.


Kamis, 08 Desember 2011

Kepemimpinan Paradigma


Kepemimpinan  Paradigma

Jangan menunggu datangnya pemimpin masa depan…pimpinlah apa yang bisa anda lakukan saat ini(David J.Wolpe)
Sebagaimana telah dikenal, bahwa paradigma atau pandangan merupakan serangkaian aturan yang digunakan untuk mengevaluasi informasi yang diterapkan dalam kehidupan seseorang. Setiap orang memiliki paradigma masing-masing didasarkan pada pengalaman hidup mereka serta  bermanfaat dalam banyak hal, namun dibalik itu bisa membatasi alam pikirannya. Sebagai misal,  paradigma dapat mengabaikan dan  bahkan luput dari peluang seseorang.
Sebagai ilustrasi kongkret, sebelumnya bangsa Swiss memiliki supremasi kepemimpinan dalam bidang pembuatan arloji. Namun hanya dalam satu dasawarsa saja, kepemimpinan Swiss merosot tajam sebagai pemain penting di dunia dalam bidang pembuatan arloji.  Gagasan arloji quartz pernah ditolak oleh pebisnis arloji di Swiss, karena dianggap tidak sesuai dengan cara kebiasaan mereka dalam pembuatan arloji. Bahkan para produsen arloji di negara tersebut tidak melihat peluang dibalik konsep teknologi arloji quartz sehingga mereka “lalai” untuk mematenkan dan mengembangkan gagasan tersebut.
Disisi lain, perusahaan arloji Seiko dan Texas Instrument justru menyambut baik gagasan teknologi quartz yang dipamerkan di salah satu pameran dagang dan kemudian telah menghasilkan keuntungan yang relatif besar bagi kedua perusahaan tersebut. Keterpakuan pada paradigma sendiri seperti  melihat dunia melalui jendela yang sama. Oleh karena itu, yang  mampu kita lihat dari dunia hanya sebagian kecil saja. Sebagai seorang pemimpin perlu melakukan pergeseran paradigma, atau seperti menemukan sebuah jendela baru secara tiba-tiba sehingga tampak “terang benderang”, begitu pula hal-hal yang lama dapat dilihat dengan sudut pandang yang berbeda dan baru. Dengan merubah paradigma kita untuk melihat jendela yang lain, kita akan lebih mudah berpikir di luar kebiasaan untuk memunculkan solusi baru yang inovatif.
Dalam bukunya dengan judul Developing a 21 st Century Mind, tokoh pendidik Marsha Sinetar memperkenalkan istilah “adaptasi kreatif” untuk lebih menggambarkan pergeseran paradigma diatas dalam ranah praktis. Adaptasi kreatif lebih merupakan permainan imajinatif yang mensinergiskan cara berpikir logis-sekuensial dengan kemampuan emosi-intuitif dimana hal tersebut melibatkan seluruh kemampuan akal untuk menyelesaikan masalah secara efektif dan efisien. Suatu konsep yang belakangan ini sering kita dengar melalui istilah-istilah baru, sebagai cara melakukan proses penyelesaian masalah,  seperti berfikir vertikal, berfikir lateral, berfikir kritis, berfikir analitis, berfikir strategis, dan berfikir kreatif. Hal tersebut menunjukkan adanya keinginan manusia untuk menggunakan kemampuan  akalnya secara optimal, baik itu otak kiri atau otak kananmya.
Dalam praktek penyelesaian suatu masalah, penggunaan kedua fungsi otak  tersebut berlangsung secara berhubungan sebagai kombinasi pemikiran kreatif dan logis, sehingga pemecah masalah sejati acapkali menggunakan kombinasi dari semua proses itu. Mereka sering menggunakan 5 (lima) tahapan dalam mengalirkan proses berfikir kreatif, yakni dimulai dengan tahap persiapan, sebagai upaya dalam merumuskan masalah, penetapan tujuan dan mengenali tantangan. Selanjutnya masuk ke tahap inkubasi, yakni sebagai upaya mencerna fakta-fakta (fenomena dan isu) dan mengolahnya dalam alam pikiran mereka. Kemudian masuk tahap iluminasi, yakni memunculkan gagasan-gagasan baru yang disusul dengan tahap verifikasi, yakni upaya memastikan apakah solusi itu benar-benar memecahkan masalah. Dan terakhir memasuki tahap aplikasi, yakni upaya menindaklanjuti solusi-solusi yang telah diperoleh. Pada dasarnya, kelima tahapan ini merupakan kombinasi dari kelincahan penggunaan kedua fungsi otak secara maksimal, terpadu, dan efektif. Meskipun hal tersebut tidak terlepas kemungkinan dari munculnya antitesis.
Alur berfikir diatas dapat kita terapkan dalam aktivitas keorganisasian, yang merupakan salah satu fungsi penting dalam manajemen. Organisasi seperti halnya manajemen, yang terdiri dari dan melibatkan banyak individu, bisa saja masing-masing individu  memiliki tujuan yang berbeda dengan tujuan organisasi. Perbedaan tersebut pada hakikatnya dapat dimanfaatkan untuk menciptakan inovasi dalam organisasi melalui kemampuan berkreasi yang dimiliki setiap individu dalam organisasi. Jika seorang pemimpin dalam suatu organisasi menginginkan anggotanya memberikan andil secara sukarela dan menggunakan kreativitas alaminya, maka Ia selaku pemimpin harus mencontohkan  terlebih dahulu. Salah satu cara untuk memberikan contoh kepada bawahan dan atau rekan kerjanya adalah dengan menunjukkan kreativitas dan kepercayaan diri untuk berani mengambil risiko dengan harapan orang lain mau mengikutinya.

Pada hakikatnya terdapat berbagai tipe individu dalam organisasi. Ada individu yang berhasil dengan atau tanpa bantuan seorang pemimpin, mereka dapat bekerja mandiri dan tidak terlalu menghiraukan bagaimana atasan memperlakukannya, selain terus memberikan kontribusi optimal terhadap organisasi serta termotivasi sendiri secara internal. Di sisi lain mungkin kita menemukan tipe individu yang susah diatur dan memberikan kesan menentang. Individu tipe ini bisa saja untuk sementara waktu menjadi bagian dari organisasi, sampai pada saatnya mereka akan berlalu. Mereka bukan tidak dapat dikendalikan, namun tidak juga dibawah kendali pimpinannya.
Disamping kedua tipe diatas, terdapat pula tipe individu dalam organisasi yang tidak akan behasil jika tidak didorong oleh atasan kerjanya sehingga seorang pemimpin perlu mencurahkan perhatian secara khusus. Usaha yang dapat dilakukan adalah dengan melihat, belajar, dan menikmati keberadaan mereka selagi bisa. Dalam suatu organisasi, sebagian besar yang biasa ditemui adalah kelompok individu yang berada di tengah-tengah, dimana sebagian dari kelompok individu ini mampu bekerja dengan bantuan seorang pemimpin, dan sebagian lagi  kreativitasnya muncul jika diberi lingkungan kerja yang tepat. Sebagai seorang pemimpin yang memiliki kewenangan  dan tanggung jawab perlu menciptakan lingkungan kerja yang kondusif.
Penciptaan kreativitas dimulai dengan memecahkan kebiasaan dan pola pikir yang sudah terbentuk dengan mengambil pandangan yang berbeda dan baru. Namun sebagian orang lagi berpendapat, lebih mudah mengubah lingkungan kerja  seseorang daripada mengubah kepribadian atau perilaku mereka untuk menyesuaikan dengan lingkungan kerjanya. Strategi yang terbaik adalah mengupayakan perubahan-perubahan tertentu pada gaya kepemimpinan dan memodifikasi situasi gaya kepemimpinannya agar sesuai dengan harapan kelompok individu dalam organisasi.
Hal terpenting yang perlu dimiliki seorang pemimpin paradigma adalah senantiasa memiliki impian dan keinginan, sebagai alasan kuat untuk tetap menarik kelompok individu yang berada dibawahnya dan menggerakkan mereka agar tetap berbicara tentang masa depan, dan inilah yang disebut dengan tujuan dan tidak justru sebaliknya tersusul dan mengikuti arus.
Memiliki tujuan dalam artian objectives adalah mengetahui dengan jelas arah masa depan seperti apa yang diinginkan, dan hal ini berbeda dengan tujuan dalam artian goals yang lebih menekankan pada pencapaian sesuatu yang lebih spesifik. Hal tersebut dapat dianalogikan seperti, jika kita memiliki “tujuan” atau objectives  untuk mencapai puncak tertinggi di Indonesia, maka yang menjadi “tujuan” atau goals tahun ini adalah  mencapai puncak gunung kerinci. Yang lebih mendekati  tujuan  dalam artian objectives adalah visi, dan karenanya,  visi sering didefinisikan sebagai tujuan akhir atau titik akhir. Suatu visi cenderung berfokus pada menerangkan apa yang ingin dicapai oleh individu atau organisasi. Tujuan individu bisa saja sebagai suatu yang unik  dan tidak dimiliki orang lain, sementara tujuan organisasi adalah apa yang menjadi falsafahnya.
Formulasi tujuan dari kedua artian tersebut diatas nampak sederhana namun merupakan konsep yang memiki makna yang dalam. Tentunya tujuan adalah semua tentang masa depan dan apa yang dapat dikerjakan serta terus dapat dikerjakan. Tujuan memberikan arah kemana manusia akan pergi. Jadi prestasi dan capaian yang diraih di tengah perjalanan tidak mengalihkan tujuan, dan dalam hal ini  prestasi  hanya berfungsi sebagai penguat saja, sementara tujuan akan mengarahkan semua hal tentang sesuatu yang akan dituju. Inilah yang memungkinkan para pemimpin memusatkan energi dan perhatian secara penuh dan mencari sesuatu yang penting bagi mereka, dengan berpaling pada hal-hal yang tidak atau kurang relevan. Para pemimpin paradigma, yakni mereka yang yakin dengan tujuan dan tidak akan terlalu dipengaruhi oleh perubahan internal serta mampu mengelola perubahan eksternal secara lebih efektif. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, seorang pemimpin paradigma senantiasa akan ditantang untuk melakukan “adaptasi-kreatif” terhadap perubahan yang terjadi, baik yang terjadi di lingkungan internal maupun eksternal, dan dalam memecahkan masalah mereka dapat  menggunakan 5 (lima) tahapan alur berfikir kreatif sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
Dewasa ini akses mendapatkan informasi semakin mudah dan cepat. Semakin mudah dan cepat informasi diterima, maka semakin cepat orang menyerap, mengombinasikan dan merekombinasikannya untuk menciptakan konsep, teori, fakta, dan penemuan baru yang lebih banyak lagi. Kesemuanya ini menyebabkan perubahan lingkungan di dunia semakin bertambah cepat serta memiliki implikasi yang luar biasa besarnya bagi kehidupan manusia, baik selaku individu maupun kelompok individu, baik sebagai warga lokal maupun warga global, apapun profesinya.
Apabila manusia terpaku pada informasi lama dan beradaptasi secara pasif saja, maka mereka akan hanyut tertelan arus perubahan, baik internal maupun eksternal. Dengan demikian, seseorang harus memiliki kemampuan untuk mengendalikan gelombang perubahan di era-informasi dewasa ini. Selain itu, manusia harus memiliki ketrampilan berfikir kreatif agar mampu mengasimilasikan informasi untuk kepentingan organisasi, baik organisasi bisnis maupun publik.
Dibalik derasnya gelombang informasi diatas, dalam mengatasi segala masalah, suatu solusi ataupun resolusi akan muncul dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang atau mengambil pendapat orang lain, sebagaimana dikatakan oleh William Shakespeare “tak ada yang baru di bawah matahari, yang ada hanyalah versi dan kombinasi baru”. Bahkan gagasan yang dianggap revolusioner pun berakar dari fondasi pengetahuan yang mapan. Melalui pergeseran paradigma, kreativitas seorang pemimpin akan mampu melakukan lompatan yang belum pernah dialami sebelumnya. Pemimpin paradigma harus yakin pada kemampuannya sendiri untuk mengeksplorasi dan memunculkan solusi-solusi baru bagi tantangan-tantangan yang lebih serius. Para pemimpin paradigma bisa saja menatap horison dalam lingkup global, namun tetap berbuat dalam lingkup pengaruhnya sendiri dengan cara yang bijaksana, kreatif dan melihat ke depan. Untuk melakukan hal ini, para pemimpin paradigma harus mampu menyerap dan memilah informasi dan tampil dengan solusi atau resolusi baru untuk berbagai tantangan.  Dalam konteks bisnis, William Ahmanson - Ketua Dewan Komisaris National American Life Insurance Company - menyatakan “tidak ada jalan lurus yang dapat anda tempuh dari tempat yang satu ke tempat yang lain”.

Jakarta, 30 November 2011

Faisal Afiff

0 komentar:

Posting Komentar