.


Jumat, 02 September 2011

Relativisme Etika

RELATIVISME ETIKA DI KALANGAN MAHASISWA

Berdasarkan pada pengalaman dan pengamatan emprikal saya selaku profesor diberbagai perguruan tinggi, baik di Jakarta maupun di Bandung, maka ditemukan suatu indikasi yang menunjukkan adanya kelemahan mendasar yang dimiliki para mahasiswa Indonesia dewasa ini terletak pada kurangnya pembekalan moral dan etika yang melekat pada indrawi mereka di dalam menafsirkan berbagai fenomena dan isu sosial yang tengah berlaku di dalam masyarakat sekitarnya atau yang dikenal dengan sebutan bersikap masa bodoh atau cuek, seperti terhadap nilai kejujuran dan sopan santun.
Kondisi seperti ini pada dasarnya berakar dari dunia pendidikan kita yang acapkali dihadapkan pada sasaran atau dilema klasik, yaitu antara melahirkan lulusan sebanyak-banyaknya dengan meningkatkan mutu pendidikan setingi-tingginya. Untuk pencapaian sasaran tersebut, masing-masing perguruan tinggi berlomba-lomba menonjolkan jumlah lulusannya dengan raihan IPK mahasiswa yang tinggi, baik secara individual maupun rata-rata. Pencapaian sasaran kualitatif yang diukur dengan parameter kuantitatif ini, tidak dengan sendirinya menjawab tuntutan “kualitas lulusan”.
Sejalan dengan hal ini, kita dituntut untuk serius menata kurikulum (silabus, SAP, komposisi dan muatan) yang berbasis moral dan etika menjadi lebih mendesak dan sekaligus hal ini sebagai faktor kunci dalam mempersiapkan sumber daya manusia lulusan perguruan tinggi yang berintegritas. Tidak hanya itu saja, penataan kurikulum tersebut tentunya perlu dibarengi dengan ketersediaan tenaga pengajar atau dosen yang bermutu yang memiliki moral dan etika yang tinggi. Dari dosen yang berintegritaslah dapat diharapkan lahir lulusan dengan tingkat integritas yang tinggi pula.
Sebagai bahan renungan kita bersama, beberapa tahun yang lalu, saya beserta rekan sejawat melakukan survei dengan tema “Relativisme Etika Pada Mahasiswa”, dengan mengambil sampel sebanyak 2000 mahasiswa di Bandung dan di Jakarta. Dari salah satu temuan penting survei, terungkap gambaran, bahwa sebagian besar mahasiswa tersebut kurang memiliki kemampuan dalam melakukan penalaran terhadap fenomena dan isu moral dan etika pada tataran yang abstrak dan kompleks, berbeda misalnya jika dihadapkan kepada fenomena dan isu moral dan etika yang hanya memerlukan standar yang konkrit dan sederhana saja. Jika saya boleh meminjam pendekatan Kholberg, kategori kemampuan penalaran mahasiswa tersebut kurang lebih hanya berkisar di sekitar tingkat pre-konvensional dan konvensional.
Dalam menghadapi problematik dan sekaligus tantangan tersebut, khususnya dalam menyikapi kehadiran bulan suci Ramadhan, Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia, serta lahirnya Doktrin Kenegaraan Pancasila, maka akan bijaklah jika rekan Pengelola Aktivitas Pengembangan Pendidikan dan Kemahasiswaan melakukan suatu penelitian yang berkenaan dengan topik “Relativisme Etika di Kalangan Mahasiswa”.
Dengan demikian, dari hasil yang diperoleh dapat dijadikan masukan berharga bagi pendidikan moral dan etika yang melekat secara terpadu dan taat azas pada tenaga pendidik atau dosen, kurikulum, kemahasiswaan, dan lembaga perguruan tinggi itu sendiri dalam rangka melahirkan para lulusan dengan bekal ilmu pengetahuan (knowledge) dan kecakapan (ability) yang berwawasan moral dan etika.

Jakarta, 22 Juli 2011

0 komentar:

Posting Komentar