menguangkan dana simpanannya. Fungsi dari basis kekuasaan
akan dapat mempengaruhi perilaku para pekerja secara efektif jika seorang
pemimpin organisasi dapat mengidentifikasi dan mengenali tingkat kematangan para
pekerja atau bawahan. Dalam hal ini, suatu kekuasaan paksaan yang akan
diterapkan kepada para pekerja atau bawahan dengan tingkat kematangan rendah, membutuhkan
arahan atau direktif yang kuat agar para pekerja menjadi produktif. Para
pekerja yang “tidak mampu” dan “tidak mau” (low
ability and low willingness), mereka tetap patuh kepada
atasannya karena senantiasa memiliki persepsi kekhawatiran bahwa atasan mereka memiliki
wewenang dan tanggung jawab untuk memberikan sanksi berupa pemecatan,
pemindahan, menurunkan pangkat, yang pada gilirannya kesemua itu dapat
memotivasi para pekerja untuk menghindari hukuman atau kerugian. Basis kekuasaan
legitimasi secara efektif dapat mempengaruhi para pekerja yang berada dalam
tingkat kematangan sedang, dimana para pemimpin dapat menimbulkan kepatuhan dan
mempengaruhi perilaku para pekerja atas dasar jabatan formalnya dalam
organisasi. Sementara basis kekuasaan kompetensi secara efektif dapat
diterapkan pada para pekerja dengan tingkat kematangan yang tinggi. Para pekerja
seperti ini mampu dan mau (high ability
and high willingness) untuk melaksanakan tugas yang diembankan dengan
tanggap, yaitu dengan diberikannya pendelegasian wewenang dan tanggung jawab atas
dasar basis kekuasaan kompetensi yang dimiliki para pemimpin. Dalam hal ini para
pemimpin akan mempoleh rasa hormat dan pengaruh dengan dimilikinya keahlian,
keterampilan, dan pengetahuan yang dianggap lebih unggul oleh para pekerja.
Basis kekuasaan ganjaran dapat diterapkan kepada para pekerja dengan tingkat
kematangan antara rendah ke sedang, dalam hal ini para pekerja disamping membutuhkan
kadar perilaku suportif yang tinggi, perlu juga diperkuat oleh adanya faktor
ganjaran. Khususnya apabila para pekerja dengan tingkat kematangan ini mau
mencoba perilaku kerja baru, maka dengan sendirinya para pemimpin dipandang
memiliki kewenangan memberikan ganjaran untuk menimbulkan kepatuhan dan
memperkuat perilaku kerja yang diinginkan. Kekuasaan referensi dapat diberikan
pada pera pekerja dengan tingkat kematangan antara sedang ke tinggi, yaitu
porsi arahan mulai dapat dikurangi, namun komunikasi dan dukungan yang tinggi
perlu diberikan oleh para pemimpin. Dalam basis kekuasaan referensi ini seorang
pemimpin dapat menerapkan gaya partisipatif secara efektif atas dasar pola hubungan
pribadi yang baik antara atasan atau pemimpin dengan bawahan atau para pekerja.
Untuk para pekerja yang mampu tetapi tidak mau atau kurang yakin, basis kekuasaan
referensi dapat diterapkan sebagai sarana penting dalam menanamkan rasa yakin
dengan memberikan dorongan, pengakuan, dan perilaku suportif lainnya. Dalam hal
ini para pekerja pada umumnya akan memberikan tanggapan positif yang
memungkinkan para pemimpin mempengaruhi mereka karena para pekerja menyukai,
mengagumi, dan merasa menyatu dengan karakter kepribadian pemimpin. Basis kekuasaan
informasi akan berjalan secara efektif dalam memotivasi para pekerja dengan
tingkat kematangan diatas rata-rata, yaitu dengan menerapkan gaya kepemimpinan
partisipatif sampai ke pendelegasian wewenang dan tanggung jawab secara penuh. Untuk hal
ini para pekerja mengharapkan adanya akurasi informasi dari para pemimpin dalam
rangka mempertahankan dan meningkatkan kinerja mereka. Peralihan tingkat
kematangan dari sedang ke tinggi dapat dipercepat apabila para pekerja
mengetahui bahwa para pemimpin mereka cakap dalam mengklasifikasikan, memilah
dan menjelaskan fakta-fakta, menyediakan data laporan akurat, serta
korespondensi komunikatif yang diperlukan, maka basis kekuasaan informasi dari
seorang pemimpin dapat efektif mempengaruhi para pekerja yang memiliki
kematangan diatas rata-rata. Basis kekuasaan koneksi akan berjalan efektif bagi
para pekerja yang sedang beralih dari tingkat kematangan rendah ke sedang,
dimana perilaku direktif masih dipelukan sekaligus secara bersamaan juga meningkatkan
perilaku suportif dari seorang pemimpin. Pemilikan basis kekuasaan koneksi
dapat menimbulkan kepatuhan dimana para pekerja dalam tingkat kematangan ini
berusaha menghindari hukuman dan berupaya memperoleh ganjaran yang dimiliki
sebagai akibat adanya kuasa-koneksi yang dimiliki seorang pemimpin.
Dengan demikian suatu basis kekuasaan
yang paling relevan untuk tingkat kematangan dibawah rata-rata adalah suatu kekuasaan
yang dilimpahkan oleh organisasi atau pusat kekuasaan secara formal kepada
seorang pemimpin. Untuk para pekerja dengan tingkat kematangan diatas rata-rata, maka basis kekuasaan pemimpin
sebagian besar harus diperoleh dari kepercayaan para pekerja yang hendak
dipengaruhi oleh seorang pemimpin. Oleh karena itu penggunaan istilah
“kepatuhan” lebih tepat digunakan bagi kekuasaan posisi, sementara kekuasaan
paksaaan, koneksi, ganjaran dan legitimasi lebih tepat menggunakan istilah “kekuasaan
atas” dan istilah “pengaruh” lebih tepat untuk menggambarkan kekuasaan pribadi.
Adapun basis kekuasaan referensi, informasi, dan kompetensi lebih tepat
dungkapkan dengan istilah “kekuasaan dengan”. Dengan kata lain, kekuasaan
posisi dapat dipandang sebagai wewenang dan tanggung jawab yang didelegasikan
kebawah dalam suatu hirarki organisasi. Dalam hal ini pemimpin puncak
organisasi tidak hanya dapat mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab,
memberikan ganjaran, dan sanksi, akan tetapi mereka juga dapat menarik kembali
wewenang dan tanggung jawab tersebut. Untuk mempertahankan wewenang dan
tanggung jawab yang dimiliki para pemimpin, akan ditentukan oleh sejauh mana mereka
dapat membina hubungan baik, keyakinan diri, saling percaya antara mereka
dengan atasan yang lebih tinggi sehingga dapat menentukan kadar besar kecilnya limpahan
pendelegasian yang diembannya. Sedangkan kekuasaan posisi adalah suatu jabatan
yang harus diperoleh seorang pemimpin secara konstan untuk menunjang
efektifitas kerja rutin mereka. Kadar kesediaan para pekerja untuk memberikan kekuasaan
pribadi kepada seorang pemimpin akan sangat bergantung kepada persepsi mereka
atas kemampuan pemimpin untuk memberikan ganjaran, hukuman, atau sanksi (kekuasaan
posisi). Pada saat yang sama kesediaan pucuk pimpinan untuk mendelegasikan kekuasaan
posisi kepada seorang pemimpin ditentukan juga oleh persepsi para pekerja
tentang kekuasaan kompetensi dan informasi yang mereka perlukan dari para
pemimpin. Dalam konteks ini faktor persepsi pihak lain terhadap basis kekuasaan
seorang pemimpin akan merupakan kunci efektifitas dan keberhasilan seorang
pemimpin dalam menjalankan roda organisasi. Maka basis kekuasaan posisi dan
pribadi secara bersama-sama merupakan suatu sistem interaksi yang saling mempengaruhi.
Dengan kata lain adanya suatu basis kekuasaan tidak tumbuh dari suatu
kekosongan, dimana masing-masing pihak dapat mempengaruhi basis kekuasaan
lainnya.
Seorang pemimpin yang semula memiliki
kadar kekuasaan signifikan, secara perlahan dapat pula kehilangan basis kekuasaan mereka atau sumber kekuasaanya
dapat menipis. Sebagai contoh, apabila seorang pemimpin terus-menerus mengancam
para pekerja dengan hukuman atau suatu sanksi tertentu, akan tetapi tidak
pernah merealisasikan hukuman itu, maka para pekerja dapat mempersepsi bahwa
pemimpin tersebut tidak sungguh-sungguh memiliki kekuasaan paksaan apapun.
Begitu pula para pemimpin dapat kehilangan suatu basis kekuasaan ganjaran,
apabila setiap orang diberi ganjaran yang sama tanpa memperhatikan apakah
mereka berprestasi atau tidak, atau diakibatkan karena mereka hanya
mempertimbangkan aspek senioritas dan usia belaka. Hal yang sama akan terjadi
pula pada pemimpin yang kehilangan basis kekuasaan legitimasi, apabila mereka
tidak mengambil suatu keputusan yang seharusnya mereka lakukan sesuai dengan
jabatan yang mereka duduki. Erosi basis kekuasaan ini dapat terus berlangsung
apabila seorang pemimpin sering membuat keputusan yang keliru dan tidak
bermanfaat. Erosi basis kekuasaan ini
akan terjadi pada kekuasaan basis lainnya apabila filosofi dasar yang melandasi
masing-masing basis kekuasaan tersebut tidak dijalankan oleh seorang pemimpin
secara konsekuen dan konsisten. Artinya apabila pemimpin membiarkan terjadinya
pengikisan basis kekuasaan mereka, maka dengan sendirinya efektifitas kepemimpinan
mereka juga akan berkurang. Dengan demikian apabila pemimpin menyelia para
pekerja yang sudah sangat kompeten dan memiliki motivasi tinggi, maka seorang
pemimpin perlu memiliki kekuasaan kompetensi tertentu dalam rangka melakukan
intervensi yang diperlukan terhadap para pekerja. Dengan kata lain, para
pemimpin tidak hanya bersandar pada gaya kepemimpinan untuk memaksimumkan
efektifitas kepemimpinannya, namun yang terpenting adalah apakah basis kekuasaan
yang dimiliki oleh para pemimpin tersebut taat asas dengan gaya kepemimpinan
yang sesuai dengan tingkat kematangan para pekerja atau tim kerja yang akan
dipengaruhi.
Dalam konsep kepemimpinan situasional,
terkandung pengertian bahwa tidak ada satu cara kepemimpinan yang terbaik,
namun akan bergantung pada sejauh mana para pemimpin memahami tingkat
kematangan para pekerja atau tim kerja yang mereka supervisi. Begitu pula
peranan yang dimainkan oleh para pemimpin dalam mengembangkan tingkat
kematangan para pekerja sangatlah penting. Dengan kata lain para pemimpin
bertanggung jawab menjadikan para pekerja dibawahnya sebagai pemenang, yaitu
setiap saat berusaha meningkatkan tingkat kematangan para pekerja atau tim
kerja pada aspek-aspek tertentu dari pekerjaan mereka. Seorang mandor mungkin
ingin memperbaiki tingkat produktivitas dan kualitas kerja, mengurangi
pemborosan, tingkat kemangkiran dan kecelakaan. Namun bagi seorang dekan
fakultas, ia mungkin ingin lebih meningkatkan kualitas dan produktivitas karya
tulisan, penelitian, pengajaran dan bahkan pengabdian masyarakat para dosennya.
Apabila sasaran dan tanggung jawab itu telah diidentifikasi dan dipahami, maka
para pemimpin perlu menetapkan ukuran prestasi yang baik dan jelas dalam setiap
bidang pekerjaan, sehingga baik para pemimpin maupun para pekerja tahu persis
apabila prestasi mereka mengarah dan sedang mendekati tingkat yang diinginkan.
Ringkasnya, bahwa gaya yang paling
sesuai bagi seorang pemimpin dalam menjalankan basis kekuasaanya akan
bergantung pada situasi dimana mereka bekerja. Pada prinsipnya, keefektifan para
pemimpin dalam menjalankan perannya akan ditentukan oleh interaksi antara
orientasi dan aspirasi para pekerja sebagai bawahan, tugas dan organisasi
tempat dimana mereka bekerja. Ketiga variabel itu merupakan pola hubungan
antara pemimpin dan para pekerja atau bawahan, deskripsi tugas, dan kekuasaan
posisi para pemimpin. Efektifitas hubungan para pemimpin dengan para pekerja
atau bawahan akan ditentukan oleh pengakuan pemimpin oleh para pekerja atau
bawahan. Sementara deskripsi tugas mencerminkan kadar diperlukannya cara
spesifik untuk melaksanakan bidang pekerjaan. Adapun kekuasaan posisi pemimpin
menggambarkan kekuasaan organisasi yang melekat pada posisi yang diduduki
seorang pemimpin. Maka sisi positif yang dapat dipetik dari pendekatan sebagaimana
yang telah dipaparkan tadi, yakni mendorong para pemimpin untuk senantiasa mengkaji
situasi mereka, baik para pekerja, deskripsi tugas, dan struktur organisasi.
Disamping itu para pemimpin didorong agar luwes menggunakan keseluruhan berbagai
keterampilan gaya memimpin. Dan terakhir seorang pemimpin akan terdorong untuk
memodifikasi unsur-unsur pekerjaan mereka agar diperoleh kesesuaian yang
semakin baik dengan gaya kepemimpinan yang lebih mereka sukai. Kembali kepada
organisasi dimana kita bekerja, pilihan basis kekuasan pemimpin mana yang cocok
diterapkan, maka paparan ringkas diatas diharapkan dapat menjadi masukan dan
bahan pertimbangan.
Jakarta, 20 Juni 2012
Faisal Afiff
0 komentar:
Posting Komentar