TRANSFORMASI
KEPEMIMPINAN STRATEGIKAL
Suatu kasus
rujukan peralihan kepemimpinan di Cina
Sebagaimana pernah dikatakan oleh
sang futurolog John Naisbitt dalam bukunya mind
set, banyak orang khawatir bahwa Cina akan pecah, namun konotasi perpecahan
ternyata diartikulasikan kedalam visi ganda, yakni menempuh jalur kembar sekaligus
antara globalisasi dan desentralisasi secara lebih intensif dibanding negara
manapun di dunia. Sebuah proses esensial bagi keberlangsungan negara tirai
bambu, dengan lebih memberi ruang efisisensi dan kekuasaan terhadap
bagian-bagiannya, baik kota, provinsi dan kawasan. Sehinggsa muncul idiom bahwa
pinggir adalah pusat. Saat ini sektor swasta telah menjadi komponen ekonomi
Cina yang dinamis, dengan pertumbuhan sekitar 10 % per tahun, lebih dari dua
kali lipat kecepatan pertumbuhan perekonomian Cina secara keseluruhan, maka
kelas pengusaha telah mendorong modernisasi di Cina. Namun yang menarik dibalik
fenomena menakjubkan yang terjadi di Cina, adalah dengan melihat pula bagaimana
negara dengan penduduk terpadat di dunia itu, tetap dapat mengendalikan
pemerintahannya secara aman dan stabil setelah terjadinya krisis Tianenmen di
tahun 1989. Bagaimana mekanisme dan pembagian kekuasaan di jalankan sehingga
Cina tidak terperangkap pada jurang perpecahan secara artifisial. Tidak ada sudut pandang yang lebih baik untuk
memahami politik kepemimpinan Cina daripada menganalisis sembilan individu yang
membentuk Politbiro Standing Committee (PSC). Meskipun terdapat penilaian
yang sangat beragam dan berbeda tentang pergulatan
elit politik Cina dari kacamata masyarakat pengamat di luarnegeri, namun dalam
dekade terakhir hampir dapat dipastikan bahwa tengah terbentuk konsensus kuat
yang mengejutkan muncul di pusaran pusat kekuasaan Cina, yakni semakin pentingnya
peran yang dimainkan oleh PSC. Pemimpin Cina papan atas, Sekretaris Jenderal
Partai dan Presiden Hu Jintao, mungkin hanyalah “kebetulan” berada pada urutan
pertama dari suatu kekuasaan kolektif dalam pengambilan keputusan kolektif
tertinggi. Di Republik Rakyat Cina (RRC), atau dengan sebutan kontemporer cukup
dengan Cina saja, para penguasanya telah sepakat untuk memberi penekanan pada suatu kepemimpinan
kolektif, yang di tahun 2007 komunike bersama kongres partai komunis telah
menetapkan sistem dengan pembagian tanggung jawab seimbang di antara para
pemimpin individual dalam upaya mencegah
pengambilan keputusan sewenang-wenang oleh satu orang penguasa saja sebagai
pemimpin puncak.
Diharapkan bahwa tujuh dari sembilan anggota
komite saat ini, termasuk Hu Jintao dan Perdana Menteri Wen Jiabao, akan
mengundurkan diri sebagai akibat dari aturan usia pensiun. Setelah tahun 2012,
para penggantinya akan bertanggung jawab untuk urusan negara di bidang politik
dan ideologi, ekonomi dan manajemen keuangan, kebijakan luar negeri, keamanan
publik, dan operasi militer. Pemimpin Cina yang muncul akan memerintah suatu
negara yang paling padat penduduknya di dunia bagi suatu periode yang
diharapkan lebih baik dari dekade sebelumnya. Sementara itu, secara kolektif mereka
akan berurusan dengan tantangan yang mendebarkan dalam menghadapi lingkungan
yang tidak stabil dan kompleks baik di dalam negeri maupun di tingkat global. Masyarakat
Cina juga menyadari adanya gesekan kompetisi yang sedang berlangsung untuk merebut keanggotaan
di internal PSC, yang berimbas pada ketegangan politik yang lebih luas,
perselisihan ideologis, dan perbedaan kebijakan dalam kepemimpinan. Belum
pernah negara menyaksikan suatu lobi politik yang luar biasa terbuka, seperti
yang ditunjukkan oleh Sekretaris Partai Chongqing Bo Xilai yang agresif
mempromosikan diri dalam kampanyenya. Bahkan orang tidak harus menjadi seorang
analis politik handal untuk memahami tujuan Bo: yakni untuk mendapatkan kursi
di PSC berikutnya. Bo tidak hanya meluncurkan apa yang banyak kritikus katakan
sebagai'' revolusi kebudayaan-dalam kemasan kampanye '' di kota terbesar Cina,
akan tetapi juga menganjurkan model Chongqing
berupa model pengembangan sosio-ekonomi yang menyerukan kesejahteraan umum dan mengatasi urbanisasi yang cepat. Dalam
beberapa bulan terakhir, lima dari sembilan anggota PSC saat ini telah
mengunjungi Chongqing untuk mendukung kampanye Bo. Pada saat yang sama Wen Jiabao
sebagai saingannya, secara terbuka menyatakan keprihatinan akan masih adanya “sisa-sisa''
revolusi kebudayaan dan perebutan lahan bagi pengembangan properti dengan dalih
mengatasi urbanisasi. Tidak kalah ketinggalan, publikasi terbaru dari empat
jilid pidato mantan Perdana Menteri Zhu Rongji berisi tidak hanya tentang
nostalgia dari seorang pemimpin pensiunan, akan tetapi juga adanya kekhawatiran
tentang pakta kohesi politik elit dengan kapasitas kepemimpinannya, baik untuk sekarang
maupun untuk di masa mendatang. Agaknya secara
tidak langsung, baik Wen maupun
Zhu tampaknya tengah mengarah pada pembentukan suatu formasi di tubuh PSC
berikutnya. Maka komposisi di tubuh PSC, terutama dengan munculnya atribut
generasi baru, akan menyulut perubahan dinamika kelompok, keseimbangan antar
faksi berkuasa dalam komite, yang tentunya akan
memiliki implikasi mendalam bagi prioritas pembangunan ekonomi, stabilitas
sosial, politik, dan hubungan luar negeri. Maka siapakah kandidat terkemuka?
Melalui proses apa mereka akan dipilih? Apakah latar belakang politik dan
profesional mereka serupa atau berbeda satu sama lain? Bagaimana aliansi faksi
atau koalisi politik mereka dibagi? Apa strategi yang mereka adopsi untuk
mengamankan salah satu dari sembilan tempat di PSC terutama di bulan-bulan
menjelang Kongres Partai ke-18? Apa agenda ekonomi, inisiatif sosial politik,
dan kebijakan luar negeri dari setiap anggota kelompok yang kuat akan dipromosikan?
Perubahan penting yang terjadi pada
komite tetap politbiro dan pertanyaan-pertanyaan diatas sangat penting bagi
Amerika Serikat dan negara di Asia seperti Indonesia, terutama pada saat Cina
memiliki pengaruh lebih dominan pada perekonomian dunia dan keamanan regional
dibanding saat sebelumnya. Setelah melalui proses seleksi dan kriteria awal yang ketat jumlah
kursi yang diperebutkan di PSC bisa saja berubah, dimana konstitusi PKC tidak
menentukan jumlah tetap. PSC dibentuk pada kongres partai ke-13 di tahun 1987 yang
awalnya hanya memiliki lima anggota, dan pada kongres partai ke-14 pada tahun
1992 dan pada kongres ke-15 di tahun 1997 PSC memiliki tujuh anggota, dan pada
dua kongres terakhir Partai PSC memiliki sembilan anggota. Ada dua pandangan
berbeda tentang jumlah kursi di PSC ke depan: yang pertama berpendapat untuk
mengikuti norma politik dua kongres partai terbaru, dimana struktur PSC
sebaiknya tetap menjaga 9 anggota saja. Pandangan lain mengakui bahwa semakin
banyak desakan politisi kuat ambisius yang dapat mengakibatkan keanggotaan PSC diperluas
menjadi 11 kursi. Dari analisis yang masuk akal, agaknya dapat diasumsikan
bahwa jumlah PSC berikutnya akan tetap mempertahankan sembilan anggota.
Bagaimana proses dan kriteria anggota PSC dipilih? Secara teoritis, seperti
dijelaskan pada konstitusi PKC tahun
2007, semua anggota Politbiro (saat ini ada 25 anggota ), termasuk PSC dan Sekretaris
Jenderal Partai, dan dipilih oleh para anggota Komite Pusat PKC. Jumlah total
anggota komite sentral cukup bervariasi, namun rata-rata jumlah terakhir ada sekitar
350 anggota. Berdasarkan Konstitusi PKC, anggota politbiro harus berasal dari
komite sentral, sementara anggota PSC harus dari Politbiro, dan Sekretaris
Jenderal PKC harus muncul dari PSC. Namun dalam prakteknya, bagaimanapun,
proses seleksi keanggotaan ini tetap berjalan top-down
ketimbang bottom-up: dimana anggota organ-organ partai terkemuka memandu
pemilihan anggota tingkat bawah badan kepemimpinan seperti komite sentral. Masih
seperti di masa lalu, proses pemilihan anggota politbiro lebih ditentukan oleh
para pemimpin penting, seperti di masa Deng
Xiaoping berkuasa. Dari pengalaman tersebut, anggota PSC akhirnya memilih
pertemuan tertutup seperti di musim panas tahun 2012 yang baru lalu di
Beidaihe, sebuah resor dekat Beijing, untuk menentukan pakta awal bagi para
pemimpin yang terpilih menjadi anggota politbiro berikutnya, anggota PSC, dan
untuk posisi Sekretaris Jenderal. Sebelum dan setelah pertemuan, para anggota
PSC berkonsultasi dengan pemimpin pensiunan
seperti mantan presiden Jiang Zemin, mantan perdana menteri Li Peng, mantan sembilan
anggota PSC, Zhu Rongji, dan mantan lainnya dari anggota PSC masa sebelumnya. PSC juga memiliki pertemuan
lain di musim gugur, beberapa minggu sebelum Kongres Partai ke-18 dimulai untuk
menyelesaikan daftar calon. Selain itu, PSC
melakukan jajak pendapat diantara anggota komite sentral, para pemimpin baru setingkat menteri dan pimpinan
provinsi yang bukan anggota komite
sentral, dalam menjaring pencalonan anggota politbiro baru yang akan dipilih
pada kongres partai ke-18. Sedangkan
pemilihan anggota PSC bagi kepemimpinan PSC periode berikutnya adalah suatu proses kesepakatan yang luar biasa rumit dan beragam.
Para analis luar negeri dan bahkan analisis lokal Cina sendiri sulit mengungkap
kisah rinci tentang bagaimana setiap anggota PSC akhirnya terpilih, yaitu
berupa tawar-menawar alot antar faksi atau
informasi tentang siapa yang paling mempengaruhi keputusan. Namun, bakal
calon kepemimpinan PSC berikutnya sudah cukup jelas, dan tempat pertama untuk
melihatnya adalah pada 204 anggota penuh
Komite Sentral angkatan 2007. Sebagian anggota
kelompok Komite Sentral muka lama mungkin akan lengser, baik karena pensiun
atau pindah ke posting seremonial lain, atau diharapkan segera pensiun karena
usia mereka. Faktor usia dan pengalaman kepemimpinan sebelumnya sangat penting dalam proses seleksi keanggotaan PSC. Usia
merupakan indikator penting dari prospek masa depan pemimpin politik Cina, karena menurut aturan PKC dan norma yang
berlaku, pemimpin peringkat tertentu tidak dapat melebihi batas usia yang
ditetapkan. Sebagai contoh, semua kepala provinsi seharusnya mundur ketika
mereka mencapai usia 65 tahun, dan hanya mereka yang di bawah usia 63 tahun
yang masih dipertimbangkan untuk menempati posisi itu. Di tahun 2007 para
anggota partai kongres, hampir semuanya lahir sebelum tahun 1940, termasuk Wakil Presiden
Zeng Qinghong yang lahir di tahun
1939, yang tidak diperkenankan terus aktif di Komite Sentral. Ekstrapolasi
dari aturan ini, maka pemimpin yang lahir pada tahun 1944 atau sebelumnya tidak
akan dipertimbangkan lagi untuk duduk pada komite sentral berikutnya dan
karenanya secara otomatis terpental dari pertarungan memperebutkan kursi di politbiro atau PSC. Batas usia pensiun
ini tidak hanya menciptakan rasa keadilan dan konsistensi bagi perekrutan calon pemimpin, akan tetapi juga
membuat kaderisasi elit politik Cina berlangsung cepat. Faktor yang paling
penting untuk pemilihan anggota PSC adalah ikatan patron-klien, dimana seorang
anggota tidak hanya dituntut memiliki pengalaman kepemimpinan yang luas, tetapi
juga umumnya telah memperoleh mandat tanggung jawab kepemimpinan dari daerah tempat
mereka ditugaskan. Kecuali pemimpin Cina pertama, Zhou Enlai, maka semua lima
perdana mentri RRC lainnya termasuk perdana
menteri Wen Jiabao, semuanya pernah menjabat sebagai wakil perdana menteri
dewan negara sebelum menjadi perdana menteri. Kebanyakan dari mereka memiliki
kebanggaan pengalaman kepemimpinan yang luas, terutama dalam urusan ekonomi. Meskipun
Faktor yang tidak kalah penting penting bagi pemilihan anggota PSC adalah hubungan
patron-klien diantara mereka. Para anggota biasanya akan mencoba menggunakan pengaruh, melindungi kepentingan
mereka, dan memelihara kelangsungan kebijakan dengan melayani badan kepemimpinan tertinggi. Berbagai faksi
dan kelompok kepentingan yang kuat cenderung membentuk koalisi untuk mencalonkan
wakil-wakilnya duduk di PSC. Sebagai akibat dari adanya aturan main baru dalam
politik elite Cina selama dekade terakhir, maka antar pemimpin faksi membagi
keseimbangan kekuasaan, sementara diantara mereka yang bersaing dijajaki
kemungkinan koalisi dalam keanggotaan PSC baru. Maka munculah istilah
kepemimpinan “cek and saldo Chinese-style:''
Satu partai, dua koalisi'' suatu adaptasi transisi kekuasaan dari model pemimpin tunggal yang sangat
berkuasa menuju kepemimpinan kolektif
yang tengah berlangsung dalam proses
bertahap selama tiga dekade terakhir. Mao Zedong adalah pemegang kekuasaan
besar sebagai pemimpin inti dari generasi pertama PKC dan dipandang bagaikan
“tokoh dewa” terutama selama Revolusi Kebudayaan. Mao memandang pembicaraan
masalah suksesi kepemimpinan seolah urusan pribadinya, mirip seperti era
kepemimpinan Soeharto di Indonesia, dimana pembicaraan suksesi adalah misteri
dan sakral. Selama era Deng Xiaoping,
suksesi politik dan perubahan generasi di jajaran tertinggi pemerintahan menjadi
masalah yang menyita perhatian publik. Namun, karena karir politiknya yang legendaris, Deng, pemimpin
inti dari generasi kedua, mempertahankan perannya sebagai pemimpin tertinggi Cina
bahkan setelah insiden Tiananmen, meskipun ia tidak memegang posisi
kepemimpinan penting lagi. Berikutnya adalah Jiang Zemin, dari generasi ketiga,
dan Hu Jintao, dari generasi keempat, adalah teknokrat yang tidak memiliki
karisma dan kepercayaan se revolusioner Deng, tetapi keduanya memiliki
kebanggaan pengalaman kepemimpinan yang luas dan bakat untuk melakukan kompromi koalisi dan politik. Namun demikian
keduanya tetap memanfaatkan dukungan dan tidak lepas dari bayang-bayang Deng. Dalam rangka mengendalikan krisis politik tahun 1989, Deng memilih Jiang Zemin
sebagai penggantinya. Demikian juga di tahun 1992, Deng mengangkat Hu Jianto
menjadi ''ahli waris'' Jiang Zemin. Setelah transisi kepemimpinan kolektif berlangsung
secara bertahap selama tiga dekade terakhir. Kini tampuk kekuasaan bergeser
pada generasi kelima, dimana wakil
presiden Xi Jinping dan eksekutif wakil perdana menteri Li Keqiang keduanya diangkat
ke lingkaran inti PSC. Status mereka dalam pengambilan keputusan di PSC kurang
lebih sama. Di satu sisi, determinasi para pemimpin puncak generasi kelima ini agaknya
lebih lemah ketimbang pendahulu mereka, karena
kekuatan dan otoritas telah disebar di antara rekan-rekan mereka dalam
kepemimpinan. Namun demikian pilar bangunan PKC telah semakin kokoh dan
terstruktur yang diisi oleh dua koalisi informal atau faksi yang mempertahankan
keseimbangan dengan kekuatannya
masing-masing. Kedua kelompok tersebut dapat diberi label dengan koalisi “populis,'' yang dipimpin oleh presiden Hu
Jintao dan perdana menteri Wen Jiabao, berdampingan dengan koalisi'' elitis,''
yang muncul di era Jiang dan saat ini dipimpin oleh Wu Bangguo, ketua nasional
legislatif, dan Jia Qinglin, kepala badan penasehat politik nasional. Dengan
demikian orang kuat saat ini di Cina
terdiri atas empat pemimpin. Xi Jinping dan Li Keqiang masing-masing mewakili
salah satu koalisi. Pembagian kekuasaan kadang-kadang disebut sebagai mekanisme
keseimbangan dua koalisi politik.
Adanya gesekan diantara kelompok
politik, tentu saja, bukan sebuah perkembangan baru di Cina. Peristiwa besar
seperti revolusi kebudayaan, dan krisis Tiananmen di tahun 1989 semuanya
terkait dengan pertikaian antar faksi dan perjuangan suksesi dalam kepemimpinan
di tubuh PKC. Akan tetapi politik faksi di Cina saat ini tidak lagi menjadi “zero-sum
game” dimana sang pemenang mengambil semuanya dan sang pecundang harus
dibersihkan atau diperlakukan buruk. Secara umum, faksi Cina baru memiliki dinamika tiga fitur utama. Pertama, bahwa dua koalisi tidak hanya bersaing untuk kekuasaan an sich dan semata kepentingan pribadi, akan tetapi mereka
juga bersaing karena mewakili konstituen
sosial ekonomi dan geografis yang berbeda. Sebagian besar pemimpin puncak di
koalisi elitis, misalnya, berasal dari keluarga revolusioner veteran dan
pejabat tinggi, baik pejabat tinggi sipil maupun militer. Kelompok ini disebut
sebagai putra mahkota termasuk mantan presiden Jiang Zemin, dimana ayahnya
adalah seorang martir di PKC dan mantan wakil presiden Zeng Qinghong yang
ayahnya adalah kepala departemen dalam negeri selama era Mao. Begitu juga untuk
kepemimpinan mendatang dimana wakil presiden Xi Jinping, wakil perdana menteri
Wang Qishan, dan sekretaris partai Chongqing Bo Xilai, masing-masing ayah atau
ayah mertua mereka sebelumnya menjabat
sebagai wakil perdana menteri. Para putra mahkota ini masing-masing memulai
karir mereka di kota-kota pesisir yang kaya dimana ekonomi berkembang dengan
baik, sehingga boleh jadi para pemimpin generasi kelima ini tidak sekuat dan setangguh
para pendahulu mereka. Koalisi elitis
ini biasanya mewakili kepentingan pengusaha Cina. Sebaliknya, sebagian besar
tokoh koalisi populis terkemuka, seperti presiden Hu Jintao, perdana menteri
Wen Jiabao, dan eksekutif wakil perdana menteri Li Keqiang, berasal dari keluarga
biasa yang kurang mampu. Mereka ini telah mengumpulkan banyak pengalaman
kepemimpinan di pedalaman provinsi. Banyak orang mengalami kemajuan dalam karir
politik dengan cara memasuki Liga Pemuda Komunis Cina (CCYL) untuk mendapat
label “tuanpai”, yang secara harfiah berarti'' faksi liga'', dan Hu Jintao telah
berjuang selama beberapa tahun untuk mendapat “tuanpai” di tingkat provinsi dan
CCYL nasional. Dia kemudian menjabat sebagai ketua CCYL di pertengahan tahun
1980-an, sehingga anggota generasi kelima dari pemimpin PKC adalah rekan junior
Hu di CCYL. Diantara mereka termasuk juga Li Keqiang, direktur departemen organisasi
PKC Li Yuanchao, sekretaris partai Wang Yang, dan direktur
jenderal kantor PKC Ling Jihua. Para anggota
koalisi populis sering menyuarakan keprihatinan nasib kelompok sosial yang
rentan seperti petani, buruh migran, dan kaum miskin kota. Orang mungkin
meragukan efektivitas pelaksanaan kebijakan Hu dan Wen, namun dukungannya pada
pengurangan pajak pertanian para petani, sikap yang lebih lunak terhadap
pekerja migran, mengkritisi ekonomi yang lebih memprioritaskan kota, membangun
landasan perawatan kesehatan, dan mempromosikan proyek perumahan yang
terjangkau oleh semua kalangan sangat sejalan dengan agenda kerakyatan yang
populer. Kedua, bahwa kedua koalisi
bersaing hampir sama kuat, sebagian karena mereka sering memiliki jumlah kursi yang
sama di organisasi kepemimpinan puncak, dan sebagian karena kepemimpinan,
keterampilan dan kepercayaan mereka saling
melengkapi. Dari ke-25 anggota politbiro saat ini, para putra mahkota menempati
tujuh posisi (28 persen) dan para “tuanpai”
menempati delapan posisi (32 persen). Kedua koalisi bahkan berhasil mengatur
keseimbangan kekuasaan yang hampir sempurna di antara generasi kelima ini. Para pemimpin dari kedua faksi yang bersaing
memiliki keahlian, kepercayaan, dan pengalaman yang berbeda serta faham betul
bahwa mereka perlu menemukan landasan bersama untuk hidup berdampingan dan
memerintah secara efektif. Sementara faksi “tuanpai” sangat menguasai seluk-beluk
organisasi dan propaganda, dan umumnya sering mengandalkan pengalaman kepemimpinan di desa, sehingga mereka sering
merasa kurang berpengalaman dan kepercayaan dalam beberapa hal dinamika baru di
Cina. Khususnya keterampilan yang
berkaitan dengan penanganan perdagangan luar negeri, investasi asing,
perbankan, dan aspek penting lainnya dari kebijakan ekonomi, yang telah
didominasi oleh para putra mahkota, seperti wakil perdana menteri Wang Qishan,
gubernur Bank Rakyat Cina Zhou Xiaochuan, dan ketua korporasi investasi Cina Lou Jiwei. Ketiga, sementara masing-masing
faksi bersaing satu dengan yang lain untuk isu-isu tertentu, namun mereka
tetap bersedia bekerja sama dalam menghadapi pihak lain. Untuk sebagian besar,
hubungan diantara kedua koalisi secara informal berjalan secara kooperatif.
Kedua koalisi memiliki tujuan mendasar: yakni menjamin stabilitas sosial
ekonomi Cina serta mempertahankan kelanggengan kekuasaan PKC serta meningkatkan
status Cina sebagai pemain utama di dunia internasional. Dengan adanya tujuan
umum tersebut, sering mendorong kedua
kelompok untuk berkompromi dan bekerja sama satu dengan lainnya.
Untuk mengangkat nama Xi Jinping dan Li Keqiang,
maka di tahun 2007 Hu Jintao dan pemimpin
senior lainnya mengisyaratkan pentingnya adanya perbedaan konstituen yang mereka wakili masing-masing. Adanya kearifan kepemimpinan puncak bahwa
kompromi adalah untuk membangun konsensus dan membagi kekuasaan, telah mencegah
faksi dari gejolak politik serius yang terjadi di kalangan pemimpin generasi
kelima. Dengan demikian kepemimpinan kolektif, sebagaimana beroperasi dalam
tubuh organisasi PSC saat ini, telah menjadi ciri dari kiprah para elit
politik Cina ke depan. Adanya gaya baru
politik elit Cina tersebut, tentunya masih menyimpan ancaman kegagalan. Pembatasan
dan pembagian kekuasaan, serta politik kompromi tidak selalu berjalan mudah
dalam tataran praktik. Fakta bahwa masih ada calon yang lebih ambisius merebut
kursi tetap secara alami dapat menciptakan suasana psikologik antara pemenang
dan pecundang. Keterbukaan unjuk kebolehan diri sendiri dalam kampanye oleh
beberapa politisi ambisius, inisiatif istimewa mereka dalam merespon isu-isu
penting, ditambah dengan kekuatan dan kelemahan masing-masing bisa membuat
suksesi politik di masa mendatang akan sangat menantang dalam meraih tampuk
kepemimpinan di PKC. Dalam koalisi
populis, semuanya adalah pemimpin “tuanpai” yang memiliki hubungan kuat patron-klien dengan Hu Jintao. Dua
pejabat, Li Yuanchao dan Liu Yandong, bahkan adalah putra mahkota jika melihat dari
latar belakang keluarga mereka, namun karir dan pengalaman mereka serta
afiliasi politiknya lebih erat dengan Hu
Jiangtao, aktor yang memainkan peran langsung dalam promosi mereka ke
politbiro, sehingga membuat mereka lebih
loyal kepada Hu dalam koalisi populis. Hal Ini tentunya masih harus terus
dikaji, apakah identitas ganda mereka dapat membantu memainkan peran mediasi
jika pertikaian faksi menjadi tidak terkendali, yang kemungkinan akan
memposisikan mereka malah lebih kuat di PKC. Yang jelas bahwa para pemimpin
generasi kelima ini kemungkinan besar akan mengambil posisi puncak dalam
kepemimpinan nasional setelah tahun 2012 , sementara sejumlah besar kandidat
terkemuka berasal dari generasi keempat lahir di pertengahan tahun 1940-an sehingga
peluangnya lebih kecil. Secara umum, para pemimpin dari koalisi populis
rata-rata lebih muda ketimbang rekan-rekan mereka pada koalisi-elitis, dan
dengan demikian memiliki keuntungan usia. Bahkan adanya perbedaan faktor usia ini
telah memicu para koalisi-elitis lebih agresif dalam mencari kader keanggotaan
PSC yang akan menjadi kesempatan terakhir bagi mereka.Tentu saja, persaingan
akan berjalan seru, Xi Jinping dan Li
Keqiang pasti akan mempertahankan kursi mereka. Wang Qishan dan Li Yuanchao
tidak akan memiliki masalah untuk mendapatkan kursi, dan cenderung berada
dengan empat anggota lain, bersama dengan Xi Jinping dan Li Keqiang. Wakil
perdana menteri Zhang Dejiang dan direktur departemen propaganda PKC Liu Yunshan yang keduanya adalah anggota politbiro,
dan karenanya akan lebih berhak mendapat
promosi lebih jauh ketimbang rekan-rekan mereka. Ada enam pemimpin yang
memiliki posisi kurang aman dalam keanggotaan mereka di PSC berikutnya, yang
tersisa hanyalah tiga kursi untuk diperebutkan oleh delapan kandidat
lainnya, jika asumsi keanggotaan di PKC
tetap berjumlah sembilan orang. Jika tahun kelahiran yang diperbolehkan bagi
anggota komite sentral berikutnya adalah awal tahun 1945, maka sekretaris partai Shanghai Yu Zhengsheng juga
akan menjadi kandidat kuat, dengan fakta seperti halnya
Zhang Dejiang dan Liu Yunshan, ia telah berpengalaman menjabat sebagai
anggota politbiro. Dengan dasar itu kekuasaan Yu Zhengheng berpotensi tangguh.
Namun Hu Jintao dan pemimpin lainnya dalam koalisi populis mungkin akan
berupaya bernegosiasi agar Yu segera pensiun di kongres kartai ke-18.
Maka Yu dan Liu Yandong yang
sama lahir pada tahun 1945, kemungkinan akan dilengserkan jika PSC
memutuskan untuk membuat pengambilan
keputusan tertinggi dimana generasi muda bulat menguasai pemimpin generasi
kelima. Tiga orang lagi anggota
politbiro yang kuat saat ini adalah ketua partai di tingkat provinsi
administrasi Guangdong Wang Yang, Bo Xilai di Chongqing, dan Zhang Gaoli di
Tianjin yang sering dilihat sebagai bersaing ketat antara satu dengan lainnya untuk keanggotaan di PSC. Wang Yang dan
Bo Xilai dikenal sebagai figur yang tenang, setelah bersama-sama memperoleh
julukan'' dua meriam'' setelah diangkat sebagai sekretaris partai Guangdong di
tahun 2007. Wang Yang adalah penganjur model baru pertumbuhan ekonomi yang
menekankan pada perlunya mengedepankan reformasi politik, yang secara pribadi
mencetuskan gelombang baru'' berpikir emansipatoris'' dengan mendesak para pejabat setempat untuk
menghilangkan tabu bicara tentang ideologi dan politik. Promosi diri kampanye
Bo Xilai telah mengumpulkan rating publisitas, pendekatan Bo dikenal sangat
tidak konvensional: ia adalah seorang elitis yang selalu disukai dan istimewa
oleh rezim Komunis - kecuali untuk
beberapa tahun selama revolusi kebudayaan – dan kini dia mengklaim mengenakan mantel populisme Maois.
Dia tampaknya telah berhasil meraih popularitas di kalangan publik Chongqing,
dan dengan keberaniannya secara nasional membuatnya mendapatkan julukan ''man of the year'' dari jajak pendapat online di tahun 2009 yang dilakukan oleh Harian Rakyat. Berbeda
dengan gaya dua'' meriam'' tadi, Zhang Gaoli dari Tianjin telah mempertahankan
gaya yang lebih konvensional dan tampilan kepemimpinannya kurang tebar pesona. Baru-baru
ini Zhang bertutur kepada pengunjung asing bahwa dia lebih tertarik berpromosi dengan gaya'' down-to-earth” dengan tampilan
“low profile'', motto dan strateginya adalah: “ lakukan lebih
banyak, dan kurangi bicara''. Pemimpin potensial lain adalah Ling Jihua,
meskipun mereka saat ini bukan anggota
politbiro, saat ini Ling Jihua menjabat
sebagai anggota dari enam orang sekretariat dan direktur kantor umum komite sentral
PKC, adalah orang kepercayaan terdekat dari Hu Jintao. Sama seperti Jiang Zemin
yang memperiapkan Zeng Qinghong anggota PSC di tahun 2002, Hu kemungkinan akan
mendorong promosi dua langkah bagi Ling Jihua. Adapun Meng Jianzhu, penasihat negara di dewan
negara, menteri keamanan umum, dan sekretaris wakil komisi disiplin dan inspeksi, agaknya akan menjadi
calon yang ideal untuk berhasil menyusul bosnya Zhou Yongkang di PSC. Hu Chunhua adalah
pemimpin generasi keenam yang lahir pada tahun 1960. Jika kepemimpinan
tingkat atas Cina memutuskan untuk memilih seorang pemimpin muda untuk duduk di
PSC hal ini akan mempercepat
kelangsungan estafeta kepemimpinan diluar garis generasi kelima, sehingga Hu
Chunhua akan menjadi kandidat utama. Sebelumnya, Hu Jintao telah bertugas di
PSC selama 10 tahun sebelum ia menjadi sekretaris jenderal PKC pada tahun 2002.
Kepemimpinan baru sering menyebabkan kebijakan baru. Walaupun para pemimpin
yang akan datang mungkin tidak langsung akan menunjukkan bahwa mereka berbeda
dari para pendahulunya sampai posisi mereka benar-benar kuat, namun sudah jelas
bahwa Xi Jinping dan Li Keqiang akan
menunjukkan gaya kepemimpinan baru yang
ingin mengejar prioritas kebijakan baru pula. Selama perayaan tahun baru 2010, Xi Jimping mengirim pesan pribadi dengan teks “salam untuk sekitar 1 juta pejabat cabang PKC
akar rumput” yang belum pernah terjadi
sebelumnya bagi seorang pemimpin papan
atas partai menyapa pada pejabat setempat. Dari sisi ekonomi, pengalaman kepemimpinan
Xi dalam menjalankan roda pemerintahan Fujian, Zhejiang, dan Shanghai, tiga
daerah yang secara ekonomis-maju, telah mempersiapkan dirinya dengan baik untuk
mengejar kebijakan dan mempromosikan pengembangan sektor swasta, investasi
asing dan perdagangan, serta liberalisasi sistem keuangan Cina, yang telah mengalami kemunduran serius dalam
beberapa tahun terakhir. Sementara itu, Li Keqiang telah menarik perhatian yang
kuat dengan mengangkat masalah baru, seperti perumahan yang terjangkau,
keamanan pangan, kesehatan masyarakat, dan energi bersih yang terbarukan. Tentu
saja, tak satu pun dari masalah ini merupakan prioritas pemimpin Cina pada periode 10 tahun yang
lalu.
Baru-baru ini pejabat Cina dan media resmi serta setengah resmi tengah giat menguraikan cetak biru
kepemimpinan di antara para bintang dari generasi kelima. Secara umum, faksi
elitis berorientasi pasar lebih prihatin tentang pertumbuhan produk domestik
bruto (PDB), sementara faksi populis lebih tertarik untuk menegakkan keadilan
sosial, anti-korupsi, dan intra-partai pemilu. Pemimpin dari masing-masing
koalisi juga bervariasi dalam mengangkat masalah krusial. Sedangkan komposisi
PSC berikutnya kemungkinan besar akan dipilih dari 14 calon yang telah dibahas
di atas, meskipun tidak mengabaikan kemungkinan munculnya “kuda hitam'' dari kalangan pimpinan partai tingkat provinsi.
Seperti kemunculan Zhang Chunxian, sekretaris
partai Xinjiang yang baru-baru ini telah
menggunakan pendekatan ''tangan besi''
guna mengatasi kerusuhan di Xinjiang dan juga mengklaim bahwa ia
bersedia melepaskan semua pendapatan dan aset pribadi dan keluarganya dalam
mendukung langkah-langkah yang kuat untuk memberantas korupsi.
Dari
paparan diatas hikmah pelajaran dapat dipetik, dalam derap kemajuan
perekonomian Cina yang mengesankan, dibaliknya terdapat para pemimpin yang
mengendalikan situasi negara secara kesuluruhan dengan cermat dan matang. Proses
transformasi dan suksesi kepemimpinan strategikal tetap dapat dilangsungkan
secara bertahap – walaupun mungkin dipercepat – tanpa harus menimbulkan gejolak
sosial dan mengganggu stabilitas nasional melalui keseimbangan (Im dan Yang)
kekuasaan. Meski terjadi trasformasi kepemimpinan – dengan segala dinamika
persaingan kekuasaan – secara kolektif mereka memiliki tujuan stretegikal mendasar
yang sama: yakni menjamin stabilitas sosial ekonomi Cina, mempertahankan
kelanggengan kekuasaan PKC, dan meningkatkan status Cina sebagai pemain utama
di dunia internasional. Budaya patron-klien rupanya justru kondusif dalam
memuluskan pergantian dan peralihan kekuasaan yang tidak memakan korban. Para
elit politik di Indonesia patut belajar dalam mempraktikan kedewasan berpolitik
seperti yang ditunjukkan oleh para pemimpin strategikal di Cina pasca Deng Xiao
Ping ini. Mari kita buktikan kematangan
elit politik kita di era pergantian kepemimpinan nasional ditahun 2014
dalam visi dan misi strategikalnya. Jayalah Indonesiaku negara tercinta.
Bandung,
11 Desember 2012
Faisal Afiff
0 komentar:
Posting Komentar