.


Selasa, 25 Februari 2014

Rangkaian Kolom: Transformasi Kepemimpinan Strategikal



   TRANSFORMASI KEPEMIMPINAN STRATEGIKAL
Suatu kasus rujukan peralihan kepemimpinan di Cina

Sebagaimana pernah dikatakan oleh sang futurolog John Naisbitt dalam bukunya mind set, banyak orang khawatir bahwa Cina akan pecah, namun konotasi perpecahan ternyata diartikulasikan kedalam visi ganda, yakni menempuh jalur kembar sekaligus antara globalisasi dan desentralisasi secara lebih intensif dibanding negara manapun di dunia. Sebuah proses esensial bagi keberlangsungan negara tirai bambu, dengan lebih memberi ruang efisisensi dan kekuasaan terhadap bagian-bagiannya, baik kota, provinsi dan kawasan. Sehinggsa muncul idiom bahwa pinggir adalah pusat. Saat ini sektor swasta telah menjadi komponen ekonomi Cina yang dinamis, dengan pertumbuhan sekitar 10 % per tahun, lebih dari dua kali lipat kecepatan pertumbuhan perekonomian Cina secara keseluruhan, maka kelas pengusaha telah mendorong modernisasi di Cina. Namun yang menarik dibalik fenomena menakjubkan yang terjadi di Cina, adalah dengan melihat pula bagaimana negara dengan penduduk terpadat di dunia itu, tetap dapat mengendalikan pemerintahannya secara aman dan stabil setelah terjadinya krisis Tianenmen di tahun 1989. Bagaimana mekanisme dan pembagian kekuasaan di jalankan sehingga Cina tidak terperangkap pada jurang perpecahan secara artifisial.  Tidak ada sudut pandang yang lebih baik untuk memahami politik kepemimpinan Cina daripada menganalisis sembilan individu yang membentuk Politbiro Standing Committee (PSC). Meskipun terdapat penilaian yang sangat beragam dan berbeda tentang  pergulatan elit politik Cina dari kacamata masyarakat pengamat di luarnegeri, namun dalam dekade terakhir hampir dapat dipastikan bahwa tengah terbentuk konsensus kuat yang mengejutkan muncul di pusaran pusat kekuasaan Cina, yakni semakin pentingnya peran yang dimainkan oleh PSC. Pemimpin Cina papan atas, Sekretaris Jenderal Partai dan Presiden Hu Jintao, mungkin hanyalah “kebetulan” berada pada urutan pertama dari suatu kekuasaan kolektif dalam pengambilan keputusan kolektif tertinggi. Di Republik Rakyat Cina (RRC), atau dengan sebutan kontemporer cukup dengan Cina saja, para penguasanya telah sepakat  untuk memberi penekanan pada suatu kepemimpinan kolektif, yang di tahun 2007 komunike bersama kongres partai komunis telah menetapkan sistem dengan pembagian tanggung jawab seimbang di antara para pemimpin individual  dalam upaya mencegah pengambilan keputusan sewenang-wenang oleh satu orang penguasa saja sebagai pemimpin puncak.
 Diharapkan bahwa tujuh dari sembilan anggota komite saat ini, termasuk Hu Jintao dan Perdana Menteri Wen Jiabao, akan mengundurkan diri sebagai akibat dari aturan usia pensiun. Setelah tahun 2012, para penggantinya akan bertanggung jawab untuk urusan negara di bidang politik dan ideologi, ekonomi dan manajemen keuangan, kebijakan luar negeri, keamanan publik, dan operasi militer. Pemimpin Cina yang muncul akan memerintah suatu negara yang paling padat penduduknya di dunia bagi suatu periode yang diharapkan lebih baik dari dekade sebelumnya. Sementara itu, secara kolektif mereka akan berurusan dengan tantangan yang mendebarkan dalam menghadapi lingkungan yang tidak stabil dan kompleks baik di dalam negeri maupun di tingkat global. Masyarakat Cina juga menyadari adanya gesekan kompetisi  yang sedang berlangsung untuk merebut keanggotaan di internal PSC, yang berimbas pada ketegangan politik yang lebih luas, perselisihan ideologis, dan perbedaan kebijakan dalam kepemimpinan. Belum pernah negara menyaksikan suatu lobi politik yang luar biasa terbuka, seperti yang ditunjukkan oleh Sekretaris Partai Chongqing Bo Xilai yang agresif mempromosikan diri dalam kampanyenya. Bahkan orang tidak harus menjadi seorang analis politik handal untuk memahami tujuan Bo: yakni untuk mendapatkan kursi di PSC berikutnya. Bo tidak hanya meluncurkan apa yang banyak kritikus katakan sebagai'' revolusi kebudayaan-dalam kemasan kampanye '' di kota terbesar Cina, akan tetapi juga menganjurkan model Chongqing berupa model pengembangan sosio-ekonomi yang menyerukan kesejahteraan umum dan  mengatasi urbanisasi yang cepat. Dalam beberapa bulan terakhir, lima dari sembilan anggota PSC saat ini telah mengunjungi Chongqing untuk mendukung kampanye Bo. Pada saat yang sama Wen Jiabao sebagai saingannya, secara terbuka menyatakan keprihatinan akan masih adanya “sisa-sisa'' revolusi kebudayaan dan perebutan lahan bagi pengembangan properti dengan dalih mengatasi urbanisasi. Tidak kalah ketinggalan, publikasi terbaru dari empat jilid pidato mantan Perdana Menteri Zhu Rongji berisi tidak hanya tentang nostalgia dari seorang pemimpin pensiunan, akan tetapi juga adanya kekhawatiran tentang pakta kohesi politik elit dengan kapasitas kepemimpinannya, baik untuk sekarang maupun untuk di masa mendatang. Agaknya secara  tidak langsung,  baik Wen maupun Zhu tampaknya tengah mengarah pada pembentukan suatu formasi di tubuh PSC berikutnya. Maka komposisi di tubuh PSC, terutama dengan munculnya atribut generasi baru, akan menyulut perubahan dinamika kelompok, keseimbangan antar faksi berkuasa dalam komite, yang tentunya akan  memiliki implikasi mendalam bagi prioritas pembangunan ekonomi, stabilitas sosial, politik, dan hubungan luar negeri. Maka siapakah kandidat terkemuka? Melalui proses apa mereka akan dipilih? Apakah latar belakang politik dan profesional mereka serupa atau berbeda satu sama lain? Bagaimana aliansi faksi atau koalisi politik mereka dibagi? Apa strategi yang mereka adopsi untuk mengamankan salah satu dari sembilan tempat di PSC terutama di bulan-bulan menjelang Kongres Partai ke-18? Apa agenda ekonomi, inisiatif sosial politik, dan kebijakan luar negeri dari setiap anggota kelompok yang kuat akan dipromosikan?  
Perubahan penting yang terjadi pada komite tetap politbiro dan pertanyaan-pertanyaan diatas sangat penting bagi Amerika Serikat dan negara di Asia seperti Indonesia, terutama pada saat Cina memiliki pengaruh lebih dominan pada perekonomian dunia dan keamanan regional dibanding saat sebelumnya. Setelah melalui proses seleksi dan kriteria  awal yang ketat   jumlah kursi yang diperebutkan di PSC bisa saja berubah, dimana konstitusi PKC tidak menentukan jumlah tetap. PSC dibentuk pada kongres partai ke-13 di tahun 1987 yang awalnya hanya memiliki lima anggota, dan pada kongres partai ke-14 pada tahun 1992 dan pada kongres ke-15 di tahun 1997 PSC memiliki tujuh anggota, dan pada dua kongres terakhir Partai PSC memiliki sembilan anggota. Ada dua pandangan berbeda tentang jumlah kursi di PSC ke depan: yang pertama berpendapat untuk mengikuti norma politik dua kongres partai terbaru, dimana struktur PSC sebaiknya tetap menjaga 9 anggota saja. Pandangan lain mengakui bahwa semakin banyak desakan politisi kuat ambisius yang  dapat mengakibatkan keanggotaan PSC diperluas menjadi 11 kursi. Dari analisis yang masuk akal, agaknya dapat diasumsikan bahwa jumlah PSC berikutnya akan tetap mempertahankan sembilan anggota. Bagaimana proses dan  kriteria  anggota PSC dipilih? Secara teoritis, seperti dijelaskan  pada konstitusi PKC tahun 2007, semua anggota Politbiro (saat ini ada 25 anggota ), termasuk PSC dan Sekretaris Jenderal Partai, dan dipilih oleh para anggota Komite Pusat PKC. Jumlah total anggota komite sentral cukup bervariasi, namun rata-rata jumlah terakhir ada sekitar 350 anggota. Berdasarkan Konstitusi PKC, anggota politbiro harus berasal dari komite sentral, sementara anggota PSC harus dari Politbiro, dan Sekretaris Jenderal PKC harus muncul dari PSC. Namun dalam prakteknya, bagaimanapun, proses seleksi keanggotaan ini tetap berjalan  top-down ketimbang  bottom-up: dimana anggota organ-organ partai terkemuka memandu pemilihan anggota tingkat bawah badan kepemimpinan seperti komite sentral. Masih seperti di masa lalu, proses pemilihan anggota politbiro lebih ditentukan oleh para pemimpin penting,  seperti di masa Deng Xiaoping berkuasa. Dari pengalaman tersebut, anggota PSC akhirnya memilih pertemuan tertutup seperti di musim panas tahun 2012 yang baru lalu di Beidaihe, sebuah resor dekat Beijing, untuk menentukan pakta awal bagi para pemimpin yang terpilih menjadi anggota politbiro berikutnya, anggota PSC, dan untuk posisi Sekretaris Jenderal. Sebelum dan setelah pertemuan, para anggota PSC  berkonsultasi dengan pemimpin pensiunan seperti mantan presiden Jiang Zemin, mantan perdana menteri Li Peng, mantan sembilan anggota PSC, Zhu Rongji, dan mantan lainnya dari anggota PSC  masa sebelumnya. PSC juga memiliki pertemuan lain di musim gugur, beberapa minggu sebelum Kongres Partai ke-18 dimulai untuk menyelesaikan daftar calon. Selain itu, PSC  melakukan jajak pendapat diantara anggota komite sentral,  para pemimpin baru setingkat menteri dan pimpinan provinsi  yang bukan anggota komite sentral, dalam menjaring pencalonan anggota politbiro baru yang akan dipilih pada kongres partai ke-18.  Sedangkan pemilihan anggota PSC bagi kepemimpinan PSC periode berikutnya  adalah suatu proses  kesepakatan yang luar biasa rumit dan beragam. Para analis luar negeri dan bahkan analisis lokal Cina sendiri sulit mengungkap kisah rinci tentang bagaimana setiap anggota PSC akhirnya terpilih, yaitu berupa tawar-menawar alot antar faksi atau  informasi tentang siapa yang paling mempengaruhi keputusan. Namun, bakal calon kepemimpinan PSC berikutnya sudah cukup jelas, dan tempat pertama untuk melihatnya adalah  pada 204 anggota penuh Komite Sentral angkatan 2007. Sebagian  anggota kelompok Komite Sentral muka lama mungkin akan lengser, baik karena pensiun atau pindah ke posting seremonial lain, atau diharapkan segera pensiun karena usia mereka. Faktor usia dan pengalaman kepemimpinan sebelumnya sangat penting  dalam proses seleksi keanggotaan PSC. Usia merupakan indikator penting dari prospek masa depan pemimpin politik Cina,  karena menurut aturan PKC dan norma yang berlaku, pemimpin peringkat tertentu tidak dapat melebihi batas usia yang ditetapkan. Sebagai contoh, semua kepala provinsi seharusnya mundur ketika mereka mencapai usia 65 tahun, dan hanya mereka yang di bawah usia 63 tahun yang masih dipertimbangkan untuk menempati posisi itu. Di tahun 2007 para anggota partai kongres, hampir semuanya  lahir sebelum tahun 1940, termasuk  Wakil Presiden  Zeng Qinghong yang lahir  di tahun 1939, yang tidak  diperkenankan  terus aktif di Komite Sentral. Ekstrapolasi dari aturan ini, maka pemimpin yang lahir pada tahun 1944 atau sebelumnya tidak akan dipertimbangkan lagi untuk duduk pada komite sentral berikutnya dan karenanya secara otomatis terpental dari pertarungan memperebutkan  kursi di politbiro atau PSC. Batas usia pensiun ini tidak hanya menciptakan rasa keadilan dan konsistensi  bagi  perekrutan calon pemimpin, akan tetapi juga membuat kaderisasi elit politik Cina berlangsung cepat. Faktor yang paling penting untuk pemilihan anggota PSC adalah ikatan patron-klien, dimana seorang anggota tidak hanya dituntut memiliki pengalaman kepemimpinan yang luas, tetapi juga umumnya telah memperoleh mandat tanggung jawab kepemimpinan dari daerah tempat mereka ditugaskan. Kecuali pemimpin Cina pertama, Zhou Enlai, maka semua lima perdana mentri RRC lainnya  termasuk perdana menteri Wen Jiabao, semuanya pernah menjabat sebagai wakil perdana menteri dewan negara sebelum menjadi perdana menteri. Kebanyakan dari mereka memiliki kebanggaan pengalaman kepemimpinan yang luas, terutama dalam urusan ekonomi. Meskipun Faktor yang tidak kalah penting penting bagi pemilihan anggota PSC adalah hubungan patron-klien diantara mereka. Para anggota biasanya akan mencoba  menggunakan pengaruh, melindungi kepentingan mereka, dan memelihara kelangsungan kebijakan dengan melayani  badan kepemimpinan tertinggi. Berbagai faksi dan kelompok kepentingan yang kuat cenderung membentuk koalisi untuk mencalonkan wakil-wakilnya duduk di PSC. Sebagai akibat dari adanya aturan main baru dalam politik elite Cina selama dekade terakhir, maka antar pemimpin faksi membagi keseimbangan kekuasaan, sementara diantara mereka yang bersaing dijajaki kemungkinan koalisi dalam keanggotaan PSC baru. Maka munculah istilah kepemimpinan “cek and saldo Chinese-style:'' Satu partai, dua koalisi'' suatu adaptasi transisi kekuasaan  dari model pemimpin tunggal yang sangat berkuasa  menuju kepemimpinan kolektif yang tengah berlangsung dalam  proses bertahap selama tiga dekade terakhir. Mao Zedong adalah pemegang kekuasaan besar sebagai pemimpin inti dari generasi pertama PKC dan dipandang bagaikan “tokoh dewa” terutama selama Revolusi Kebudayaan. Mao memandang pembicaraan masalah suksesi kepemimpinan seolah urusan pribadinya, mirip seperti era kepemimpinan Soeharto di Indonesia, dimana pembicaraan suksesi adalah misteri dan sakral.  Selama era Deng Xiaoping, suksesi politik dan perubahan generasi di jajaran tertinggi pemerintahan menjadi masalah yang menyita perhatian publik. Namun, karena karir  politiknya yang legendaris, Deng, pemimpin inti dari generasi kedua, mempertahankan perannya sebagai pemimpin tertinggi Cina bahkan setelah insiden Tiananmen, meskipun ia tidak memegang posisi kepemimpinan penting lagi. Berikutnya adalah Jiang Zemin, dari generasi ketiga, dan Hu Jintao, dari generasi keempat, adalah teknokrat yang tidak memiliki karisma dan kepercayaan se revolusioner Deng, tetapi keduanya memiliki kebanggaan pengalaman kepemimpinan yang luas dan bakat untuk melakukan  kompromi koalisi dan politik. Namun demikian keduanya tetap memanfaatkan dukungan dan tidak lepas dari bayang-bayang  Deng. Dalam rangka mengendalikan  krisis politik tahun 1989, Deng memilih Jiang Zemin sebagai penggantinya. Demikian juga di tahun 1992, Deng mengangkat Hu Jianto menjadi ''ahli waris'' Jiang Zemin. Setelah transisi kepemimpinan kolektif berlangsung secara bertahap selama tiga dekade terakhir. Kini tampuk kekuasaan bergeser pada  generasi kelima, dimana wakil presiden Xi Jinping dan eksekutif wakil perdana menteri Li Keqiang keduanya diangkat ke lingkaran inti PSC. Status mereka dalam pengambilan keputusan di PSC kurang lebih sama. Di satu sisi, determinasi para pemimpin puncak generasi kelima ini agaknya lebih lemah ketimbang  pendahulu mereka, karena kekuatan dan otoritas telah disebar di antara rekan-rekan mereka dalam kepemimpinan. Namun demikian pilar bangunan PKC telah semakin kokoh dan terstruktur yang diisi oleh dua koalisi informal atau faksi yang mempertahankan keseimbangan dengan  kekuatannya masing-masing. Kedua kelompok tersebut dapat diberi label dengan koalisi  “populis,'' yang dipimpin oleh presiden Hu Jintao dan perdana menteri Wen Jiabao, berdampingan dengan koalisi'' elitis,'' yang muncul di era Jiang dan saat ini dipimpin oleh Wu Bangguo, ketua nasional legislatif, dan Jia Qinglin, kepala badan penasehat politik nasional. Dengan demikian orang kuat saat ini di  Cina terdiri atas empat pemimpin. Xi Jinping dan Li Keqiang masing-masing mewakili salah satu koalisi. Pembagian kekuasaan kadang-kadang disebut sebagai mekanisme keseimbangan dua koalisi politik.
Adanya gesekan diantara kelompok politik, tentu saja, bukan sebuah perkembangan baru di Cina. Peristiwa besar seperti revolusi kebudayaan,  dan  krisis Tiananmen di tahun 1989 semuanya terkait dengan pertikaian antar faksi dan perjuangan suksesi dalam kepemimpinan di tubuh PKC. Akan tetapi politik faksi di Cina saat ini tidak lagi menjadi “zero-sum game” dimana sang pemenang mengambil semuanya dan sang pecundang harus dibersihkan atau diperlakukan buruk. Secara umum,  faksi Cina baru memiliki dinamika  tiga fitur utama. Pertama, bahwa dua koalisi tidak hanya bersaing untuk kekuasaan an sich  dan semata kepentingan pribadi, akan tetapi mereka juga bersaing karena  mewakili konstituen sosial ekonomi dan geografis yang berbeda. Sebagian besar pemimpin puncak di koalisi elitis, misalnya, berasal dari keluarga revolusioner veteran dan pejabat tinggi, baik pejabat tinggi sipil maupun militer. Kelompok ini disebut sebagai putra mahkota termasuk mantan presiden Jiang Zemin, dimana ayahnya adalah seorang martir di PKC dan mantan wakil presiden Zeng Qinghong yang ayahnya adalah kepala departemen dalam negeri selama era Mao. Begitu juga untuk kepemimpinan mendatang dimana wakil presiden Xi Jinping, wakil perdana menteri Wang Qishan, dan sekretaris partai Chongqing Bo Xilai, masing-masing ayah atau ayah mertua  mereka sebelumnya menjabat sebagai wakil perdana menteri. Para putra mahkota ini masing-masing memulai karir mereka di kota-kota pesisir yang kaya dimana ekonomi berkembang dengan baik, sehingga boleh jadi para pemimpin  generasi kelima ini tidak sekuat dan setangguh  para pendahulu mereka. Koalisi elitis ini biasanya mewakili kepentingan pengusaha Cina. Sebaliknya, sebagian besar tokoh koalisi populis terkemuka, seperti presiden Hu Jintao, perdana menteri Wen Jiabao, dan eksekutif wakil perdana menteri Li Keqiang, berasal dari keluarga biasa yang kurang mampu. Mereka ini telah mengumpulkan banyak pengalaman kepemimpinan di pedalaman provinsi. Banyak orang mengalami kemajuan dalam karir politik dengan cara memasuki Liga Pemuda Komunis Cina (CCYL) untuk mendapat label “tuanpai”, yang secara harfiah berarti'' faksi liga'', dan Hu Jintao telah berjuang selama beberapa tahun untuk mendapat “tuanpai” di tingkat provinsi dan CCYL nasional. Dia kemudian menjabat sebagai ketua CCYL di pertengahan tahun 1980-an, sehingga anggota generasi kelima dari pemimpin PKC adalah rekan junior Hu di CCYL. Diantara mereka termasuk juga Li Keqiang, direktur departemen organisasi PKC  Li Yuanchao,  sekretaris partai Wang Yang, dan direktur jenderal kantor PKC  Ling Jihua. Para anggota koalisi populis sering menyuarakan keprihatinan nasib kelompok sosial yang rentan seperti petani, buruh migran, dan kaum miskin kota. Orang mungkin meragukan efektivitas pelaksanaan kebijakan Hu dan Wen, namun dukungannya pada pengurangan pajak pertanian para petani, sikap yang lebih lunak terhadap pekerja migran, mengkritisi ekonomi yang lebih memprioritaskan kota, membangun landasan perawatan kesehatan, dan mempromosikan proyek perumahan yang terjangkau oleh semua kalangan sangat sejalan dengan agenda kerakyatan yang populer. Kedua, bahwa kedua koalisi bersaing hampir sama kuat, sebagian karena mereka sering memiliki jumlah kursi yang sama di organisasi kepemimpinan puncak, dan sebagian karena kepemimpinan, keterampilan  dan kepercayaan mereka saling melengkapi. Dari ke-25 anggota politbiro saat ini, para putra mahkota menempati tujuh posisi  (28 persen) dan para “tuanpai” menempati delapan posisi (32 persen). Kedua koalisi bahkan berhasil mengatur keseimbangan kekuasaan yang hampir sempurna di antara generasi kelima ini.  Para pemimpin dari kedua faksi yang bersaing memiliki keahlian, kepercayaan, dan pengalaman yang berbeda serta faham betul bahwa mereka perlu menemukan landasan bersama untuk hidup berdampingan dan memerintah secara efektif. Sementara faksi “tuanpai” sangat menguasai seluk-beluk organisasi dan propaganda, dan umumnya sering mengandalkan  pengalaman  kepemimpinan di desa, sehingga mereka sering merasa kurang berpengalaman dan kepercayaan dalam beberapa hal dinamika baru di Cina.  Khususnya keterampilan yang berkaitan dengan penanganan perdagangan luar negeri, investasi asing, perbankan, dan aspek penting lainnya dari kebijakan ekonomi, yang telah didominasi oleh para putra mahkota, seperti wakil perdana menteri Wang Qishan, gubernur Bank Rakyat Cina Zhou Xiaochuan, dan ketua korporasi  investasi Cina  Lou Jiwei. Ketiga, sementara masing-masing  faksi bersaing satu dengan yang lain untuk isu-isu tertentu, namun mereka tetap bersedia bekerja sama dalam menghadapi pihak lain. Untuk sebagian besar, hubungan diantara kedua koalisi secara informal berjalan secara kooperatif. Kedua koalisi memiliki tujuan mendasar: yakni menjamin stabilitas sosial ekonomi Cina serta mempertahankan kelanggengan kekuasaan PKC serta meningkatkan status Cina sebagai pemain utama di dunia internasional. Dengan adanya tujuan umum tersebut,  sering mendorong kedua kelompok untuk berkompromi dan bekerja sama satu dengan lainnya.
Untuk mengangkat nama Xi Jinping dan Li Keqiang, maka  di tahun 2007 Hu Jintao dan pemimpin senior lainnya mengisyaratkan pentingnya adanya perbedaan konstituen  yang mereka wakili masing-masing.  Adanya kearifan kepemimpinan puncak bahwa kompromi adalah untuk membangun konsensus dan membagi kekuasaan, telah mencegah faksi dari gejolak politik serius yang terjadi di kalangan pemimpin generasi kelima. Dengan demikian kepemimpinan kolektif, sebagaimana beroperasi dalam tubuh organisasi PSC saat ini, telah menjadi ciri dari kiprah para elit politik  Cina ke depan. Adanya gaya baru politik elit Cina tersebut, tentunya masih menyimpan ancaman kegagalan. Pembatasan dan pembagian kekuasaan, serta politik kompromi tidak selalu berjalan mudah dalam tataran praktik. Fakta bahwa masih ada calon yang lebih ambisius merebut kursi tetap secara alami dapat menciptakan suasana psikologik antara pemenang dan pecundang. Keterbukaan unjuk kebolehan diri sendiri dalam kampanye oleh beberapa politisi ambisius, inisiatif istimewa mereka dalam merespon isu-isu penting, ditambah dengan kekuatan dan kelemahan masing-masing bisa membuat suksesi politik  di masa mendatang  akan sangat menantang dalam meraih tampuk kepemimpinan di PKC.  Dalam koalisi populis, semuanya adalah pemimpin “tuanpai”  yang memiliki hubungan  kuat patron-klien dengan Hu Jintao. Dua pejabat, Li Yuanchao dan Liu Yandong, bahkan adalah putra mahkota jika melihat dari latar belakang keluarga mereka, namun karir dan pengalaman mereka serta afiliasi politiknya lebih  erat dengan Hu Jiangtao, aktor yang memainkan peran langsung dalam promosi mereka ke politbiro, sehingga  membuat mereka lebih loyal kepada Hu dalam koalisi populis. Hal Ini tentunya masih harus terus dikaji, apakah identitas ganda mereka dapat membantu memainkan peran mediasi jika pertikaian faksi menjadi tidak terkendali, yang kemungkinan akan memposisikan mereka malah lebih kuat di PKC. Yang jelas bahwa para pemimpin generasi kelima ini kemungkinan besar akan mengambil posisi puncak dalam kepemimpinan nasional setelah tahun 2012 , sementara sejumlah besar kandidat terkemuka berasal dari generasi keempat  lahir di pertengahan tahun 1940-an sehingga peluangnya lebih kecil. Secara umum, para pemimpin dari koalisi populis rata-rata lebih muda ketimbang rekan-rekan mereka pada koalisi-elitis, dan dengan demikian memiliki keuntungan usia. Bahkan adanya perbedaan faktor usia ini telah memicu  para koalisi-elitis  lebih agresif dalam mencari kader keanggotaan PSC yang akan menjadi kesempatan terakhir bagi mereka.Tentu saja, persaingan akan berjalan seru,  Xi Jinping dan Li Keqiang pasti akan mempertahankan kursi mereka. Wang Qishan dan Li Yuanchao tidak akan memiliki masalah untuk mendapatkan kursi, dan cenderung berada dengan empat anggota lain, bersama dengan Xi Jinping dan Li Keqiang. Wakil perdana menteri Zhang Dejiang dan direktur departemen propaganda PKC  Liu Yunshan yang keduanya adalah anggota politbiro, dan karenanya  akan lebih berhak mendapat promosi lebih jauh ketimbang rekan-rekan mereka. Ada enam pemimpin yang memiliki posisi kurang aman dalam keanggotaan mereka di PSC berikutnya, yang tersisa hanyalah  tiga kursi  untuk diperebutkan oleh delapan kandidat lainnya, jika  asumsi keanggotaan di PKC tetap berjumlah sembilan orang. Jika tahun kelahiran yang diperbolehkan bagi anggota komite sentral berikutnya adalah  awal tahun 1945, maka  sekretaris partai Shanghai Yu Zhengsheng juga akan menjadi kandidat kuat, dengan fakta  seperti halnya  Zhang Dejiang dan Liu Yunshan, ia telah berpengalaman menjabat sebagai anggota politbiro. Dengan dasar itu kekuasaan Yu Zhengheng berpotensi tangguh. Namun Hu Jintao dan pemimpin lainnya dalam koalisi populis mungkin akan berupaya bernegosiasi agar Yu segera pensiun di kongres kartai ke-18.
Maka Yu dan Liu Yandong yang sama  lahir pada tahun 1945,  kemungkinan akan dilengserkan jika PSC memutuskan untuk membuat  pengambilan keputusan tertinggi dimana generasi muda bulat menguasai pemimpin generasi kelima. Tiga orang lagi anggota  politbiro yang kuat saat ini adalah ketua partai di tingkat provinsi administrasi Guangdong Wang Yang, Bo Xilai di Chongqing, dan Zhang Gaoli di Tianjin yang sering dilihat sebagai bersaing ketat antara satu dengan  lainnya untuk keanggotaan di PSC. Wang Yang dan Bo Xilai dikenal sebagai figur yang tenang, setelah bersama-sama memperoleh julukan'' dua meriam'' setelah diangkat sebagai sekretaris partai Guangdong di tahun 2007. Wang Yang adalah penganjur model baru pertumbuhan ekonomi yang menekankan pada perlunya mengedepankan reformasi politik, yang secara pribadi mencetuskan gelombang baru'' berpikir emansipatoris''  dengan mendesak para pejabat setempat untuk menghilangkan tabu bicara tentang ideologi dan politik. Promosi diri kampanye Bo Xilai telah mengumpulkan rating publisitas, pendekatan Bo dikenal sangat tidak konvensional: ia adalah seorang elitis yang selalu disukai dan istimewa oleh rezim Komunis  - kecuali untuk beberapa tahun selama revolusi kebudayaan – dan kini dia  mengklaim mengenakan mantel populisme Maois. Dia tampaknya telah berhasil meraih popularitas di kalangan publik Chongqing, dan dengan keberaniannya secara nasional membuatnya mendapatkan julukan ''man of the year'' dari jajak pendapat online  di tahun 2009  yang dilakukan oleh Harian Rakyat. Berbeda dengan gaya dua'' meriam'' tadi, Zhang Gaoli dari Tianjin telah mempertahankan gaya yang lebih konvensional dan tampilan kepemimpinannya kurang tebar pesona. Baru-baru ini Zhang bertutur kepada pengunjung asing bahwa dia lebih tertarik  berpromosi dengan gaya'' down-to-earth”  dengan tampilan “low profile'',  motto dan strateginya adalah: “ lakukan lebih banyak, dan  kurangi bicara''.   Pemimpin potensial lain adalah Ling Jihua, meskipun mereka  saat ini bukan anggota politbiro,  saat ini Ling Jihua menjabat sebagai anggota dari enam orang sekretariat dan direktur kantor umum komite sentral PKC, adalah orang kepercayaan terdekat dari Hu Jintao. Sama seperti Jiang Zemin yang memperiapkan Zeng Qinghong anggota PSC di tahun 2002, Hu kemungkinan akan mendorong promosi dua langkah bagi Ling Jihua.  Adapun Meng Jianzhu, penasihat negara di dewan negara, menteri keamanan umum, dan sekretaris wakil  komisi  disiplin dan inspeksi, agaknya akan menjadi calon yang ideal untuk berhasil menyusul  bosnya Zhou Yongkang di PSC. Hu Chunhua adalah pemimpin  generasi keenam  yang lahir pada tahun 1960. Jika kepemimpinan tingkat atas Cina memutuskan untuk memilih seorang pemimpin muda untuk duduk di PSC  hal ini akan mempercepat kelangsungan estafeta kepemimpinan diluar garis generasi kelima, sehingga Hu Chunhua akan menjadi kandidat utama. Sebelumnya, Hu Jintao telah bertugas di PSC selama 10 tahun sebelum ia menjadi sekretaris jenderal PKC pada tahun 2002. Kepemimpinan baru sering menyebabkan kebijakan baru. Walaupun para pemimpin yang akan datang mungkin tidak langsung akan menunjukkan bahwa mereka berbeda dari para pendahulunya sampai posisi mereka benar-benar kuat, namun sudah jelas bahwa  Xi Jinping dan Li Keqiang akan menunjukkan gaya kepemimpinan  baru yang ingin mengejar prioritas kebijakan baru pula. Selama perayaan tahun baru 2010,  Xi Jimping mengirim pesan pribadi dengan teks  “salam untuk sekitar 1 juta pejabat cabang PKC akar rumput”  yang belum pernah terjadi sebelumnya  bagi seorang pemimpin papan atas partai menyapa pada pejabat setempat. Dari sisi ekonomi, pengalaman kepemimpinan Xi dalam menjalankan roda pemerintahan Fujian, Zhejiang, dan Shanghai, tiga daerah yang secara ekonomis-maju, telah mempersiapkan dirinya dengan baik untuk mengejar kebijakan dan mempromosikan pengembangan sektor swasta, investasi asing dan perdagangan, serta liberalisasi sistem keuangan Cina, yang  telah mengalami kemunduran serius dalam beberapa tahun terakhir. Sementara itu, Li Keqiang telah menarik perhatian yang kuat dengan mengangkat masalah baru, seperti perumahan yang terjangkau, keamanan pangan, kesehatan masyarakat, dan energi bersih yang terbarukan. Tentu saja, tak satu pun dari masalah ini merupakan prioritas  pemimpin Cina pada periode 10 tahun yang lalu.
 Baru-baru ini pejabat Cina dan  media resmi serta setengah resmi  tengah giat menguraikan cetak biru kepemimpinan di antara para bintang dari generasi kelima. Secara umum, faksi elitis berorientasi pasar lebih prihatin tentang pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), sementara faksi populis lebih tertarik untuk menegakkan keadilan sosial, anti-korupsi, dan intra-partai pemilu. Pemimpin dari masing-masing koalisi juga bervariasi dalam mengangkat masalah krusial. Sedangkan komposisi PSC berikutnya kemungkinan besar akan dipilih dari 14 calon yang telah dibahas di atas, meskipun tidak mengabaikan kemungkinan  munculnya “kuda hitam''  dari kalangan pimpinan partai tingkat provinsi. Seperti kemunculan  Zhang Chunxian, sekretaris partai  Xinjiang yang baru-baru ini telah menggunakan pendekatan ''tangan besi''  guna mengatasi  kerusuhan  di Xinjiang dan juga mengklaim bahwa ia bersedia melepaskan semua pendapatan dan aset pribadi dan keluarganya dalam mendukung langkah-langkah yang kuat untuk memberantas korupsi.
            Dari paparan diatas hikmah pelajaran dapat dipetik, dalam derap kemajuan perekonomian Cina yang mengesankan, dibaliknya terdapat para pemimpin yang mengendalikan situasi negara secara kesuluruhan dengan cermat dan matang. Proses transformasi dan suksesi kepemimpinan strategikal tetap dapat dilangsungkan secara bertahap – walaupun mungkin dipercepat – tanpa harus menimbulkan gejolak sosial dan mengganggu stabilitas nasional melalui keseimbangan (Im dan Yang) kekuasaan. Meski terjadi trasformasi kepemimpinan – dengan segala dinamika persaingan kekuasaan – secara kolektif mereka memiliki tujuan stretegikal mendasar yang sama: yakni menjamin stabilitas sosial ekonomi Cina, mempertahankan kelanggengan kekuasaan PKC, dan meningkatkan status Cina sebagai pemain utama di dunia internasional. Budaya patron-klien rupanya justru kondusif dalam memuluskan pergantian dan peralihan kekuasaan yang tidak memakan korban. Para elit politik di Indonesia patut belajar dalam mempraktikan kedewasan berpolitik seperti yang ditunjukkan oleh para pemimpin strategikal di Cina pasca Deng Xiao Ping ini. Mari kita buktikan kematangan  elit politik kita di era pergantian kepemimpinan nasional ditahun 2014 dalam visi dan misi strategikalnya. Jayalah Indonesiaku negara tercinta.

                                                                                                Bandung, 11 Desember 2012
                                                                                                                Faisal Afiff

0 komentar:

Posting Komentar