SUMBER DAYA
MANUSIA BERTALENTA
Banyak
pihak merasa khawatir dengan kondisi dan situasi perekonomian di Indonesia, yakni
kecenderungan akan berjalan ke arah yang kurang tepat dan apabila tidak berhati-hati
maka hal ini akan mengarah pada kemunduran. Bahkan identik seperti pada masa
penjajahan belanda di mana Indonesia menjadi produsen sumber daya alam dan
importir produk manufaktur. Akibat kondisi ekonomi yang semakin tergantung pada
pihak luar negeri, dihawatirkan Indonesia hanya akan menjadi penonton di tengah-tengah
kebangkitan ekonomi Asean. Memang berbagai data ekonomi yang dilansir dari Biro
Pusat Statistik ataupun Bank Indonesia, secara umum menunjukkan bahwa
stabilitas ekonomi makro ataupun pasar keuangan secara umum cukup terjaga yang
ditunjang oleh pelbagai indikator ekonomi makro lainnya yang relatif cukup baik.
Akan tetapi jika lebih jauh diamati dengan
seksama, khususnya yang berkenaan faktor-faktor pendukung kinerja yang baik
tadi, kita perlu waspada karena dari sisi kualitas ternyata pertumbuhan ekonomi Indonesia masih relatif rendah dan rawan. Tanda-tanda dari pembangunan
ekonomi Indonesia berjalan kurang terarah, diantaranya adalah stabilitas
ekonomi makro yang dianggap baik itu ternyata lebih banyak didukung oleh dana jangka
pendek yang besar, yaitu hot money yang masuk ke Indonesia yang diperkirakan
lebih besar dari cadangan devisa yang tersedia di Bank Indonesia.
Sebagaimana
kita ketahui bahwa dana jangka pendek memiliki tingkat volatilitas yang tinggi,
yakni rawan untuk berbalik arah, sehingga tidak dapat diharapkan keberlanjutannya
untuk mendukung stabilitas ekonomi makro. Situasi ini jika tidak cepat diatasi dapat menciptakan
instabilitas ekonomi makro - terlebih karena arah ekonomi Indonesia yang
semakin liberal - dimana krisis ekonomi akan semakin mudah untuk datang dan pergi. Yakni, dimana krisis yang
terjadi di suatu negara akan mudah berimbas kepada negara lain. Harus diakui pula, kenaikan harga
sumber daya alam dan produk sektor informal banyak menolong pembangunan ekonomi
Indonesia akhir-akhir ini. Oleh karena itu, Indonesia perlu berusaha mengubah
pola capital inflow yang berorientasi
pada pertumbuhan ekonomi jangka panjang, yakni dengan membenahi semua faktor
ekonomi dan non-ekonomi yang terkait agar dapat mendorong masuknya investasi luar
negeri ke Indonesia. Rendahnya kualitas pertumbuhan ekonomi Indonesia
akhir-akhir ini karena sebagian besar lebih
didukung oleh pertumbuhan konsumsi dan non-tradable
commodities atau komoditas sektor informal, yang juga telah membuka peluang
penciptaan lapangan kerja. Adapun hal yang membatasi kemampuan tumbuhnya
kualitas ekonomi Indonesia, adalah karena mesin penggerak pertumbuhan ekonomi
seperti sektor manufaktur dan laju investasi masih belum dapat bangkit kembali.
Ketahanan ekonomi Indonesia pada saat ini lebih banyak didukung oleh usaha
mikro yang semakin berkembang di mana jumlahnya mencapai lebih dari 50 juta unit.
Usaha mikro kecil dan menengah dengan
jumlah itu, mampu menyerap lebih dari 80
persen tenaga kerja di Indonesia, yang mana lebih dari 90 persen-nya berasal dari
sektor informal. Rendahnya kualitas pertumbuhan ataupun pembangunan ekonomi
Indonesia akan membuat Indonesia semakin sulit bersaing di pasar yang semakin
liberal ini. Padahal, Indonesia sudah mengikatkan diri dengan berbagai
kesesepakatan untuk membuka pasarnya, dengan WTO, APEC ,AFTA ,ASEAN-China dan sebagainya. Hal ini membuat persaingan bisnis
dan persaingan antar negara akan semakin ketat karena the world is flat, begitu kata
Tom Friedman. Rendahnya kualitas pembangunan ekonomi merefleksikan juga rendahnya daya saing
internasional dan/atau global yang akan menghambat peningkatan laju pertumbuhan
ekonomi Indonesia. Oleh karena itu, keberlangsungan pembangunan ekonomi
Indonesia tidak akan berkelanjutan jika kualitasnya rendah. Selain itu, masih
ada pekerjaan rumah lain yang tidak kalah pentingnya, seperti pembangunan di
sektor sosial (kualitas hidup) dan lingkungan hidup yang juga menuntut segera diperhatikan.
Stabilitas ekonomi makro menjadi rawan terhadap guncangan keuangan-moneter,
yakni jika aliran dana jangka pendek masih mendominasi cadangan devisa kita.
Oleh karena itu, perlu adanya perubahan dalam pengelolaan ekonomi Indonesia.
Kita harus kembali pada prinsip-prinsip dasar ekonomi di mana stabilitas
ekonomi makro sebaiknya dibangun atas dasar fundamental ekonomi yang sehat dan
kuat, bukan ditopang oleh dana jangka pendek.
Sudah seyogyanya pertumbuhan ekonomi didasarkan oleh mesin penggerak ekonomi yang didukung oleh daya saing yang
tinggi dengan nilai tambah yang besar, yang untuk Indonesia direfleksikan
dengan tumbuhnya sektor manufaktur dan laju
investasi. Dengan demikian, maka peningkatan
daya saing internasional atau global menjadi kata kunci penting. Sebaliknya
jika sektor manufaktur dan laju investasi berjalan lambat, maka faktor yang
perlu terus didorong adalah menumbuh-kembangkan kemampuan daya saing sumber daya manusia Indonesia – baik
di dunia bisnis dan di sektor pendidikan – guna memobilisasi SDM kreatif
bertalenta secara sinergi dan terpadu untuk melakukan terobosan inovatif dalam
rangka mempertahankan pembangunan
ekonomi yang lebih berkualitas dan berkelanjutan, dibawah jalinan
kerjasama, koordinasi, integrasi, dan kolaborasi yang sinkron antara pihak pemerintah,
kalangan bisnis dan dunia pendidikan.
Pemerintah sendiri menyadari terdapatnya
tantangan berupa permasalahan dasar ekonomi jangka pendek dan menengah, yang
dikarenakan,yakni (1) relatif rendahnya perrtumbuhan ekonomi pasca krisis,
yakni rata-rata hanya 4,5% per tahun,
(2) masih tingginya angka pengangguran yang berkisar antara 9 – 10%, dan tingginya tingkat
kemiskinan sekitar 16 – 17 %, dan (3) rendahnya daya saing industri Indonesia. Oleh karena itu potensi ekonomi
kreatif dimunculkan menjadi tren dan solusi
relevan yang diharapkan dapat menjawab tantangan ekonomi Indonesia kedepan,
disamping adanya tantangan lain, seperti isu global warning, pemanfaatan energi yang terbarukan, deforestasi,
dan pengurangan emisi karbon. Diharapkn
dengan itu arah pengembangan industri kreatif akan menuju pada pola industri
ramah lingkungan (green Industry) dan
penciptaan nilai tambah barang dan/atau jasa yang berasal dari nilai kreatifitas
dan talenta sumber daya manusia yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai
sumber daya yang terbarukan. Dengan tekad tersebut, pemerintah membuat Rencana
Pengembangan ekonomi kreatif Indonesia 2025, yang diharapkan dapat digunakan
sebagai pedoman operasional dan pembuatan kebijakan baru bagi aparatur
pemerintah yang bertanggung jawab
terhadap pengembangan ekonomi kreatif. Harus diakui pengaruh industri kreatif
terhadap ekonomi Indonesia cukup signifikan dengan besaran kontribusi terhadap
PDB rata-rata tahun 2002 -2006 adalah sebesar 6,3 % atau setara dengan 104,6
triliun rupiah (nilai konstan) dan 152,5 triliun rupiah (nilai nominal).
Industri kreatif telah mampu menyerap tenaga kerja rata-rata antara tahun 2002
-2006 sebesar 5,4 juta jiwa dengan tingkat partisipasi sebesar 5,8% dari total
lapangan kerja yang tersedia. Jika ditinjau dari sisi ekspor berdasarkan estimasi
klasifikasi sub-sektor, maka peran ekonomi kreatif terhadap total ekspor
rata-rata tahun 2002 -2006 adalah sebesar 10,6%
dan data ini masih dapat dikoreksi. Berdasarkan rata-rata pertumbuhan
PDB tahunan 2002 -2006, maka pertumbuhan sub-sub sektor industri kreatif, ternyata memiliki rata-rata
pertumbuhan diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional (5,24%), dengan
rincian: (1) musik (18,06%); (2) penerbitan dan percetakan (12,59%); (3)
periklanan (11,35%); (4) arsitektur (10,86%) (5) layanan komputer dan piranti
lunak (10,60%); (6) televisi dan radio (8,51%) (7) permainan interaktif
(8,24%): (8) pasar barang seni (7,65%); dan (9) seni pertunjukan (7,65%). Dengan
konsep pengembangan yang matang, sebetulnya pertumbuhan Industri kreatif ini cukup memberikan
harapan yang menjanjikan, apalagi jika dilakukan upaya-upaya yang terencana,
teroganisir dan terintegrasi untuk menularkan “virus kreativitas” terhadap
seluruh masyarakat dan elemen bangsa agar tercerahkan pikiran dan spiritnya
untuk terus mencari terobosan baru baik dalam kerja produktif maupun konsumtif.
Kembali
ke tema utama dari maksud tulisan ini adalah, bagaimana suasana peringatan hari
kebangkitan nasional pada tahun ini dapat diartikulasikan kedalam kebangkitan
masyarakat, bangsa dan negara Indonesia secara keseluruhan. Para pendiri bangsa
ini telah membuktikan diri sebagai insan-insan kreatif dan inovatif pada era
patriotismenya, yang telah mempersatukan wilayah dan bangsa Indonesia yang
majemuk menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan Pancasila
sebagai falsafah, landasan idiil, dan jalan hidup bangsa Indonesia, dimana
Bhineka Tunggal Ika merupakan konsep plurar yang bersifat kreatif-inovatif yang
dapat memberi ruang pada pelbagai perbedaan dalam satu kesatuan tujuan. Adanya potensi perbedaan dan pluralisme
masyarakat Indonesia, telah dipandang sebagai rahmat dari Tuhan YME yang telah
dijadikan landasan yang kokoh bagi negara kesatuan Republik Indonesia. Berdirinya
negara Republik Indonesia juga merupakan prakarsa tokoh dari pelbagai suku
bangsa, kepercayaan dan agama yang berbeda-beda – juga dengan spektrum
pemikiran berbeda - yang telah tercerahkan dalam suatu ide yang mengkristal
dalam suatu “titik temu”, yakni suatu kesadaran bagi kemerdekaan dan
pembentukan negara Indonesia yang berdaulat, yang didukung pula oleh keunikan
raja-raja atau sultan - sebagai warisan sejarah dan budaya - senusantara yang
ikut mendukung kemerdekaan bangsa Indonesia. Diawali dengan sering bertemunya
para pemuda di tahun 1908, dan menjadi ledakan kemerdekaan di tahun 1945.
Di negara-negara maju adanya pluralisme
ini - ditandai dengan adanya kekayaan
perbedaan pemikiran dan disiplin keilmuan – telah menjadi pemicu dan penggerak kemajuan kehidupan di segala
bidang. Munculnya masa renaisans di Eropa dimulai dengan sering bertemunya para
pematung, ilmuwan, penyair , filsuf, ahli keuangan, pelukis dan arsitek yang
berkumpul di kota Florence, dan mereka menempa suatu gagasan dunia baru yang
kemudian dikenal sebagai masa Renaisans atau masa Pencerahan. Kota Florence
telah menjadi saksi sejarah, yakni sebagai episentrum ledakan kreatif, yang merupakan
salah satu era yang paling inovatif dalam sejarah, yang dampaknya masih terasa
sampai saat ini. Leonardo da Vinci adalah salah seorang aktor dibalik masa pencerahan
ini, ketika para seniman, ilmuwan dan para saudagar mencapai suatu titik temu dan
berkolaborasi bersama-sama serta menciptakan salah satu ledakan dahsyat dalam
seni dan peradaban yang dianggap paling kreatif di Eropa. Pemahaman baru
tentang gerak dan struktur alam semesta dikemukakan Galileo Galilei, begitu
juga pemahaman tentang cahaya dan gravitasi yang dihasilkan Isaac Newton, dan sejak
itu penemuan-penemuan baru terus bermunculan. Namun pada abad-abad selanjutnya,
yang terlihat adalah pertumbuhan spesialisasi ilmu pengetahuan. Disiplin ilmu
menjadi terpecah-pecah bagaikan memecah dunia menjadi kepingan-kepingan yang
lebih kecil dan spesifik. Kini pemecahan keilmuan kembali menjadi berbalik arah
dan hasilnya dapat dilihat di berbagai bidang kehidupan. Tom Friedman dalam
bukunya The lexus and The Olive Tree
menyatakan “kini tidak seperti era sebelumnya,
batas-batas tradisional antara politik, okonomi,sosial-budaya, teknologi,
keamanan nasional dan ekologi menghilang”.
Terdapat tiga hal yang menghilangkan
sekat-sekat disiplin tersebut, yaitu adanya kebangkitan dari suatu titik temu
pemikiran dan kolaborasi serta pandangan berbagai etnik, budaya dan bangsa. Pertama, didorong oleh kekuatan
perpindahan orang (migrasi), dan menurut Peter Drucker migrasi besar-besaran
pada abad ke 19 adalah ke tempat-tempat kosong dan tak berpenghuni, seperti
Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Brazil, atau dari desa ke kota dalam suatu
negara yang sama. Adapun migrasi pada abad ke 21 dilakukan oleh orang-orang
asing, dalam kebangsaan, bahasa, kebudayaan, dan agama yang berpindah ke
negara-negara maju, dan menurut Drucker kecenderungan ini dalam jangka panjang
tidak akan berbalik arah. Menurut Frans Johansson, kekuatan itu akan
menimbulkan banyak sekali titik temu, kolaborasi dan persilangan budaya dengan
gagasan inovatif bagi mereka yang cukup berani menggalinya. Ide-ide dalam
persilangan budaya akan lebih mudah diperkenalkan terhadap audiens yang lebih beragam. Hal ini mudah terjadi di dunia bisnis
dan seni. Tren perpaduan dan pencampuran berbagai budaya semakin banyak terjadi
di bidang film, sastra, musik dan seni, sedangkan dunia bisnis dapat menggali
gagasan-gagasan berbagai budaya dengan memahami bagaimana budaya-budaya itu saling
berhubungan. Di pusat pertokoan di jalan Fifth
Aveneu, Brooklyn Amerika Serikat, ditemui sebuah butik dengan nama Kimera
yang menjual gaun “gaya hibrida” yang unik. Sang pemilik bernama Yvonne Chu, bercerita
ia mendapat inspirasi tersebut dari pengalamannya ketika dibesarkan di New York
dengan orang tua keturunan Cina, dan juga dari perjalanannya keliling dunia.
Orang menyukai desain gaun ini di mana perpaduan budaya begitu kentara dalam
desainnya. Perrtemuan budaya juga terjadi karena pengaruh demokrasi dan faham
kapitalisme, yakni berkurangnya sekat perdagangan internasional dan terbukanya
sekat antar bangsa yang telah memicu peningkatan lapangan pekerjaan dan kesempatan pendidikan bagi
para pendatang yang berasal dari seluruh dunia. Kedua, kekuatan konvergensi, yakni
dimana ilmu pengetahuan menjadi semakin penting bagi seluruh umat manusia,
mengingat semakin banyak masalah yang perlu diatasi daripada masa sebelumnya
dan telah banyak menghasilkan penemuan yang berbeda sifatnya dari yang terdahulu.
Pada saat ini akan sering ditemukan seorang
insinyur yang berkolaborasi dengan seorang ahli biologi mempelajari tingkat kerasnya kulit kerang untuk digunakan sebagai komponon badan tank
sampai ke badan mobil. Kita juga akan menyaksikan para ahli kelautan,
meteorologi, geologi, fisika, kimia dan biologi berkolaborasi untuk memahami
dampak pemanasan global. Temuan baru yang akan mengubah wajah dunia ini akan
muncul pada titik temu berbagai disiplin dan tidak dari dalam disiplin-disiplin
ilmu itu sendiri. Alan Leshner CEO
American Association for the Advancement of science (AAAS) menyatakan
bahwa, kebanyakan kemajuan besar dalam penemuan melibatkan berbagai disiplin ilmu,
dimana disiplin ilmu tunggal (mono
disiplin) agaknya akan lenyap.
Perubahan ini juga dapat dilihat di
perguruan tinggi dengan banyaknya program studi yang memakai tanda sambung dibandingkan
sebelumnya, misalnya prodi matematik-fisika, biologi-kimia, geologi-kimia,
ekonomi-psikologi dan ekonomi-teknik. Keanekaragaman prodi kini bersatu untuk meneliti masalah tertentu yang
menyangkut lingkungan, bioengineering,
pembangunan berkelanjutan, neurologi, ekonomi hijau dan banyak lagi bidang ilmu
lainnya. Para ilmuwan yang memahami kekuatan konvergensi itu terus meningkatkan
pembentukan tim kolaborasi lintas disiplin. Mereka mengabdikan diri bagi
terciptanya masyarakat riset ilmiah baru dengan mengikuti perpaduan yang
bermunculan dalam ilmu pengetahuan. Santa
Fe institute (SFI) di New Mexico yang didirikan pada tahun 1984 oleh George
Cowan telah sukses dalam misi ini. Akhir-akhir ini para ahli biologi misalnya,
tengah tekun bekerja dengan para ahli ekonomi dan analis pasar modal untuk memunculkan gagasan baru tentang
perilaku pasar. Menurut Robert Hagstrom, seorang manajer investasi mengatakan “model-model
yang kami gunakan untuk menerangkan evolusi strategi finansial sama secara
matematis dengan rumus yang digunakan para ahli biologi untuk memahami populasi
dari sistem predator - mangsa, sistem kompetisi, dan sistem simbiosis”. Wilayah
riset lain yang terkenal adalah fenomena-fenomena dunia kecil yang mencoba
memahami dunia nyata melalui mata rantai yang membentuknya. Para ahli ini
melihat kesamaan cara-cara sel tubuh
dibentuk, halaman-halaman web terhubung, segmen masyarakat beru terbentuk, dan
bahkan bagaimana jaringan sel-sel teroris berinteraksi. Sekarang SFI adalah sebuah
lembaga riset swasta independen yang memungkinkan para peneliti ilmu-ilmu fisika, biologi, informatika,
ekonomi, sosial-budaya berkolaborasi. Lembaga riset ini tumbuh dari fakta bahwa
ilmu pengetahuan sedang mencapai titik perubahan ke dalam suatu konvergensi. Ketiga, lompatan di bidang komputer, yakni
suatu loncatan di bidang penggunaan komputer telah memungkinkan perusahaan Pixar tidak hanya menciptakan animasi
multi dimensi, tetapi juga memusatkan perhatian pada cerita dan bagaiman cara
cerita itu disampaikan. Animasi multi dimensi memberi kemampuan untuk
menampilkan aspek emosi dengan cara yang tidak bisa dilakukan animasi dua
dimensi. Wajah dan mimik tokoh Shrek
memperlihatkan perasaan dan tidak hanya ekspresi. Penggunaan grafis komputer
membuat Pixar dapat memciptakan film-film yang jauh lebih canggih daripada yang
bisa dihasilkan oleh animasi gambar tangan. Teknologi komputer memungkinkan
Pixar melakukan semuanya dengan cara yang berbeda. Semua ini tidak mungkin
terjadi tanpa penemuan microchip
sebagai inovasi paling penting dalam lima puluh tahun terakhir. Microchip telah meretas jalan untuk e-mail, world wide web, telepon genggam, telepon satelit, dan televisi.
Dengan demikian melalui ketiga kekuatan tadi, yakni perpindahan orang,
konvergensi ilmu pengetahuan, dan lompatan penggunaan komputer telah
memunculkan lebih banyak titik temu dan kolaborasi yang akan mengubah dunia
secara radikal. Sebagaimana pernah dikatakan ekonom Paul Romer (1993), bahwa di
dunia yang tengah mengalami keterbatasan fisik ini, adanya penemuan ide-ide
besar, yang juga diiringi jutaan ide-ide kecil telah menjadikan ekonomi tetap
tumbuh secara dinamis. Konsep ekonomi kreatif merupakan alternatif konsep
ekonomi di era ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan kreativitas
dengan mengandalkan ide dan stock of
knowledge dari sumber daya manusia sebagai faktor produksi utama dalam
kegiatan ekonominya. Struktur perekonomian dunia mengalami transformasi dengan
cepat seiring dengan pertumbuhan ekonomi, dari yang tadinya berbasis sumber
daya alam beralih menjadi berbasis sumber daya manusia(SDM). Tren ini tentunya
menguatkan suatu kearifan yang
menyatakan“tak ada sesuatu yang lebih baik dari seribu makhluk yang semisalnya
melainkan manusia itu sendiri”, dan para penganut spiritual menyatakannya
dengan ungkapan kata,“sesungguhnya engkau-manusia
adalah berlian yang ditatah pada logam alam semesta ini”. Begitulah suara
langit telah jauh hari memberi isyarat pada potensi keunggulan sumber daya manusia
ini.
Kembali
pada karifan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, ditambah dengan kekayaan
jamrud khatulistiwa, sungai, ngarai dan kolam susu, dimana tongkat kayu dapat tumbuh
menjadi tanaman, bahtera bumi persada Indonesia ini adalah berkah yang tak terkirakan
nilainya bagi bangsa Indonesia. Para pendiri bangsa telah mengolah dan
menghamparkan kebun yang baik untuk tumbuhnya aneka-ragam manusia Indonesia
yang unggul, dengan tulus mereka sangat sayang dan mencintai masa depan anak
cucunya, sehingga infrastruktur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara telah mereka siapkan, dan begitu juga tanah-air tercinta bumi
nusantara yang kaya dan subur ini. Sayangnya beribu anugrah ini malah telah menina-bobokan sebagian besar bangsa
Indonesia, dan tidak membangkitkan semangat seperti di awal kemerdekaan, atau
ketika bangsa Indonesia mengalami masa keemasan di zaman Singosari, Majapahit
dan Sriwijaya, yang telah memotong kuping utusan Kubilai Khan, dan mengusir
pasukan yang datang sesudahnya. Kemerosotan kehidupan berbangsa dewasa ini
diakibatkan karena kita kehilangan hubungan dengan masa lalu kita, sebagai
suatu matarantai kesinambungan sejarah, mungkin kita berhutang terhadap
cita-cita leluhur para pendahulu masa lalu kita, kadang yang sering diremehkan
dengan berbagai konotasi keterbelakangan, kebodohan, bahkan mungkin dikatakan
sebagai manusia “primitif”. Sehingga tanah air yang kaya-raya ini tidak
menjadikan berkah, bahkan cenderung menjadi musibah bagi para penghuninya.
Padahal, menurut psikolog Jung, masa lalu adalah endapan bawah sadar kita yang
menjadikan kehidupan kita menjadi seimbang sebagai bagian dari keutuhan dan
keunikan jati diri kita. Inilah sumber kreativitas dan inovasi, yang nafas dan
spiritnya berada di relung hati dan batin bawah sadar kita, sehingga apabila
yang bawah sadar dan kesadaran kita mencapai titik temu, akan tumbuh pencerahan
yang luar biasa. Sebagaimana juga Nabi Musa yang berhasrat mencari pencerahan
ilmu, kemudian diperintah Tuhan menemui Khidir di titik pertemuan antara dua lautan.
Maka ujungnya kesemua hal ini harus dikembalikan pada dunia pendidikan. Dikatakan
oleh Howard Gardner bahwa kita perlu melaksanakan praktik pendidikan yang baru.
Selama ini kita mungkin mengira bahwa mendidik kaum muda yang bisa membaca,
asik dengan seni, mahir membuat teori ilmiah adalah hal yang baik sementara
kondisi dunia terus berubah secara signitifan, berbagai sasaran, kemampuan dan
praktik mungkin tidak lagi diperlukan atau bahkan dipandang dapat menghalangi
produktivitas. Pendidikan pada intinya adalah soal sasaran dan nilai-nilai
manusia, kita tidak bisa mengembangkan suatu sistem pendidikan kecuali kita
terlebih dahulu mengenali pengetahuan dan keterampilan apa saja yang bernilai
bagi semua orang. Anehnya banyak pembuat kebijakan bertindak seolah-olah
sasaran pendidikan sudah jelas diketahui sehingga tidak perlu dicari lagi.
Padahal apa yang harus kita lakukan sebagai tenaga pendidik atau dosen,
pengelola dan bahkan tenaga pendidikan harus ditentukan oleh sistem nilai kita
sendiri, sementara sains dan teknologi tidak memiliki sistem nilai. Sains,
dengan segala rekayasa teknik, teknologi, dan matematika, bukanlah satu-satunya
bidang pengetahuan, dan bahkan bukan satu-satunya bidang pengetahuan yang
penting. Kumpulan pidato Bill Gates dan Thomas Friedman sering mensitir adanya
pengetahuan besar lainnya, yaitu ilmu sosial, humaniora, seni, sipil,
peradaban, etik, kesehatan, keselamatan dan pelatihan kebugaran tubuh juga
layak mendapat perhatian sama dan porsi yang setara dalam kurikulum. Yang
berbahaya adalah, banyak orang mengira bahwa bidang pengetahuan yang lain ini,
harus dipelajari dengan metode dan pembatasan yang sama dengan sains. Menurut
Gardner, bagaimana mungkin seorang pemimpin politik atau bisnis akan dipercaya
– terutama di masa krisis – jika yang mereka paparkan hanyalah penjelasan
ilmiah dan bukti matematika, yang pesan tersebut tidak sampai pada hati
pendengarnya. Bahkan pakar fisika agung Niels Bohr pernah mengatakan ironi ini,
“ada dua macam kebenaran, yakni kebenaran
yang dalam dan kebenaran yang dangkal, dan fungsi sains adalah menghapuskan
kebenaran yang dalam”.
Untuk itu dalam pendidikan perlu
dikembangkan pembinaan lima watak mental, yakni, pertama, pikiran terdisiplin (disciplined
mind). Setidaknya orang perlu menguasai satu cara berpikir, yaitu suaru perilaku
kognitif yang mencerminkan disiplin ilmu, keterampilan atau profesi tertentu,
dalam upaya terus menerus meningkatkan keterampilan dan pemahaman. Tanpa
menguasai paling sedikit satu disiplin, seseorang hanya akan mengikuti
keinginan orang lain. Kedua, pikiran
sintesis (synthesizing mind). Dalam
hal ini orang perlu memahami dan mengevaluasi informasi secara objektif dan kemudian
mampu menyatukannya dengan cara yang masuk akal yang dapat dipahami orang lain.
Tuntutan kemampuan ini semakin mendesak pada saat ini dengan semakin
berlipat-gandanya jumlah informasi yang datang pada kita dengan sangat cepat. Ketiga, pikiran mencipta (creating mind), yakni pemanfaatan
penguasaan disiplin ilmu dan daya sintesis untuk menghasilkan hal yang baru. Suatu
pikiran yang dapat melahirkan ide-ide baru, pertanyaan tak terduga,
membangkitkan cara berpikir baru sekaligus memunculkan jawaban tak terduga.
Pada akhirnya ciptaan itu harus membuat para konsumen berpengetahuan bersedia
menerimanya. Pikiran mencipta setidaknya berada satu langkah di depan komputer
atau robot secanggih apapun. Keempat,
pikiran merespek (respectful mind),
yakni suatu kesadaran bahwa dewasa ini orang tidak lagi terus berada dalam
wilayah dan bidangnya sendiri. Mereka harus siap menyambut perbedaan individu
dan kelompok manusia dengan saling memahami, agar dapat bekerja secara efektif
bersama-sama. Maka dalam dunia dimana semuanya saling terhubung, sikap tidak
toleran dan tidak merespek tidak lagi mendapat tempat. Kelima, pikiran etis (ethical
mind), yaitu mengembangkan konsep tentang bagaimana kita bisa memahami
tujuan yang berada di luar kepentingan pribadi, dan bagaimana kita dapat
bekerja untuk meningkatkan kepentingan kesejahteraan bersama. Agaknya kelima
pikiran ini merupakan representasi keragaman kognitif kegiatan manusia yang
saat ini berkembang secara menyeluruh dan global. Maka tanpa rasa respek
kemungkinan besar kita akan saling merendahkan satu dengan yang lainnya. Tanpa
etika kita akan kembali ke dunia dimana orang berhak mengejar kepentingan
egonya sendiri (teori Hobbes) dan orang kuatlah yang bertahan hidup (teori
Darwin) dimana keuntungan bersama tidak diakui. Pendidikan dalam pengertian
yang lebih luas seharusnya membantu lebih banyak manusia untuk mengenali
corak-corak yang paling mengesankan dari mahluk yang paling luar biasa pada
spesies kita, dan sejarah sarat dengan orang-orang yang menjadi teladan dari
salah satu atau lebih jenis-jenis talenta dan spektrum pikiran original mereka,
termasuk talenta dan originalitas pikiran para pendiri bangsa ini. Bangkitlah
bangsa Indonesiaku! Dan bangkitlah para cendikiawan dan Ilmuwan tanah air
tercinta!
Jakarta,
15 Mei 2012
Faisal Afiff
0 komentar:
Posting Komentar